16. Fuad Bawazier, Al-Chaidar dan Nur Hidayat Kisman Latumakulita yang pernah menjadi "pengawal" atau "penjaga rumah" Fuad Bawazier, menurut pemeriksaan Polisi adalah pemilik sejumlah bom yang ditemukan di Hotel Mega, Menteng, Jakarta Pusat.
Belakangan, Polisi menduga bom milik Kisman itu diperoleh dari kaki tangan Tommy dengan cara membeli seharga Rp 500.000,- per buah. Informasi ini jelas antiklimaks, karena ketika nama Fuad Bawazier terkait, orang sudah berharap polisi dapat menguak peranan Fuad di balik aksi teror bom selama ini. Ternyata Fuad tidak kenal Kisman, begitu juga sebaliknya. Kisman bisa menjadi penjaga rumah Fuad adalah atas ajakan Nur Hidayat. Jadi, sewaktu Fuad merasa terancam oleh massa Gus Dur, ia menyewa Nur Hidayat mantan napol kasus Lampung (1989) untuk menjaga rumahnya. Nur Hidayat kemudian mengajak Kisman dan kawan-kawan. Namun dalam kasus ini, nama Nur Hidayat tidak mencuat, hanya nama Kisman yang melambung, padahal boleh jadi Nur Hidayat pun terkait dengan kasus kepemilikan bom oleh Kisman. Nur Hidayat, oleh Abdul Qadir Djaelani (anggota DPR RI) pernah dituding terlibat dalam kasus peledakan bom di malam Natal (24 Desember 2000). Nampaknya Nur Hidayat --yang pernah menjadi provokator kasus Lampung (1989) dan ikut melahirkan Pam Swakarsa di masa Habibie-- sampai kini masih berada tak jauh dari lingkaran aksi teror. Menurut seorang aktivis Islam, sejak tiga bulan lalu (September 2001) Nur Hidayat nampak sibuk di sekitar Jawa Timur. Ia nampak sedang ngubek-ngubek Jatim, mengajak sejumlah aktivis Islam pergerakan (khususnya aktivis NII atau DI) untuk "berjuang" (aksi peledakan). Ajakan Nur Hidayat itu tidak digubris, karena banyak di antara aktivis Islam pergerakan yang sudah tahu jati diri Nur Hidayat, yang digolongkan sebagai "pejuang recehan". Namun ada juga yang karena keawamannya mau diajak oleh Nur Hidayat untuk "berjuang" (aksi peledakan). Mungkin ini ada kaitannya dengan kasus peledakan Gereja Petra yang terkesan amatiran, dan pelakunya pun para anak muda yang belum kenal dunia pergerakan Islam secara baik, akibatnya mereka tidak kenal jati diri Nur Hidayat sebenarnya. Anak-anak muda itu, kemungkinan besar berasal dari faksi DI yang ada, namun tindakannya konon sama sekali bukan atas perintah faksi DI yang menaunginya. Informasi inilah yang sebenarnya hendak disampaikan Al Chaidar. Namun Al Chaidar sendiri sulit untuk menjelaskannya secara gamblang kepada publik karena sulitnya menemukan bukti-bukti kongkrit yang jelas dan kuat. Al Chaidar cuma bisa menyebutkan "informasi ini merupakan sinyalemen yang berbentuk indikasi". Dalam mengungkap "sinyalemen berupa indikasi" tersebut ternyata Al Chaidar punya motivasi beragam. Sebagaimana diketahui, beberapa hari setelah terjadi kasus peledakan Atrium (1 Agustus 2001), kantor Al Chaidar di gang Arab digrebek aparat polisi, dan sejumlah dokumen (termasuk buku-buku) diangkut untuk dijadikan alat bukti. Setelah penggerebekan itu, Al Chaidar kemudian mempraperadilankan Kapolri dengan tuntutan 2,1 miliar rupiah. Oleh aparat proses ini tidak dijalankan dengan alasan Al Chaidar bukan warga negara RI tetapi warga negara DI. Terjadilah tawar menawar, yaitu agar Al Chaidar mau membuka mulut tentang faksi DI garis keras. Namun, Al Chaidar hanya bisa memberikan "sinyalemen berbentuk indikasi" karena siapa pun tahu, amat mustahil bisa memberikan bukti-bukti kongkrit dan jelas untuk kasus seperti ini. Setidaknya dengan memberikan "sinyalamen berbentuk indikasi" itu Al Chaidar mendapatkan beberapa hal: 1. Popularitas 2. Kantornya tidak dijadikan sasaran penggerebekan aparat polisi. 3. Faksi garis keras yang merencanakan aksi teror (peledakan) mengurungkan niatnya. 4. Proses mempraperadilankan Kapolri bisa berlanjut, dan kalau toh tuntutannya dikalahkan, setidaknya Al Chaidar masih berharap dapat "uang recehan" dari kepolisian. Beberapa saat setelah Al Chaidar menyampaikan pernyataannya di media massa, tampak Nur Hidayat (dan Eggy Sujana dll) membuat pernyataan yang bermaksud mementahkan Al Chaidar. Apa perlunya Nur Hidayat melakukan itu? Karena ia takut sepak terjangnya terbuka kembali, sebagaimana pernah terjadi pada kasus bom malam natal 24 Desember 2000 lalu. Konon, saat ini Nur Hidayat berhutang sebesar Rp 50 juta kepada Saurip Kadi, yang pernah disinyalir terlibat kasus bom malam natal 24 Desember 2000 lalu. Bukan mustahil untuk membayar hutangnya, Nur Hidayat mau menerima order dari siapa saja untuk melakukan aksi teror. Yang jadi pertanyaan, bila Al Chaidar diperiksa sebagai saksi, mengapa polisi tidak memeriksa Nur Hidayat sebagai saksi untuk kasus peledakan bom malam natal 2000 lalu, padahal ia termasuk "yang tahu sebelum peristiwa itu terjadi namun tidak melaporkannya kepada Polisi" (baca RAKYAT MERDEKA edisi 29 Januari 2001 hal. 13). Artinya, proses pemeriksaan Al Chaidar akan berhenti tanpa hasil. Tentu saja penonton pun kecewa. Sumber: From: [EMAIL PROTECTED] Date: Sat Nov 24 2001 - 12:55:35 MST ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/