Reflekis :  Cukup mengesan tetapi belum sepenuhnya. Presiden tak berani 
utik-utik korupsi Soeharto mana mau DPR berperan memberantas korupsi? Bukankah 
defenisi dalam bentuk pepatah Melayu mengatakan : "Guru kending berdiri, murid 
kencing berlari".

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/adakah-peran-dpr-memberantas-korupsi/

Selasa, 08 September 2009 13:03 
TAJUK RENCANA

Adakah Peran DPR Memberantas Korupsi? 


Pemberantasan korupsi pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 
(SBY)-Jusuf Kalla (JK) cukup mengesankan. 

     
Nama-nama besar di pusat maupun daerah, di kala­ngan pemerintahan, perbankan 
nasional, BUMN otoritas mo­neter pada lembaga le­gislatif dan yudikatif, maupun 
swasta telah berurusan dengan pe­ngadilan karena terlibat tindak pidana maupun 
perdata korupsi. Banyak di antara mereka yang kemudian menginap di hotel prodeo.
Pemberantasan korupsi tampaknya bakal makin gencar karena lima tahun mendatang 
adalah periode kedua atau terakhir pemerintahan SBY. Pemerintah akan berjuang 
habis-habisan dan akhirnya SBY dikenang sebagai presiden yang memperjuangkan 
penegakan hukum transparansi, akuntabilitas dan sebagainya dalam pengelolaan 
keuangan negara.  
Pemerintah dapat melakukan pemberantasan korupsi karena komitmen pribadi para 
pemimpin juga karena kontribusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan  Badan 
Pemeriksa Keuangan (BPK). Keduanya, dengan kelebihan dan keterbatasannya, 
berperan penting dalam merealisasikan visi dan misi pemerintah dalam mewujudkan 
tata kelola keuangan negara yang baik dan benar.  


KPK memiliki kewenangan penuh untuk menyelidiki, memeriksa dan menangkap mereka 
yang diduga melakukan korupsi. Pelaksanaan fungsi penindakan yang diperankan 
KPK telah berhasil menangkap maupun menjerakan  para calon koruptor. Lantaran 
kelebihannya, KPK sempat disebut superbodi. BPK merupakan lembaga tinggi negara 
yang bebas dan independen serta mempunyai wewenang memeriksa pengelolaan dan 
tanggung jawab keuangan negara. Anggotanya dipilih dan ditetapkan DPR dengan 
memperhatikan pertimbangan Dewan Per­timbangan Daerah (DPD) dan diresmikan oleh 
pre­siden.


Prestasi BPK dalam lima tahun terakhir cukup mengesankan. Ia membongkar kasus 
Yayasan Perbankan Indonesia dan Bank Indonesia, penumpukan anggaran di akhir 
tahun, mengungkap rekening liar, masalah dana perimbangan pusat dan daerah, 
pe­ngelolaan migas, aset, pertambangan dan kasus Bank Indover.   Daftar 
prestasi itu jelas akan bertambah bila laporan BPK ditindaklanjuti 
lembaga-lembaga yang diperiksanya. Salah satu kelemahan BPK adalah ia tidak 
memiliki fungsi penindakan, sebagaimana yang dimiliki KPK. Kelemahan itu 
sedikit banyak berhasil ditutupi hingga BPK mencatat prestasi di atas. 


Mulai Senin (7/9), DPR melakukan seleksi pimpinan BPK terhadap hampir  50 
calon. Terdapat harapan agar DPR, yang akan mengakhiri masa tugasnya, melakukan 
seleksi dengan sebaik-baiknya agar magnitude pemberantasan korupsi tidak 
menurun, melemahkan realisasi transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. 


Belakangan ini terdapat kekhawatiran bahwa DPR akan meloloskan beberapa orang 
yang memiliki latar belakang terkait masalah hukum. Dapat dibayangkan, apa yang 
akan terjadi bila pimpinan BPK periode 2009-2014 memulai kerja dengan 
kredibilitas yang ternoda. Kita semua menunggu hasil seleksi DPR. Dari 
hasilnya, masyarakat dapat menilai seberapa besar komitmen DPR dalam 
memberantas korupsi, disertai kesadaran bahwa beberapa anggotanya telah 
terjerat kasus korupsi. n


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke