[wanita-muslimah] Puasa of the day : Kisah-Lebaran di Negeri Laskar Pelangi

2009-09-18 Terurut Topik L.Meilany
Lebaran di Negeri Laskar Pelangi
KOMPAS-Senin, 14 September 2009 | 03:20 WIB

Oleh ANDREA HIRATA - Novelis

Menjelang Lebaran seperti sekarang ini, aku selalu ingat kepada guru mengajiku 
dulu 
di kampungku yang jauh, udik, dan terpencil, Gantong, nun di tepi timur Pulau 
Belitong sana 
di titik paling ujung peradaban Melayu. Namanya Haji Fadillah Fairuz, yang tak 
pernah marah 
meski kami, anak-anak didiknya, selalu nakal. Makin nakal kami, makin sabar ia, 
dan makin 
sayang kami kepadanya.

Ramadhan menjadi begitu menyenangkan bersamanya. Jika usai berbuka puasa, kami 
segera 
menyerbu masjid karena Haji Fairuz akan mengajar kami azan berbagai gaya, mulai 
dari gaya 
orang Mesir sampai gaya umat muslim Tionghoa di daratan China. Unik dan lucu.

Sepanjang shalat tarawih, Haji Fairuz bergabung di saf paling belakang bersama 
kami yang 
sering ribut. Seusai tarawih, ia akan menceritakan kisah dari jazirah yang 
membuat kami tertawa 
sampai berguling-guling. Ia memimpin kami pawai likur pada hari ke-17 puasa. Ia 
pun membuat 
lomba membaca puisi berbahasa Arab dan pentas sandiwara Abu Nawas.

Lalu, yang paling istimewa, suatu ketika Haji Fadillah Fairuz menyarankan, tak 
ada salahnya 
mengantar hidangan lebaran kepada warga Tionghoa di kampung kami.

Dan, tibalah Lebaran. Pagi-pagi sebelum salat Idul Fitri, aku merepotkan ibuku 
agar mengisi rantang 
dengan ketupat dan masakan lebaran. Lalu, aku bergegas ke rumah Nyim Kiun, 
wanita Tionghoa renta 
yang hidup sendiri. Ia tertegun menatapku. Aku mesti berkali-kali menjelaskan 
kepadanya bahwa aku 
datang sesuai dengan saran Haji Fairuz. Nyim Kiun masih tak mampu berkata-kata 
waktu menerima 
rantang itu. Matanya berkaca-kaca. Itulah Lebaran terindah dalam hidupku.

Betapa lembut Islam di tangan Haji Fairuz. Ia pula yang menyadarkanku akan 
megahnya Lebaran 
bagi orang Melayu pedalaman seperti kami. Secara kultural, kami tak punya hari 
besar apa pun. 
Kami bahkan tak merayakan ulang tahun, jangan kata Valentine's Day. Jika 
belakangan banyak orang 
Melayu merayakan ulang tahun, itu karena mereka terlalu banyak mendengar lagu 
barat atau nonton TV.

Maka, Idul Fitri menjadi yang terbesar dan teristimewa bagi kami. Orang rela 
berdesakan dalam kapal lawit,
terkapar mabuk laut bertumpuk- tumpuk seperti pindang di geladak. Tetapi, 
semuanya gembira untuk 
Lebaran di kampung.

Para penggunjing, jemaah tetap warung kopi dan berandalan pasar bergegas dengan 
baju-baju terbaiknya, 
bersepeda kalang kabut karena azan shalat Idul Fitri telah berkumandang. Mereka 
ingin shalat! 
Walaupun mungkin hanya sekali itu tahun ini.

Anak-anak Melayu berbondong-bondong ke masjid, semuanya seragam lantaran bahan 
pakaiannya hanya 
dari jatah maskapai timah untuk kaum kuli. Walau baju mereka kerap sama dengan 
gorden dan taplak meja, 
mereka ingin menghadap Allah dengan baju lebaran paling bagus. Masih demikian 
banyak sisi indah dalam 
Islam yang bisa dinikmati, disyukuri, dibanggakan, dan dibela tanpa harus 
dengan menaikkan darah.

Aku rindu kepada Haji Fairuz dan cantiknya Islam dalam pelukannya. Aku rindu 
menjadi Muslim yang lebih baik. 
Aku rindu pada kenakalan-kenakalan di masjid selama Ramadhan, pada keunikan 
orang Melayu jika Lebaran. 
Aku rindu pawai likur membawa obor keliling kampung. Aku rindu melihat wajah 
orang-orang Khek dan Hokian 
waktu mereka menerima rantang hidangan lebaran. -[lm-29]
--
l.meilany
180909/28ramadhan1430h



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Puasa of the day : Maaf Memaafkan, Hormat Menghormati

2009-09-18 Terurut Topik L.Meilany
Maaf Memaafkan, Hormat Menghormati

Allah SWT memerintahkan setiap orang yang beriman agar berbuat baik 
(ihsan), kepada sesama manusia tanpa memandang suku, agama, status 
sosial. Terutamanya yang ada di sekitar kita [QS Al Baqarah; 2:83]

Menghormati sesama adalah suatu sikap yang tidak meremehkan orang lain.
Islam mengajarkan agar menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang 
lebih muda.  Barangsiapa tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak 
mengenal hak orang yang lebih tua diantara kamu, maka ia bukan golongan kami.
[H.R. Muslim]

Tetapi dalam pelaksanaan tindakan tersebut diatas kadangkala menimbulkan 
silang selisih, salah mengerti.
Mawas diri adalah usaha meneliti perbuatan diri sendiri. Apakah ada kesalahan 
yang telah kita lakukan? Dengan demikian, insya Allah perilaku kita dari hari 
kehari 
semakin lebih baik.
Dari Anas ra, bahwa Rasulullah telah bersabda  Berbahagialah orang yang 
meneliti 
kesalahannya sendiri dari kesalahan orang lain. [H.R. Al Bazzar]

Oleh sebab itu,
Meminta maaf, memberi maaf dengan ikhlas membuat pikiran menjadi lebih tenang.
Membebaskan diri kita dari beban ingatan dan emosi yang buruk.
'Jadilah engkau pemaaf' [QS Al A'raaf; 7:199]
Melakukan pembalasan atas perbuatan seseorang memang bukan suatu kesalahan, 
namun berdamai, memaafkan adalah tindakan yang terpuji [QS Asy Syuuraa; 
42:40]-[lm-27]
[Dari berbagai sumber]
--
l.meilany
180909/28ramadhan1430h
---
Dengan ikhlas saya menyampaikan :

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1430 H

Semoga Allah menerima amalan puasa kita 
Dan semoga kita termasuk orang yang kembali fitri dan beruntung
Taqabbalallahu minna waminkum
Minal 'aidin wal faizin
Mohon dimaafkan segala kesalahan-kekhilafan lahir maupun batin.


l.meilany
Lebaran 2009






[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Puasa of the day : 2 Kisah Baju Lebaran

2009-09-18 Terurut Topik L.Meilany
2 Kisah Baju Lebaran

1. Baju Seragam, Baju Lebaran

Di sebuah tempat bernama Tanggeung di wilayah Cianjur Selatan; saya, istri
dan 2 anak kami menikmati Lebaran yang indah dan mengharukan.
Bermula dari pertanyaan anak saya yang heran melihat anak-anak kecil
disana memakai baju seragam SD yang berwarna merah putih.

Selidik punya selidik, kebiasaan di daerah ini membeli baju seragam
sekolahnya adalah saat Lebaran, bukan saat pergantian tahun ajaran baru.

Artinya, sang orangtua membelikan baju Lebaran anaknya berupa seragam SD
sehingga orangtua mendapat 2 keuntungan, anaknya bisa ber-Lebaran dengan
baju baru dan baju Lebarannya bisa dipakai sekolah.

(Gilang Pambudhi - Delta FM) 

2. Baju Bulan

Bulan, aku mau Lebaran.
Aku ingin baju baru, tapi tak punya uang.
Ibuku entah di mana sekarang, sedangkan ayahku hanya bisa kubayangkan.
Bolehkah, bulan, kupinjam bajumu barang semalam?
Bulan terharu: kok masih ada yang membutuhkan bajunya yang kuno
di antara begitu banyak warna-warni baju buatan?
Bulan mencopot bajunya yang keperakan, mengenakannya pada gadis kecil
yang sering ia lihat menangis di persimpangan jalan.
Bulan sendiri rela telanjang dilangit:
atap paling rindang bagi yang tak pernah berumah dan tak bisa pulang. -[lm-28]

(Joko Pinurbo)
-
l.meilany
180909/28ramadhan1430h





[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Adam di Kaskus

2009-09-18 Terurut Topik mediacare
Adam adalah makhluk dari ruang angkasa 



Dalam banyak ayat, AlQur'an mengatakan bahwa tempat mula-mula Adam dan Hawa 
adalah disuatu tempat bernama Jannah, yang oleh kebanyakan ahli tafsir 
diterjemahkan sebagai surga, sebagaimana surga yang dijanjikan untuk 
orang-orang yang beriman pada hari kemudian. Tetapi benarkah demikian? Tidakkah 
akan dijumpai beberapa kejanggalan dan menimbulkan masalah yang irrasional dan 
bertentangan dengan akal pikiran manusia, begitu memasuki pemahaman AlQur'an 
lebih jauh lagi?

Ada pengertian lain yang lebih tepat untuk penafsiran kata Jannah ketimbang 
dari penafsiran surga, yaitu kebun yang subur. Dan memang Jannah dalam bahasa 
Arab dapat berarti kebun dan dapat juga diartikan sebagai surga.


Hai Adam ! tinggallah engkau dan istrimu di Jannah serta makanlah oleh kamu 
berdua apa-apa yang disukai, tetapi janganlah kamu mendekati Syajaratu, karena 
kamu akan termasuk golongan mereka yang zhalim.
(QS. 7:19)


Iblis jelas sudah ingkar sejak dulu diperintahkan Tuhan untuk sujud pada Adam, 
tapi kenapa masih ada dalam surga yang suci? Buktinya dia masih bisa merayu 
Adam dan istrinya untuk mendekati Syajarah yang dalam terjemahan Indonesia, 
biasanya ditafsirkan sebagai pohon terlarang dalam surga


Tapi benarkah didalam Jannah atau kebun itu terdapat sebuah pohon yang 
terlarang untuk dimakan buahnya oleh Adam dan istrinya?
Mari kita tinjau dulu arti pohon terlarang ini dari ayat aslinya :
Istilah yang dipakai oleh Qur'an untuk menyatakannya adalah dengan Syajaratu 
atau Syajarah yang selalu ditafsirkan oleh para penafsir Qur'an dengan kata 
pohon. Padahal tidak demikian adanya.
Istilah Syajaratu memiliki pengertian Pertumbuhan, dan istilah Syajarah berarti 
Bertumbuh bukan = pohon.
Adapun yang berarti pohon ialah Syajaruh, seperti yang tercantum pada ayat 
16/68, 27/60, 36/80 dan 55/6.


Dan dengan pengertian serta perbedaan kedua arti kata itu, maka sekarang bisa 
diartikan sebagai dilarangnya Adam oleh Tuhan untuk melakukan 
persetubuhan/pertumbuhan dengan Hawa didalam Jannah tersebut, meskipun waktu 
itu Hawa sudah menjadi istri dari Adam.
Pertumbuhan itu adalah kata lain untuk pembuahan yang terjadi akibat hubungan 
suami istri
Karena itulah ayat AlQur'an tidak melarang Adam 'Jangan memakan' atau 'Jangan 
mengambil buah pohon' tetapi yang dinyatakan kepada Adam adalah 'Jangan 
mendekati pertumbuhan'.


AlQur'an memang melukiskan kejadian tersebut sedemikian rupanya melalui 
kalimat-kalimat yang halus dan baik sehingga menjadi sopan dan indah dengan 
perkataan Syajarah atau Syajaratu yang oleh para penafsir selama ini diartikan 
dengan pohon.


Mereka dapat dibujuk oleh Iblis agar melakukan persetubuhan tersebut lalu 
keduanya terjebak dan terbuai akan kenikmatan tersebut sehingga ketika mereka 
sadar mereka mendapati bahwa tubuh mereka sudah tidak lagi terbungkus dengan 
pakaian karena pakaian mereka sudah terlempar kesana kemari. Dan ini 
bersesuaian dengan ayat 7:22 yang menyatakan bahwa setelah mereka merasakan 
buah dari pohon itu yang bisa diartikan hasil /buah/ dari perbuatan mereka 
tersebut, mereka tersentak karena menyadari telah dapat melihat aurat 
masing-masing.


Dan mereka mulai menutupi aurat mereka dengan daun-daun yang ada dikebun 
tersebut secara refleks, sebab mereka tidak sempat lagi berpikir kemana pakaian 
mereka sebelumnya terlempar. Reaksi reflek ini dapat saja terjadi karena begitu 
sadar mereka telah melanggar ketentuan dari Tuhan, saking paniknya mengambil 
apa saja untuk menutupi keadaan diri masing-masing, untuk selanjutnya Adam 
meminta ampun kepada Allah atas pelanggarannya itu.
Perbuatan Adam ini dinilai oleh Tuhan sebagai orang yang tidak memiliki kemauan 
yang kuat untuk memenuhi perintah Allah sebagaimana ayat 20:115, meskipun 
memang semuanya itu adalah kehendak dari Allah agar Adam turun kebumi dan 
menjadi khalifah disana.


Dan ini menjadi semacam peringatan keras sekaligus pelajaran berharga bagi kita 
sebagai anak cucu Adam, bahwa betapa sukarnya untuk mengendalikan hawa nafsu, 
terutama kepada perempuan alias nafsu syahwat.


Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari Jannah itu dan dikeluarkan dari 
keadaan semula dan Kami berfirman:Turunlah!
(QS: 2:36)
Turunlah itu adalah kalimah perintah, dan dalam bahasa Qur'annya adalah ih 
bithu , dan arti sebenarnya adalah : Turun dari tempat yang tinggi., seperti 
dari gunung, dan juga dipakai dengan arti Pindah dari satu tempat kesatu 
tempat lain. Hal ini sama dengan yang dikatakan oleh Qur'an pada turunnya Nabi 
Nuh dari kapal kedaratan, jatuhnya batu dari tempat tinggi dan lain sebagainya.


Kita melihat bahwa AlQur'an disini juga tidak menjelaskan secara jelas, dimana 
Adam dan istrinya itu turun dan bertempat tinggal setelah diperintah oleh Allah 
keluar dari Jannah tersebut. Sehingga tetap akan selalu ada kemungkinan bahwa 
sebelum Adam berdiam di planet bumi kita ini, Adam dan istrinya telah 

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA Berbagi Cerita - SELAMAT ULTAH (Ke-88) Untuk Mas SETIADI REKSOPRODJO

2009-09-18 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita*

*Jum'at, 18 September 2009*

*---*


*SELAMAT ULTAH (Ke-88)*

*Untuk Mas SETIADI REKSOPRODJO*


Pagi ini kubaca di Facebook, diberitakan oleh Witaryono: BAPAK SETIADI 
REKSOPRODJO hari ini, 18 September, berusia 88 th. Aku bilang kepada 
Murti, baik kita tilpun langsung saja Mas Setiadi. Beliau hari ini genap 
berusia 88 th dan masih sehat walafiat, fisik dan mental. Kira-kira jam 
9.00 waktu Amsterdam, aku tilpun Mas Setiadi.


'Dari siapa?', tanya seorang wanita dari rumahnya Mas Setiadi, Jalan 
Sibayak No 4. Jakarta. 'Oh,bilang saja dari negeri Belanda. Dari 
Amsterdam'.

'Tunggu sebentar, ya Pak', kata wanita itu. Kedengaran di tilpun suara 
wanita itu kepada Mas Setiadi: Pak ada tilpun dari negeri Belanda.


Mas Setiadi segera mengambil tilpun itu: 'Ya, halo', kata Mas Setiadi. 
'Ya, siapa?'

'Saya, Ibrahim Isa, dari Amsterdam'.

'Oh, Isa?', kata Mas Setiadi. Langsung saja kami berdua menyanyikan lagu 
PANJANG UMURNYA, Panjang Umurnya, Panjang Umurnya Serta Muliyaaa! 
Hip, hip huraa'. Segera terdengar suara Mas Setiadi geli tertawa. 
Biasanya beliau hanya senyum saja. Jarang tertawa sampai terdengar. Kali 
ini beliau tertawa terkekeh-kekeh.


'Kok tau saja', kata Mas Setiadi sambil mengucapkan terima kasih.


Aku bilang, aku tau dari Witaryono (puteranya Mas Setiadi) yang 
memberitakannya di Facebook. Tau enggak Facebook? Menurut pengelolanya, 
sekarang anggotanya sudah melebihi 300 juta. Kalau dipasang berita di 
situ, seluruh dunia tau.


Wah, kata Mas Setiadi, saya sudah tidak mengikuti lagi perkembangan 
internet yang begitu cepat.


* * *


Kutanyakan bagaimana kesehatannya. Ya, baik-baik saja, katanya. Masih ke 
kantor, tanyaku lagi. Ya, masih, katanya. Tetapi tidak setiap hari, 
seperti dulu. Kalau diperlukan saja. Tidak reguler, katanya.


Lalu Mas Setiadi cerita bahwa ia sekarang sedang menulis (buku), Ia 
cerita tentang apa yang ditulisnya. Biarkanlah Mas Setiadi sendiri nanti 
yang memberitahukannya kalau buku itu sudah selesai. Pokoknya, yang 
sedang ditulisnya ialah tema yang penting. Beliau juga cerita bahwa 
cukup sibuk di Jakarta, sehingga terkadang sulit cari waktu untuk menulis.


Aku fikir manusia senior ini memang luar biasa. Sudah mencapai usia 88 
th masih cukup kesibukan. Masih menulis buku. Luar biasa! Dua kali jadi 
meneri RI dua kali masuk penjara! Masih saja bersemangat dan militan!


Aku bertanya: Mas, apa resepnya kok sampai sekarang Mas masih mantap 
saja, masih sehat dan melakukan kegiatan seperti yang muda-muda itu. 
Beliau tertawa mendengar pertanyaanku itu. Harus menemukan sendiri 
resepnya itu. OK-lah. Kapan jalan-jalan lagi ke Amsterdam, kataku. Kalau 
mau menulis buku datanglah ke sini. Di sini bisa dengan tenang menulis, 
di rumah kami. Pasti lancar. Mau berapa lama juga boleh.


Mas Setiadi tertawa lagi. Yaah, katanya. INSYAALLAH!


Ya, itulah, katanya. INSYAALLAH itulah salah satu resep tadi itu. 
Bagaimana maksudnya Mas?, tanyakau. Ditegaskannya, maksudnya yang 
penting JANGAN NGOYO!


Tapi bukan alon-alon asal kelakon, toh mas?, tanyaku balik.

'Tentu, tidak boleh alon-alon asal kelakon' jawabnya tandas.


Jadi dua hal tadi itu resepnya ya Mas? kataku. Satu: JANGAN NGOYO -- 
INSYA ALLAH. Tetapi jangan 'alon-alon asal kelakon'. Boleh ini saya 
sampaikan ke teman-teman Mas? Ya, saya tak tau apa itu rahasia, katanya 
lagi. Tetapi ia tak melarang aku meneruskannya kepada teman-teman.


Lama kami bercakap-cakap. Percakapan lewat tilpun itu berlangsung 
lancar, gembira dan penuh antusiasme. Seakan-akan seperti pada tahun 
limapuluhan abad lalu, ketika kami bersama-sama melakukan kegiatan dalam 
gerakan perdamaian dunia. Mas Setiadi penah menjabat sebagai salah satu 
Ketua World Peace Council yang berpusat di Wina ketika itu. Beliau juga 
anggota Biro Dewan Perdamaian Dunia tsb.


Kami juga sempat ngomong-ngomong tentang situasi politik Indonesia 
dewasa ini.

Pengamatan dan analisa beliau, masih sama tajamnya seperti dulu.


Mas Setiadi Reksoprodjo adalah manusia langka di Indonesia! Manusia 
teladan! Ulet, sabar dan oprimis!


SELAMAT BERULTAH MAS!

Sekalian SELAMAT HARI RAYA IDIL FITRI. IED MUBARAK,

Mohon MAAF LAHIR BATHIN! * * *




[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] My encounters with terrorist `Urwah' Budi Pranoto

2009-09-18 Terurut Topik sunny
http://www.thejakartapost.com/news/2009/09/18/my-encounters-with-terrorist-urwah039-budi-pranoto.html

My encounters with terrorist `Urwah' Budi Pranoto
Noor Huda Ismail ,  Jakarta   |  Fri, 09/18/2009 12:02 PM  |  Opinion 

Indonesia's Detachment 88 counterterrorism unit raided in a house in Mojosongo, 
Surakarta, Central Java, on Wednesday, killing four people, two of them 
reportedly Noordin M. Top and Bagus Urwah Budi Pranoto. 

I met Urwah for the first time in 2004 in Cipinang Penitentiary as a 
journalist. According to police, Urwah helped Noordin look for a place to stay, 
as well as provided logistical support and scouted for individuals to carry out 
further operations. It was through Urwah's wide circle of associates that 
Noordin met Iwan Rois Dharmawan Mutho, who carried out the Jakarta hotel 
bombings. For his involvement, Urwah was sentenced to three years in prison. 

I maintained contact with him after his release from prison in mid-2006 to his 
home in Surakarta, in the village of Padokan, Grogol, Sukoharjo. His daily 
activities included downloading jihad documentaries and films from the Internet 
and burning them onto VCDs for mass dissemination under the name of Muqowama 
Publications. 

He also produced in-house jihad documentaries in Indonesian, including titles 
such as Para Peminang Bidadari (The Fairy Proposals), Daulah Islamiyah Iraq 
(The Islamic State of Iraq) and The United States of Losers. Urwah also 
actively gave lectures around Surakarta and Yogyakarta. A good part of his 
audience was made up of youths and young adults, as well as housewives. 

From my interactions with him, I learned that after their release from prison, 
an ex-terrorist will always have a decision to make: to stay radical (or 
become even more radical than he used to be), or to become more moderate and 
try to reorganize his views on and understanding of jihad. 

However, if we look at the bonds between the terrorists while they were in 
prison, an ex-terrorist is more likely to stay radical than to become moderate 
or to reform. This was the teaching they received inside prison, and is again 
repeated when they rejoin their religious groups outside prison. It has proven 
very difficult for a convicted terrorist to let go of his old values and become 
a moderate Muslim. 

When I asked him about his time in jail, Urwah told me there were three types 
of JI members behind bars. 

First, there were those he referred to as JI hitam (Black JI), who became 
turncoats and collaborated with the police by leaking the group's secrets. 
Second, there were those in the gray zone. The third category is made up of 
individuals who stay committed to the radical cause. Urwah said, We need to 
visit those in the third category so they don't forget the cause. Urwah 
regularly visited these JI inmates, at least once a month. 

Urwah understood that a strong bond between the jihadists (terrorists), often 
established inside prison, made them even more prominent, both as individuals 
and groups. The interaction between them in groups is continuous, thus 
(ideologically) strengthening each other. 

An addition to this is the response and appreciation from fellow Muslims around 
them who consider convicted terrorists as defenders of Islam, i.e. heroes, and 
as a result place them in a higher social hierarchy in their group. 

This distinction causes many of their friends, relatives and admirers to visit 
them in prison as a form of solidarity among Muslims, or mujahids, to be exact. 

This kinds of support enables them to maintain their spirit of jihad on the 
same level, because they are still living within mujahid groups even when they 
are in prison. Furthermore, as mujahids, they always have to protect their 
image and their principles on their views on jihad. 

Once, Urwah said in a very chilling message that he was convinced it was 
extremely important for Muslims to support any Islamist group still committed 
to jihad. When he was invited by a group of JI members to speak at a mosque, he 
reiterated that jihad was fardhu a'in (a personal obligation), and therefore 
legitimate for any group or individual to carry out jihad based on their own 
initiatives and methods. He argued that there was no need to ask permission 
from the group's imam *leaders*. 

In response to this phenomenon, I believe the government on its own will not be 
able to successfully neutralize individuals or groups who flirt with violent 
groups or imbibe their ideology. Often such success is possible because 
ordinary citizens step forward to alert the authorities when they see something 
suspicious or amiss. 

Ultimately, therefore, terrorism will not be defeated by the government, but by 
the people. The average man on the street is the key component of the national 
community of vigilance, which can be the effective target of a country. 

The writer, the executive director of an international institute for peace 
building, earned a master's 

[wanita-muslimah] Cebok Pantat: Air Versus Tisu WC

2009-09-18 Terurut Topik sunny
Silahkan simak : 

http://www.youtube.com/watch?v=mxiCKvURHbgfeature=channel

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Tionghoa Indonesia Miskin di Singkawang

2009-09-18 Terurut Topik sunny
Silahkan sima :

http://www.youtube.com/watch?v=6mikubFSZaAfeature=related

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Gagalnya Pendidikan Kita

2009-09-18 Terurut Topik sunny

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009091606101755

  Rabu, 16 September 2009 
 
  OPINI 
 
 
 
Gagalnya Pendidikan Kita 

  Asarpin

  Peminat kajian humaniora, tinggal di Bandar Lampung



  Orang bijak pernah mengatakan, Jika kau ingin dapat pekerjaan yang 
secara ekonomi dan sosial menggiurkan, tak perlu sekolah tinggi. Cukup tamat 
SLTA dan cari pekerjaan. Untuk apa sekolah sampai S-2 dan S-3 karena 
kenyataannya tak membuat orang nambah pintar secara sosial, ekonomi, budaya, 
politik. Juga tidak menambah pintar secara intelektual, emosional dan 
spiritual. Lihatlah rekan-rekanmu yang master dan doktor, apa bedanya dengan 
kamu yang cuma tamat SLTA dan S-1.

  Bahkan, orang yang cuma tamatan SD banyak yang lebih pintar dari 
profesor. Pramoedya Ananta Toer itu cuma sekolah setingkat SLTP dan itu tidak 
lulus. Soejatmoko tidak selesai S-I. Isbedy Stiawan Z.S. hanya tamat SLTA. 
Banyak sekali penulis yang bergelar doktor tapi kualitas tulisannya jauh di 
bawah orang-orang yang tidak tamat S-1 itu.

  Apakah artinya ini? Pendidikan kita gagal? Bisa jadi karena ternyata 
pendidikan formal yang hebat-hebat hanya menghasilkan orang-orang yang 
sebenarnya tidak terdidik.

  Betapa panjang nama-nama yang menempuh pendidikan tinggi tapi tidak lebih 
pintar itu, maka makin pesimistis kita dengan yang namanya lembaga pendidikan 
di negeri ini. Belum lagi soal makin tinggi pendidikan makin hati-hati orang 
untuk menulis sehingga tidak kreatif dan tidak produktif. Mereka takut salah. 
Mereka takut harga diri mereka tercoreng. Tapi, ah, sudahlah.

  Terus terang, sejak lama saya sudah mengalami krisis terhadap pendidikan 
kita, terutama sejak saya bersentuhan secara teoritis dengan buku-buku Paulo 
Freire, Ivan Illich, Peter Drost, Soedjatmoko, buku-buku Romo Mangunwijaya dan 
buku-buku keluaran Insist. Ditambah pengalaman saya berkecimpung dengan sastra 
dan bergelut bersama kaum miskin kota di Jakarta dan di Bandar Lampung, yang 
ternyata tidak lebih bodoh dari burung beo seperti para sarjana kita.

  Saya yakin orang-orang yang sudah master dan doktor sadar akan beban 
gelar yang mereka emban. Saya yakin mereka sadar bahwa gelar tidak menjamin 
seseorang lebih pintar. Kalau saja karena tidak ada kepentingan untuk jadi 
dosen atau agar cepat diterima jadi pegawai negeri sipil, mungkin orang-orang 
itu tidak melanjutkan pendidikan sampai S-2 dan S-3. Tapi apa memang betul? 
Bukankah gelar juga prestise, bisa menambah gengsi sosial dalam pergaulan?

  Gelar master dan doktor hanya topeng yang menyembunyikan begitu banyak 
kerapuhan. Master dan doktor sudah begitu banyak di Indonesia saat ini, dan 
seharusnya Indonesia sudah jauh lebih hebat dari setengah abad yang lalu. Tapi 
apakah Indonesia lebih hebat, lebih baik, lebih sejahtera, lebih beradab?

  Kalau seorang master dan seorang doktor tidak lebih pintar dari orang 
yang hanya tamat SLTP atau SLTA, lalu apa artinya ini? Siapa yang salah jika 
para doktor dan profesor kita tidak lebih pintar dari orang yang tamat SLTA? 
Siapa yang mesti bertanggung jawab jika pendidikan negeri ini tambah bobrok?

  Izinkan saya menjawab: dunia pendidikan. Yang saya maksudkan dunia 
pendidikan di sini adalah sekolah, perguruan tinggi seperti universitas, 
institut, dan sekolah tinggi itu. Yang saya maksudkan dunia pendidikan adalah 
sekolah formal yang mencetak para sarjana yang memimpikan siap pakai tapi tak 
malu kalau dibilang sarjana bodoh.

  Selama ini setidaknya ada dua kesalahan yang selalu saya tuduhkan kepada 
negara soal pendidikan kita. Pertama, kebijakan negara hanya memberi peluang 
pada orang yang berijazah tanpa mengukur kemampuan orang yang tak punya ijazah. 
Kedua, disadari atau tidak, negara telah membuat prasangka yang rasis dengan 
menempatkan yang tidak berijazah sebagai bodoh dan yang berijazah sebagai orang 
pintar dan menutup akses bagi yang pertama.

  Sekolah saja tak pernah cukup, tuan, tulis Andrias Harefa. Perlu juga 
ditambahkan di sini: sekolah kita sudah lama mati. Pendidikan tinggi kita hanya 
melahirkan orang yang tidak terdidik. Betapa pun lembaga-lembaga pengajaran 
formal itu dibenahi dan direformasi, ia tak menjamin melahirkan manusia-manusia 
berkarakter, berjiwa, inovatif, dan kreatif.

  Pendidikan kita gagal membentuk mental. Pendidikan kita gagal melahirkan 
manusia Indonesia berkarakter. Pendidikan kita gagal melahirkan sarjana yang 
berjerih-berkeringat secara intelektual, emosional, dan spiritual, dan hanya 
berhasil menambah banyak manusia yang jadi pengemis dan pemulung.

  Pendidikan kita hanya sarang penyamun. Lembaga penjual gelar yang cuma 
melahirkan para pendidik yang pandai berslogan dan jual proposal. Tengoklah 
soal sertifikasi dan soal UN selama ini, betapa rendah karakter pendidikan 
kita! Pendidikan kita sudah begitu jauh berada di tempat-tempat salon dan 
tukang cetak piagam. Pendidikan kita begitu jauh meninggalkan 

[wanita-muslimah] Indonesia: Terrorist threat remains

2009-09-18 Terurut Topik sunny
http://english.aljazeera.net/news/asia-pacific/2009/09/20099185178577467.html

Friday, September 18, 2009 
23:02 Mecca time, 20:02 GMT


Indonesia: Terrorist threat remains 

   
Indonesia police say Noordin was killed in a raid on a Java house 
on Thursday [AFP] 
 

Indonesia's president has said that despite the killing one of Southeast Asia's 
most wanted men, others are still plotting attacks.

Susilo Bambang Yudhoyono praised his counterterrorism forces for Thursday's 
killing of Noordin Mohammed Top, the suspected mastermind of suicide attacks on 
two luxury hotels in the Indonesian capital in July.

With Noordin's death, he said, I believe that we could reduce the seriousness 
of terrorist threat to Indonesia.

Yudhoyono made the comments just hours after Noordin was killed in a raid on a 
house in Java.

He said it doesn't mean that the cells and organisations that work and move in 
Indonesia and in Southeast Asia have been crippled.

'Terrorism temptation'

Yudhoyono said that in the future we have to save our country, our people, our 
community and our young generation from the temptation to involve themselves in 
terrorism and save everything from terrorism.

Kevin Rudd, the Australian prime minister, congratulated Indonesian security 
forces for their success but echoed Yudhoyono's warning.


  In depth 

  Profile
   Who is Noordin Mohammed Top?
  Timeline
   Indonesia bombings
  Focus
   Indonesia's war on Jemaah Islamiyah
  Video
   Witness to Jakarta bombing
   Jakarta blast caught on tape
   Indonesia's young people under threat
 
It doesn't leave us in a position where we can feel complacent about the 
future. Jemaah Islamiyah is still alive and well. Al-Qaeda is still alive and 
well, he told the Australian Broadcasting Corporation on Friday.

Yudhoyono said nations across the world needed to address injustice to 
eliminate acts of terror.

There is a perception, a feeling; that the world looks unfair, that the rich 
are getting richer and the poor are getting poor ... the wars in the Middle 
East, in Afghanistan, Iraq, Palestine and many other global problems are seen 
as a result of global injustice, the Jakarta Post quoted him as saying.

Pointing to poverty and underdevelopment along with radical and extremist 
beliefs as root issues, Yudhoyono said the solution is we have to build a 
just, peaceful and prosperous world.

John Harrison, an expert on terrorism at the Institute of Defence and Strategic 
Studies in Singapore, told Al Jazeera that it may not be so easy to replace 
Noordin because there are very few individuals that combine the charisma, the 
organisational abilities plus the connections that he had.

But he cautioned that Jemaah Islamiyah (JI), the group Noordin was linked to, 
is always able to replace individuals.

'Strategic discussion'

Harrison explained that JI had been relatively quiet in the past few years 
partly because of reduced capacity due to many members being killed or 
arrested, and because it was in a strategic discussion to determine whether or 
not they can use violence and . how to do it without killing large numbers of 
Indonesians.

  In video 

 
But he cautioned that JI should not be underestimated - they are a militant 
group that wants to use violence.

Until the ideology that is fusing and infusing this movement is addressed more 
comprehensively, they will be able to replace their losses that will happen 
from time to time.

Many young males ... have been very angry, they've been frustrated, there have 
been a whole series of reasons that they have decided to be attracted to and 
perhaps engage in violent activity.

And until the political aspects of that, that bring together these frustrated 
individuals, give them a reason for committing violence, and a justification 
for that, is addressed, we will continue to face these waves of violence and 
sometimes very extreme violence for years to come.

There needs to be a much more comprehensive strategy for addressing those 
types of issues.

Matching fingerprints

Indonesia's national police chief said fingerprints taken from one of four 
bodies removed from the house following the raid matched those of Noordin's.

The bodies were flown to Jakarta for autopsies and DNA tests.


 
  Police said fingerprints taken from one of the bodies on Thursday matched 
Noordin's [EPA] 
Counterterrorism troops sealed off the area near the house in a suburb of Solo 
city late on Wednesday, searching for suspects involved in the July 17 attacks 
on the Ritz-Carlton and JW Marriott hotels in Jakarta which left nine people 
dead and 53 wounded. 
Documents and laptop computers indicating that Noordin was al-Qaeda's leader in 
Southeast Asia and hundreds of kilograms of explosives, M-16 assault rifles, 
grenades and bombs were recovered from the house, police said.

Noordin is believed to have headed a splinter group with 

[wanita-muslimah] Video: Battle for Indonesia's teens

2009-09-18 Terurut Topik sunny


Friday, September 18, 2009 
22:23 Mecca time, 19:23 GMT

Video: Battle for Indonesia's teens 

Click :
http://english.aljazeera.net/news/asia-pacific/2009/09/20099181914634253.html


Despite the recent death of Noordin Mohammed Top, the alleged masterminded of 
bombings in Bali and the Indonesian capital, authorities are still battling 
underground organisations seeking to attract young people to their violent 
ideologies.
One of the suicide bombers involved in the July attacks on two luxury hotels in 
Jakarta was Dani Dwee Per-mana, a 17-year-old boy, thought of by those who knew 
him as quiet, but friendly.

Nine people died in the Jakarta attacks and another 50 were injured.

Al-Jazeera's Step Vaessen went to visit the family of the boy who was persuaded 
to carry a bomb into the Marriott Hotel in Jakarta.


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Noordin's Death Hailed as a Boon to Investor Confidence

2009-09-18 Terurut Topik sunny
http://thejakartaglobe.com/home/noordins-death-hailed-as-a-boon-to-investor-confidence/330744

September 18, 2009 
Muhammad Al Azhari  Yessar Rossendar

 
Women sport traditional costumes at a festival in Sanur, Bali. The death of 
notorious terror suspect Noordin Top may help tourism, said an Indonesian 
chamber of commerce official on Friday. (Photo: J.P.Christo, JG)



Noordin's Death Hailed as a Boon to Investor Confidence

The business community on Friday praised the police operation in Solo, Central 
Java on Thursday that led to the death of Noordin M Top, Asia's most wanted 
terrorist, predicting that it would significantly boost the confidence of 
foreign investors doing business in the country. 

Malaysian-born Noordin, a former accountant, had been held responsible for a 
series of bombings in Indonesia in recent years that struck at the heart of the 
country's economic well-being. These included the July bombings of the JW 
Marriott and Ritz-Carlton hotels in Jakarta, the bombing of the same Marriott 
in 2003, the Australian Embassy in 2004 and the Bali bombings of 2005. 

It's been greeted with approval by the foreign business community here, said 
Ian L Betts, an adviser at risk-management consulting firm Hill and Associates. 

It was a job well-done. It came as a surprise, and it's being greeted with 
optimism. If you ask about confidence about doing business in Indonesia, I 
think it will boost it and I think it will assist Indonesia in creating a more 
conducive environment for foreign investment. 

Peter Fanning, chairman of the International Business Chamber, also praised the 
police operation, saying it reassured the business community. 

Security is actually not an issue for investment, but as regards personal 
security for investors, it definitely makes us more comfortable, Fanning said. 
I don't think it will necessarily bring more investment, but it will have a 
positive effect. 

However, Betts warned that the risk of terrorism remained, as the ideology that 
drove Noordin was still alive and others would no doubt follow in his 
footsteps. 

Ideally, the government should encourage Muslim organizations to be wary of 
the content of published materials, he said. Other governments have laws and 
regulations to prevent the incitement of hatred - all that should be regulated 
to preserve peace and stability. 

Betts said there was a lack of control over published materials in the country. 

If the government can monitor and possibly look into restricting materials 
containing very radical content, that might help, he said. It won't help to 
police the mosques, or to monitor what they say, but they must look at the 
media. 

Meanwhile, Sofyan Wanandi, chairman of the Indonesian Employers Association 
(Apindo), said political stability was essential for business stability. 

The raid means that more travel warnings will be lifted, he said. Foreign 
business people will also feel safer coming to Indonesia. After the recent 
bombings, I had to meet an overseas business partner in Singapore, as he was 
afraid to meet me in Jakarta. 

Bambang Soesatyo, deputy chairman of the Indonesian Chamber of Commerce and 
Industry (Kadin), said the tourism sector would also probably benefit from 
Noordin's death. 

Many countries issued travel warnings on Indonesia in the wake of the first 
Bali bombings in 2002, a large number of which have remained in effect ever 
since.




[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Marriage loan comes four years too late

2009-09-18 Terurut Topik sunny
http://www.arabnews.com/?page=13section=0article=126343d=18m=9y=2009


Saturday 12 September 2009 (22 Ramadan 1430) 
 

Marriage loan comes four years too late
Khalaf Al-Harbi | Okaz, klfh...@gmail.com   

A reader said he had applied to the Saudi Credit Bank to obtain a marriage 
loan. He said the bank approved the loan but fixed the date of releasing the 
loan four years from the wedding date. The fact that the loan application after 
approval will only fructify after four years makes one wonder whether taking 
out such a loan is worth it.

It also took me back to the years when marriage loans were marriage loans - 
given to fulfill one's aspiration. All that now looks like distant memories of 
good times. I even wonder if many people remember that such loans still exist.

Though the bank has disbursed billions of riyals in marriage loans, it has not 
been able to fulfill the purpose for which it was established. It is not 
providing real help to the citizens about to get married as it used to do in 
the past when the process was easy and the disbursement timely. Nowadays the 
bank is not able to perform in the same way as it used to in the past despite 
the fact that the citizens now need more financial help than their fathers and 
ancestors.

Though the current generation does not have a quarter of the privileges their 
fathers and ancestors had, they are accused by the elders of being defeatists 
and escapists. They urge them to face the challenges and not to succumb to 
hurdles. But what will the current generation do when these difficulties are 
insurmountable.

Imagine when the loan does materialize, the groom might either have:

. Got married, had two children and imported a housemaid. In this case, he 
would need the loan to pay the first installment of the big car which he has 
bought to replace the smaller car which he had bought while he was a bachelor.

. Had differences with his wife and would need the loan to divorce her and get 
him a new wife.

. Played the stock market, if the market has improved by this time and regained 
its past glory, with the groom using his loan to buy more shares. In this case 
he will make a lot of money and will be the first citizen in modern history to 
repay the bank before the due date.

. Had died before the four years have passed.

The irony is that the death of the loan taker will not affect the long line of 
others waiting to obtain marriage loans.


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Battle won but war continues: Yudhoyono

2009-09-18 Terurut Topik sunny
http://www.smh.com.au/world/battle-won-but-war-continues-yudhoyono-20090918-fvdk.html


Battle won but war continues: Yudhoyono 
TOM ALLARD
September 19, 2009
INDONESIA'S President, Susilo Bambang Yudhoyono, has vowed to tackle the 
''ignorance and poverty'' that underpins terrorism as he cautioned that the 
death of the terrorist leader Noordin Mohammed Top did not mean the scourge of 
violent extremism was finished.

As militants on jihadist websites quickly declared Noordin and the three others 
who died alongside him martyrs, the vast majority of Indonesians were delighted 
by the demise of the man who has terrorised the country for seven years.

Noordin's death occurred a day before Indonesians celebrated one of Islam's 
most important annual holidays, Idul Fitri, also known as the ''Day of 
Victory''.

But Dr Yudhoyono was not declaring outright victory, even if the terrorist 
threat had been ''seriously reduced'' with Noordin's death.

''Paralysing [Noordin's cell] just means we have won a battle, but, by 
prevention, we will win the war against terrorism,'' he said. ''We have to save 
our country, our people, our community and our young generation from the 
temptation to involve themselves in terrorism.''

He said this was cause for an acceleration of spending on education, both 
formal and religious.

Indonesian counterterrorism officials have said that the country is planning a 
campaign to stop radical Islamic preachers advocating a distorted view of Islam 
that says mass casualty attacks on civilians are a justified response to the 
perceived injustices faced by Muslims. The Ministry of Religion is working with 
Islamic scholars to develop a religious rebuttal of interpretations of verses 
in the Koran used to justify terrorism.

Noordin was blamed for masterminding a string of attacks across Indonesia, 
including the bombings of the J.W. Marriott Hotel in 2003, the Australian 
embassy in 2004, in Bali in 2005 and July's twin hotel blasts in Jakarta. He 
also attended early planning meetings that led to the first Bali bombings in 
2002.

He had evaded capture on numerous occasions but police said on Thursday that 
fingerprint analysis showed he was one of the four men killed in a raid on a 
house near the Central Java city of Solo.

More accurate DNA analysis is expected to be released today..

Ordinary Indonesians celebrated the demise of Noordin, who was born in Malaysia 
but came to Indonesia to wage his violent jihad.

''This is a sweet gift for Indonesia,'' said Denys Cahyadi, who runs a small 
business-card shop.

''Syukur Alhamdulillah [thanks and praise be to God], as the Muslims say it,'' 
said Nyoman Ayu. ''We, the Balinese, are relieved he's dead.''

But the radical website Muslim Daily News said the four dead militants would 
''reach their glorious space with Allah as syuhada [martyrs] on this holy 
month''.

A comment posted on the website inilah.com called for revenge. ''We will avenge 
them,'' it said. ''Jihad is not a game of chess, King is dead and game over. 
The Emir [Noordin] is dead. Jihad continues. Winning and losing will 
alternate.''

Tom Allard is the Herald's correspondent in Jakarta



[Non-text portions of this message have been removed]