http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?id=1822&ik=32


Datang di Kala "Ketanggungan" 

Minggu 28 Desember 2008, Jam: 6:54:00 
Dalam kamus perselingkuhan, suami berbulan-bulan tak pulang itu adalah berkah. 
Karenanya Ny. Wiwik begitu bebas merdeka memasukkan lelaki asing dalam 
kamarnya. Namun perhitungan Ny. Wiwik, 38, kali ini meleset. Saat dia tengah 
"ketanggungan" bersama Mugono, 45, eh suami mendadak datang. Kacaulah semuanya! 

Awalnya rumahtangga Wiwik - Haryadi, 44, demikian damai sejahtera, tata tentrem 
kerta raharja kata kidalang. Sebagai pekerja ulet Haryadi bisa memanjakan 
istrinya yang ibu rumahtangga murni. Segala kebutuhan baik lahir maupun batin, 
semua tercukupi. Ibarat kata tugas Ny. Wiwik hanyalah mamah (makan) dan mlumah 
(melayani di ranjang). Apa lagi hadist Nabi mengatakan: bersegeralah ketika 
suamimu "mengajak" kapan saja! 

Hari-hari indah itu ternyata tak berlangsung lama. Jauh sebelum krisis ekonomi 
global, kehidupan pasangan itu mulai nggombal (baca: morat-marit). Ketika ada 
pengurangan tenaga di kantor, ternyata Haryadi termasuk yang harus pensiun 
dini. Tragisnya, meski dia seorang sarjana ekonomi ternyata mencari pekerjaan 
pengganti tidaklah mudah. Walhasail uang pesangan dari perusahaan yang tidak 
begitu besar, ludes untuk makan sehari-hari. Ironis kan, sarjana ekonomi kok 
ekonominya amburadul. Apakah Haryadi dulu kuliah di Fakkultas Ekonomi jurusan 
ekonomi morat-marit? 

Seperti biasa, ketika ekonomi tak stabil, rumahtangga pun jadi goyah. Perang 
Baratayuda Jayabinangun 12 seri tamat, sering terjadi di rumah warga Margorejo 
Kecamatan Sayegan Kabupaten Sleman (DIY) ini. Wiwik suka marah-marah pada 
Haryadi, menuduh lelaki yang tidak kreatip. Tidak bisa ngayani (memberikan 
kekayaan), bisanya hanya ngayeli (menyetubuhi) saja. "Kalau hanya begitu, anak 
SMP juga bisa.." Kata Wiwik meremehkan suami. 

Emosi Wiwik sudah tak terbendung, bahkan dia tega mengusir suami dari rumah 
yang dibangun bersama. Mungkin karena memang merasa gak sembada (tak bisa 
mencukupi), Haryadi menurut. Dia pergi begitu saja tanpa pamit, ke mana 
tujuannya tidak jelas. Yang pasti, Wiwik justru merasa bebas merdeka dan 
berdaulat penuh di bawah panji-panji revolusi. Dan sejak itu pula Wiwik membuka 
peluang masuknya "investor" baru, untuk bekerja sama yang saling menguntungkan 
dan menggairahkan! 

Husssy..., kok pakai gairah segala? Lha memang iya. Asal tahu saja, sejak 
ekonominya kolaps, Wiwik sering menerima bantuan lelaki duda tetangganya, 
Mugono. Dan karena di dunia ini tak ada yang gratis kecuali misuh (memaki), 
budi tetangga itu harus pula dibayar dengan bodi. Maksudnya, Wiwik harus 
menyerahkan tubuhnya bulat-bulat dan telanjang bulat untuk menuntaskan nafsu 
Mugono. Awalnya sing memang berat, tapi lama-lama kok juga nikmat. 

Akhirnya hubungan itu menjadi saling menyuka, sehingga untuk memuluskan 
perselingkuhan tersebut dengan sengaja Wiwik "mendeportasi" suaminya. Mugono 
pun semakin bebas untuk memberikan bantuan materil dan onderdil. Tentu saja ini 
enak bagi Mugono - Wiwik, tapi sangat nyeseg di dada Haryadi. Masak suami 
sendiri malah berbulan-bulan ditelantarkan. "Bagaimana pun juga STNK dan BPKB 
masih atas nama saya, sehingga berhak mengendarai kapan saja," begitu pikir 
Haryadi di tempat pengasingannya. 

Tibalah hari malang itu. Saat Haryadi pulang ke rumah sendiri untuk "rapel 
rindu", eh di rumah dia justru memergoki ketika bininya tengah disetubuhi 
Mugono lelaki tetangganya sendiri. Untung dia tak emosian. Haryadi memanggil 
sejumlah warga, dan pasangan yang sedang "ketanggungan" itu digerebek. Maunya 
Mugono, persoalan ini didamaikan saja, tapi Haryadi tak peduli dan membawa 
persoalan ini ke Polsek Sayegan. Terpaksalah Polres Sleman jadi sibuk gara-gara 
urusan "si leman". 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke