Menakar Kekuatan Politik PKS Selasa, 26/05/2009 14:55 WIB Cetak |
Kirim<http://www.eramuslim.com/berita/analisa/send/menakar-kekuatan-politik-pks>
|
RSS <http://www.eramuslim.com/berita/analisa/rss>

*Oleh : Fathuddin Ja’far, MA*

*Direktur Spiritual Learning Centre*

*Jl. Prof. Lafran Pane No. 198 Cimanggis Depok*

*Email: jafarfathud...@yahoo.com*
[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
Akhirnya teka teki itu terjawab juga. Nyata sudah ke mana kapal PKS
bersandar dalam Pilpres 2009 yang akan datang. Dengan langkah yang mantap,
PKS menyatakan dukungannya pada pasangan capres dan cawapres SBY-Boediono.
Tanpa ragu, para petinggi PKS mulai mensosialisasikan keputusan politik
praktis mereka kepada para pimpinan dan kader di daerah, di antaranya
melalui pesan singkat Presiden PKS, Tifatul Sembiring yang menjelaskan duduk
perkara koalisi tersebut. Anehnya, sehari sebelum keputusan itu diambil,
sang Presiden PKS masih ngotot bahwa pasangan SBY-Boediono adalah pasangan
yang tidak pas karena tidak mencerminkan gabungan Islam-nasionalis. Hal itu
hanya akan menyulitkan partai untuk menjelaskannya kepada konstituen dan
pendukung partai. Semua itu akan menyebabkan mesin poltik pada Pilpres
mendatang menjadi macet. Sehari kemudian, tiba-tiba sikap keras itupun buyar
dan berbalik 180 derajat, sesaat setelah pertemuan empat mata antara ketua
Majelis Syuro PKS Ust, Hilmi Aminuddin dengan
SBY<http://pemilu.detiknews.com/read/2009/05/15/174332/1132202/700/tifatul-susul-hilmy-temui-sby-di-hotel-sheraton>di
Bandung 15 Mei yang lalu.

Sebab itu, akrobatik dan permainan sulap politik PKS tersebut menarik untuk
dipelajari dan disoroti, agar umat Islam umumnya dan para kader PKS
khususnya dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh PKS,
khususnya pada kalangan elitenya.

Sebelumnya, pada Jumat, 01 Mei 2009 Sapto Waluyo, salah seorang kader PKS
menuliskan kegundahannya pada harian Republika dengan judul *Komunikasi
Politik PKS*<http://www.republika.co.id/koran/24/47641/Komunikasi_Politik_PKS>.
Tulisan tersebut sangat menarik. Kendati tulisan itu pendek, tapi mengenai
sasaran utamanya. Kalau tidak salah, ini adalah kader PKS pertama dalam
sejarah hidup partai yang mengklaim sebagai partai dakwah itu, yang berani
mengkiritik langsung para petingginya secara terbuka. Dengan munculnya
tulisan tersebut, paling tidak saudara Sapto Waluyo telah memulai *sunnah
hasanah* (tradisi baik) dalam tubuh PKS itiu sendiri, yakni mengajak para
elite partai itu untuk introspeksi diri dan mau mendengar nasehat dari kader
atau dari siapa saja yang selama ini nyaris diharamkan. Atau dengan kata
lain, mau melakukan *nahi munkar* di kalangan internal, khususnya terhadap
kalangan elite sendiri.

Tidak berlebihan, jika dikatakan tulisan Sapto Waluyo mengandung sejuta
makna. Sebagai seorang kader dan sebagai insan media yang biasanya memiliki
penciuman tajam, pastilah Sapto Waluyo mengenal banyak hal tentang seluk
beluk para elite PKS dalam memimpin partai yang didirikan pertama kalinya
untuk kepentingan dakwah Islam, bukan kepentingan nasionalisme, sekularisme
dan jangka pendek/pragmatisme para elitenya.

Apa yang sedang menjadi keprihatinan Sapto Waluyo - dan mungkin juga ribuan
kader lainnya - dari tulisan tersebut dapat digarisbawahi sebagai berikut :
[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
*Manuver dan pernyataan elite PKS yang memancing kontroversi. PKS
berperilaku bak debt collector yang main ancam demi mencapai kepentingan
politiknya. Setiap pernyataan dan manuver elite PKS ternyata tak diukur
manfaat dan mudharatnya terlebih dulu. Karena itu, PKS mengusulkan figur
nonpartai. Ini seperti merendahkan posisi PKS sendiri, betapa manuver
berkoalisi tanpa daya tawar yang memadai. Ketiga contoh itu mencerminkan
betapa buruknya komunikasi politik sebagian elite PKS. *

*Kapasitas PKS sebagai learning organization mulai diragukan. Sesungguhnya,
PKS telah 'dihukum' publik dan pemilih yang kritis dengan 'kekalahan' di
Jakarta, Depok, Bekasi, Bandung, dan kota-kota besar lain. 'Jurus dewa
mabuk'  sebagian elite PKS dan iklan yang warna-warni. Target nasional 20
persen suara masih terlalu jauh dari jangkauan karena kesalahan strategi.
Bahkan, prediksi yang realistik 12-15 persen suara pun tak tercapai.*

Sesungguhnya bagi yang mengenal para elite PKS, bahkan jauh sebelum era
partai, yakni sekitar tahun 80an sampai 90an, apa yang menjadi keprihatinan
seorang Sapto Waluyo dan mungkin juga ribuan simpatisan lainnya tidaklah
mengherankan. Karena bibit-bibit ketidak beresan itu sudah nampak jauh
sebelum partai itu berdiri. Karena itu, sulit diharapkan PKS akan menjadi
partai politik Islam yang besar selama carut marut elitenya tidak bisa
diperbaiki. Hayalan sebagaian elitenya ingin mengalahkan Masyumi yang
berhasil meraih 20 % suara pemilu tahun 1955, akan semakin jauh panggang
dari api. Apalagi jika ingin menjadi teladan bagi partai dan ormas Islam
lainnya dalam menegakkan ajaran Islam di negeri Islam terbesar di dunia saat
ini.

Tulisan ini, mencoba membahas akar permasalahan yang sedang melilit tubuh
PKS dan para elitenya, sehingga menyebabkan kondisi PKS carut-marut seperti
sekarang ini. Ajaibnya lagi, sebagian besar kadernya belum menyadari dan
bahkan selalu membelanya dengan membabi buta. Tak heran jika ada yang
mengatakan, PKS ibarat pohon yang sedang mengalami keropos dari dalam. Kalau
tidak diterapi secara maksimal, – mungkin dengan cara amputasi - tidak
mustahil partai dakwah itu akan roboh tahun 2014 yang akan datang, atau
paling tidak mengalami *set back* seperti yang sudah dan sedang dialami
partai-partai Islam lainnya seperti PPP. PBB dan PBR. Karena itu, tulisan
ini bertujuan memberikan masukan dalam perspektif dakwah Islam.

* [image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
<http://www.thejakartapost.com/news/2008/05/05/presidential-hopefuls-abound-pks-celebration.html>Fenomena
PKS*

Sebelum membahas akar permasalahan yang sedang melilit PKS, alangkah baiknya
kita baca fenomena PKS melalui fakta terkait perolehan suaranya sejak tahun
1999 sampai 2009. Pada Pemilu 1999, yakni setelah satu tahu umurnya, yang
saat itu bernama Partai Keadilan (PK) meraih sekitar 1.6 % suara. Perolehan
suara partai yang kemudian berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) melonjak tajam pada Pemilu 2004, yakni menjadi sekitar 7.34 %. Pada
Pemilu 2009, PKS hanya meraih sekitar 7.88 %.

