Re: [wanita-muslimah] 19. Wawasan Al-Qur'an
Apakah ini tulisan Anda? Kalau bukan sepatutnya disebutkan sumber. - Original Message - From: Rudyanto Arief [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, March 13, 2006 8:12 AM Subject: [wanita-muslimah] 19. Wawasan Al-Qur'an 19. Kebangsaan Kebangsaan terbentuk dari kata bangsa yang dalam Kamus BesarBahasa Indonesia, diartikan sebagai kesatuan orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya,serta berpemerintahan sendõri. Sedangkan kebangsaan diartikan sebagai ciri-ciri yang menandai golongan bangsa. Para pakar berbeda pendapat tentang unsur-unsur yang harus terpenuhi untuk menamai suatu kelompok manusia sebagai bangsa. Demikian pula mereka berbeda pendapat tentang ciri-ciri yang mutlak harus terpenuLi guna terwujudnya sebuah bangsa atau kebangsaan. Hal ini merupakan kesulitan tersendiri di dalam upaya memahami pandangan Al-Quran tentang paham kebangsaan. Di sisi lain, paham kebangsaan --pada dasarnya-- belum dikenal pada masa turunnya Al-Quran. Paham ini baru muncul dan berkembang di Eropa sejak akhir abad ke-18, dan dari sana menyebar ke seluruh dunia Islam. Memang, keterikatan kepada tanah tumpah darah, adat istiadat leluhur, serta penguasa setempat telah menghiasi jiwa umat manusia sejak dahulu kala, tetapi paham kebangsaan (nasionalisme) dengan pengertiannya yang lumrah dewasa ini baru dikenal pada akhir abad ke-18. Yang pertama kali memperkenalkan paham kebangsaan kepada umat Islam adalah Napoleon pada saat ekspedisinya ke Mesir. Lantas, seperti telah diketahui, setelah Revolusi 1789, Perancis menjadi salah satu negara besar yang berusaha melebarkan sayapnya. Mesir yang ketika itu dikuasai oleh para Mamluk dan berada di bawah naungan kekhalifahan Utsmani, merupakan salah satu wilayah yang diincarnya. Walaupun penguasa-penguasa Mesir itu beragama Islam, tetapi mereka berasal dari keturunan orang-orang Turki. Napoleon mempergunakan sisi ini untuk memisahkan orang-orang Mesir dan menjauhkan mereka dari penguasa dengan menyatakan bahwa orang-orang Mamluk adalah orang asing yang tinggal di Mesir. Dalam maklumatnya, Napoleon memperkenalkan istilah Al-Ummat Al-Mishriyah, sehingga ketika itu istilah baru ini mendampingi istilah yang selama ini telah amat dikenal, yaitu Al-Ummah Al-Islamiyah Al-Ummah Al-Mishriyah dipahami dalam arti bangsa Mesir. Pada perkembangan selanjutnya lahirlah ummahlain,atau bangsa-bangsa lain. MENEMUKAN WAWASAN KEBANGSAAN DALAM AL-QURAN Untuk memahami wawasan Al-Quran tentang paham kebangsaan, salah satu pertanyaan yang dapat muncul adalah, Kata apakah yang sebenarnya dipergunakan oleh kitab suci itu untuk menunjukkan konsep bangsa atau kebangsaan? Apakah sya'b, qaum, atau ummah? Kata qaum dan qaumiyah sering dipahami dengan arti bangsa dan kebangsaan. Kebangsaan Arab dinyatakan oleh orang-orang Arab dewasaini dengan istilah Al-Qaumiyah Al-'Arabiyah. Sebelumnya, Pusat Bahasa Arab Mesir pada 1960, dalam buku Mu'jam Al-Wasith menerjemahkan bangsa dengan kata ummah. Kata sya'b juga diterjemahkan sebagai bangsa seperti ditemukan dalam terjemahan Al-Quran yang disusun oleh Departemen Agama RI, yaitu ketika menafsirkan surat Al-Hujurat (49): 13. Apakah untuk memahami wawasan Al-Quran tentang paham kebangsaan perlu merujuk kepada ayat-ayat yang menggunakan kata-kata tersebut, sebagaimana ditempuh oleh sebagian orang selama ini? Misalnya, dengan menunjukkan Al-Quran surat Al-Hujurat (49): 13 yang bisa diterjemahkan: Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telahi menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Apakah dari ayat ini, nampak bahwa Islam mendukung paham kebangsaan karena Allah telah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa? Mestikah untuk mendukung atau menolak paham kebangsaan, kata qaum yang ditemukan dalam Al-Quran sebanyak 322 kali itu ditoleh? Dapatkah dikatakan bahwa pengulangan yang sedemikian banyak, merupakan bukti bahwa Al-Quran mendukung paham kebangasaan? Bukankah para Nabi menyeru masyarakatnya dengan, Ya Qaumi (Wahai kaumku/bangsaku), walaupun mereka tidak beriman kepada ajarannya? (Perhatikan misalnya Al-Quran surat Hud (11): 63, 64, 78, 84, dan lain-lain!). Di sisi lain, dapatkah dibenarkan pandangan sebagian orang yang bermaksud mempertentangkan Islam dengan paham kebangsaan, denganmenyatakan bahwa Allah Swt. dalam Al-Quran memerintahkan Nabi Saw. untuk menyeru masyarakat tidak
[wanita-muslimah] 19. Wawasan Al-Qur'an
19. Kebangsaan Kebangsaan terbentuk dari kata bangsa yang dalam Kamus BesarBahasa Indonesia, diartikan sebagai kesatuan orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya,serta berpemerintahan sendõri. Sedangkan kebangsaan diartikan sebagai ciri-ciri yang menandai golongan bangsa. Para pakar berbeda pendapat tentang unsur-unsur yang harus terpenuhi untuk menamai suatu kelompok manusia sebagai bangsa. Demikian pula mereka berbeda pendapat tentang ciri-ciri yang mutlak harus terpenuLi guna terwujudnya sebuah bangsa atau kebangsaan. Hal ini merupakan kesulitan tersendiri di dalam upaya memahami pandangan Al-Quran tentang paham kebangsaan. Di sisi lain, paham kebangsaan --pada dasarnya-- belum dikenal pada masa turunnya Al-Quran. Paham ini baru muncul dan berkembang di Eropa sejak akhir abad ke-18, dan dari sana menyebar ke seluruh dunia Islam. Memang, keterikatan kepada tanah tumpah darah, adat istiadat leluhur, serta penguasa setempat telah menghiasi jiwa umat manusia sejak dahulu kala, tetapi paham kebangsaan (nasionalisme) dengan pengertiannya yang lumrah dewasa ini baru dikenal pada akhir abad ke-18. Yang pertama kali memperkenalkan paham kebangsaan kepada umat Islam adalah Napoleon pada saat ekspedisinya ke Mesir. Lantas, seperti telah diketahui, setelah Revolusi 1789, Perancis menjadi salah satu negara besar yang berusaha melebarkan sayapnya. Mesir yang ketika itu dikuasai oleh para Mamluk dan berada di bawah naungan kekhalifahan Utsmani, merupakan salah satu wilayah yang diincarnya. Walaupun penguasa-penguasa Mesir itu beragama Islam, tetapi mereka berasal dari keturunan orang-orang Turki. Napoleon mempergunakan sisi ini untuk memisahkan orang-orang Mesir dan menjauhkan mereka dari penguasa dengan menyatakan bahwa orang-orang Mamluk adalah orang asing yang tinggal di Mesir. Dalam maklumatnya, Napoleon memperkenalkan istilah Al-Ummat Al-Mishriyah, sehingga ketika itu istilah baru ini mendampingi istilah yang selama ini telah amat dikenal, yaitu Al-Ummah Al-Islamiyah Al-Ummah Al-Mishriyah dipahami dalam arti bangsa Mesir. Pada perkembangan selanjutnya lahirlah ummahlain,atau bangsa-bangsa lain. MENEMUKAN WAWASAN KEBANGSAAN DALAM AL-QURAN Untuk memahami wawasan Al-Quran tentang paham kebangsaan, salah satu pertanyaan yang dapat muncul adalah, Kata apakah yang sebenarnya dipergunakan oleh kitab suci itu untuk menunjukkan konsep bangsa atau kebangsaan? Apakah sya'b, qaum, atau ummah? Kata qaum dan qaumiyah sering dipahami dengan arti bangsa dan kebangsaan. Kebangsaan Arab dinyatakan oleh orang-orang Arab dewasaini dengan istilah Al-Qaumiyah Al-'Arabiyah. Sebelumnya, Pusat Bahasa Arab Mesir pada 1960, dalam buku Mu'jam Al-Wasith menerjemahkan bangsa dengan kata ummah. Kata sya'b juga diterjemahkan sebagai bangsa seperti ditemukan dalam terjemahan Al-Quran yang disusun oleh Departemen Agama RI, yaitu ketika menafsirkan surat Al-Hujurat (49): 13. Apakah untuk memahami wawasan Al-Quran tentang paham kebangsaan perlu merujuk kepada ayat-ayat yang menggunakan kata-kata tersebut, sebagaimana ditempuh oleh sebagian orang selama ini? Misalnya, dengan menunjukkan Al-Quran surat Al-Hujurat (49): 13 yang bisa diterjemahkan: Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telahi menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Apakah dari ayat ini, nampak bahwa Islam mendukung paham kebangsaan karena Allah telah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa? Mestikah untuk mendukung atau menolak paham kebangsaan, kata qaum yang ditemukan dalam Al-Quran sebanyak 322 kali itu ditoleh? Dapatkah dikatakan bahwa pengulangan yang sedemikian banyak, merupakan bukti bahwa Al-Quran mendukung paham kebangasaan? Bukankah para Nabi menyeru masyarakatnya dengan, Ya Qaumi (Wahai kaumku/bangsaku), walaupun mereka tidak beriman kepada ajarannya? (Perhatikan misalnya Al-Quran surat Hud (11): 63, 64, 78, 84, dan lain-lain!). Di sisi lain, dapatkah dibenarkan pandangan sebagian orang yang bermaksud mempertentangkan Islam dengan paham kebangsaan, denganmenyatakan bahwa Allah Swt. dalam Al-Quran memerintahkan Nabi Saw. untuk menyeru masyarakat tidak dengan kata qaumi, tetapi, Ya ayyuhan nas (wahai seluruh manusia), serta menyeru kepada masyarakat yang mengikutinya dengan Ya ayyuhal ladzina 'amanu? Benarkah dalam Al-Quran tidak ditemukan bahwa Nabi Muhammad Saw. menggunakan kata qaum untuk menunjuk kepada masyarakatnya, seperti yang ditulis sebagian orang? [1] Catatan