Yang menarik untuk dicermati, kendati perolehan suara secara persentase naik
tipis sekitar 0,5 %, namun bila kita lihat dari total perolehan suara,
sebenarnya menurun sekitar 130,000 suara. Di kota-kota besar seperti Jakarta
dan sekitarnya penurunan itu sangat tajam. Sebaliknya di beberapa daerah
mengalami kenaikan. Di DKI Jakarta misalnya, pada Pemilu 2004 PKS meraih
sekitar 1,1 juta suara. Kemudian pada Pilkada DKI Jakarta setahun lalu, PKS
meraih 1,53 juta suara. Menurut berabagai sumber, Adang membawa sekitar 0,5
sampai 0,6 juta suara. Jika data itu benar, berarti suara PKS di Jakarta
dalam kurun 4 tahun mengalami penurunan sekitar 0,1 sampai 0,2 juta suara.
Kemudian pada Pemilu 2009 yang baru lalu PKS hanya meraih suara sekitar 0,69
juta. Artinya, lima tahun belakangan suara PKS di DKI Jakarta merosot tajam
sekitar 0,41 juta suara atau sekitar 37,27%. Kemerosostan tersebut
menyebabkan PKS hanya meraih rangking tiga pada Pemilu 2009 di mana pada
Pemilu 2004 meraih rangking pertama. Kali ini yang menjadi rangking pertama
adalah PD dengan perolehan suara 31,89 %, kemudian PDIP 15,89% dan disusul
PKS 13,12%.

[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
<http://renimaldini.wordpress.com/2008/10/11/ererw/>Kecenderungan penurunan
suara PKS itu sebenarnya sudah terlihat tiga tahun belakangan di berbagai
Pilkada seperti DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, Jawa Barat, Sumatera
Utara, (kendati menang pada dua propinsi ini dengan menggandeng tokoh dari
PAN dan Golkar) dan berbagai daerah lainnya. Sayangnya, gejala penurunan
tersebut ditanggapi secara keliru oleh para elite PKS. Untuk mendongkrak
suara bukannya dengan memperbaki kinerja dakwah, mereka malah mengikuti pola
dan strategi yang biasa dilakukan oleh partai-partai politik lainnya yang
tidak mengedepankan nilai-nilai Islam, di antaranya jorjoran kampanye dengan
menghamburkan dana besar-besaran, bahkan dengan menampilkan penyanyi dangdut
dan band-band terkenal serta berbagai trik lainnya yang tak terpuji seperti
menggandeng calon-calon kepala
daerah<http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=3605> yang
bermasalah<http://www.batamtoday.com/news/read/2009/05/1201/14220.Tiga-Anggota-Komisi-IV-DPR-Jadi-Tersangka-Kasus-Tanjung-Api-api.html>.
Kaedah yang diterapkan adalah, *yang penting kontribusi dananya Bung!* Asal
muasal dananyapun sudah tidak menjadi penting.. Setidaknya, menurut
pengakuan sekjen PKS, Anis Matta, 36
milyar<http://politik.vivanews.com/news/read/52351-dana_kampanye_pks_minim_tapi_hasil_memuaskan>ludes
buat kampanye. Walaupun menurutnya, dana sejumlah itu tergolong kecil
dibanding partai-partai lain.
[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
Pada Pemilu 2009 yang lalu, perilaku-perilaku tak terpuji itu semakin
menggila. Lihat saja iklan-iklan
PKS<http://www.youtube.com/user/sahabatpkssejati>di tv dan iklan-iklan
raksasa para caleg PKS yang terpampang di berbagai
kota. Bendera, pamphlet dan spanduk yang mewarnai jalan-jalan protokol dan
kampung yang terkadang tumpang tindih. Bukankah itu suatu kemubaziran?
Apalagi jika ada yang bertanya : dari mana uangnnya diperoleh? Karena
kebanyakan mereka dikenal beberapa tahun lalu masih biasa-biasa saja.
Wajah-Wajah caleg wanita PKS yang dipampang pada spanduk dan baliho di
pinggir-pinggir jalan berdampingan dengan para caleg kaum prianya dengan
style genit dan menggelikan yang 10 tahun lalu masih dianggap haram. Belum
lagi persaingan yang tidak sehat yang terjadi di antara sebagian caleg dalam
merebutkan kursi yang sama setelah keputusan MK yang tidak memberlakukan
nomor urut. Di samping itu semua, tercium pula sebagian caleg PKS juga
menggunakan politik uang untuk membeli suara rakyat sebagaimana yang sering
dilakukan oleh sebagian caleg dari partai-partai lain yang tidak menggunakan
nama Islam.

Kendati belum terdengar para caleg PKS yang mengambil kembali sumbangannya
ke Masjid, atau gila dan bunuh diri akibat kalah dalam Pemilu 2009 yang lalu
seperti yang terjadi pada banyak caleg dari partai-partai lain, namun
demikian bukan berarti sebagian caleg PKS yang tidak lolos itu tidak
bermasalah. Kita sudah mendengar selentingan tentang kekesalan sebagian
caleg yang tidak lolos dan menyebut-nyebut upayanya dalam membantu
masyarakat seperti, mengepush dinas PU tertentu untuk membangun fasilitas di
desa tertentu. Setelah sang caleg tersebut kalah di desa itu dan bahkan
dapat suara hanya satu, dengan serta merta caleg tersebut emosi dan meminta
kalangan PU terkait agar fasilitas yang sedang dibangun di desa tersebut
segera dipindahkan ke tempat lain. Sungguh memalukan…

Dengan gaya dan cara kerja seperti itu, para kader dan elite PKS lupa bahwa
mereka sedang melakukan blunder atau menggali kuburan sendiri. Karena banyak
hal yang mereka lakukan bertolak belakang dengan prinsip dan nilai-nilai
dakwah yang mereka dengungkan selama ini, di antaranya terkait dengan
keikhlasan beramal. Mereka juga lupa mayoritas pendukung, khususnya dari
kalangan simpatisan PKS itu orang-orang yang menginginkan kebaikan dan
perubahan berdasarkan nilai-nilai Islam, bukan nilai jahiliyah. Di samping
itu, konsentrasi penuh terhadap pola-pola dan aktivitas-aktivitas politik
praktis tradisional yang mereka lakukan tidak mampu dan tidak akan pernah
mampu mempengaruhi pola fikir masyarakat untuk mendukung dan mencintai PKS
sebagai partai dakwah, termasuk kepada para kader yang kritis dan jujur
dalam menerapkan ilmunya.

[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
<http://pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=7141>Sebuah fakta yang tak
terbantahkan, dari sekitar 8 juta suara yang diraih PKS, kontribusi kader
pendukung dan simpatisan mencapai sekitar 7 juta orang. Artinya, yang
kemungkinan loyal mutlak sampai akhir hayat kepada PKS itu adalah para kader
inti partai sekitar 12,5% atau sekitar 1 juta orang. Di samping itu terdapat
juga sebagian kader pendukung yang bersikap terhadap PKS seperti kader
intinya. Mereka inilah yang setiap saat didoktrin dengan berbagai doktrin
agama (sebut : menggunakan agama) yang terkadang dijelaskan jauh dari
pemahaman yang sebenarnya, sehingga mereka tidak sempat menggunakan akal
sehat dalam membaca sepak terjang para petinggi partai dan menalar fenomena
yang ada. Bahkan, belajar nilai-nilai Islampun seakan sudah tidak perlu
lagi, karena semua apa yang dilakukan elite selalu mendapat stempel kesucian
dan kebenaran lembaga tinggi partai yang bernama Dewan Syari’ah atau Dewan
Syuro. Setiap saat para kader hanya dijejali informasi satu arah bersifat *top
down* dan kewajiban mentaati semua keputusan elite atau lembaga tinggi
partai serta larangan menalar dan mempertanyakannya.

[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
<http://pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=7141>Dalam berkoalisi
(musyarokah) misalnya, sejak 2004 sampai hari ini, petinggi PKS selalu
menggunakan doktrin “ *muhtamal rojih fauzuhu* (berkoalisi dengan yang
kemungkinan besar menang). Doktrin sesat dan menyesatkan ini turun dari sang
petinggi partai yang konon dinisbatkan ke tokoh dakwah dari luar sana. Sebab
itu, doktrin tersebut dianggap oleh para kadernya sebagai SABDA yang haram
untuk dipertanyakan kebenaran syar’inya. Kalau ada satu atau dua kader yang
mempertanyakan, para petinggi pasti menjawabnya dengan jawaban yang ngawur.
Sebaliknya, kita sering mendengar ungkapan konyol dari kader dalam
menanggapi kritik masyarakat terhadap PKS, seperti, *tidak mungkin para
petinggi partai itu salah, karena mereka orang-orang baik (mengerti agama)
dan para doktor syari’ah. Tsiqoh (percaya) ajalah!* Kader seperti ini
(mayoritas) pada hakikatnya sedang menikmati hidup dengan berprinsip membabi
buta : *right or wrong is my party dan right or wrong is my leader*. Dalam
istilah Hadits Rasul Saw, mereka ini disebut dengan *“imma’ah”*, alias
pengekor. Namun demikian, diperhitungkan ada sekitar 10 % kader partai yang
masih kritis, kendati tidak berani menyuarakan fikiran, isi hati, ilmu dan
pendapat mereka.

[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
<http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=4326>Kondisi tersebut di
atas diperparah lagi oleh ketidak jelasan visi dan misi PKS sebagai sebuah
partai dakwah. Bukankah sebuah partai dakwah atau Partai Allah itu memiliki
*visi khilafatullah* dan *misi ibadah *melalui penegakkan syari’at Allah di
atas muka bumi? Apa yang tampak jelas ialah, segelintir elite yang haus
kekuasaan dan oportunis di PKS malah sibuk bernegosiasi (baca : menjajakan
diri dan partai) ke sana dan kemari membangun sebuah koalisi Pilpres 2009
yang dibungkus dengan “kepentingan partai dan masyarakat”, seperti halnya
yang mereka pertontonkan pada Pilpres 2004 yang lalu. Musyarokah (koalisi)
sudah berjalan hampir genap 5 tahun. Apa hasilnya? Apa menunggu koalisi 5
tahun lagi, kemudian 5 tahun lagi dan seterusnya? Yang jelas adalah, apa
yang mereka lakukan tidak lebih dari sebuah koalisi pragmatis jangka pendek.
Tidak peduli hasilnya seperti apa. Sebab itu, tak salah jika ada yang
mengatakan koalisi yang dilakukan PKS sama sekali tidak ada kaitannya dengan
kemaslahatan Islam dan umat Islam jangka pendek, apalagi jangka panjang.

[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
<http://pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=7141>Di tengah akrobatik dan
permainan sulap poltik praktis tersebut, sebagian elite lain sibuk pula
menjawab pertanyaan atau isu-isu yang dilontarkan oleh orang atau kelompok
anti Islam seraya berkata: Saya bukanlah
*wahabi*<http://politik.vivanews.com/news/read/53344-hidayat__saya_dan_pks_bukan_wahabi>(mengikuti
pemahaman akidah Islam yang diajarkan Muhammad Bin Abdul Wahab)
kendati meraih pendidikan tinggi dari Saudi Arabia. Tidak semua lulusan
Saudi itu wahabi, katanya dengan bangga.

Yang lebih mengenaskan lagi, mereka sibuk menjawab dan mengeluarkan
statement untuk berkomitmen tidak menerapkan hukum
Islam<http://www.republika.co.id/berita/47980/Hidayat_Promosi_PKS_ke_Pengusaha_Tionghoa>atau
syari’at Allah di atas bumi Allah yang bernama Indonesia jika PKS
berkuasa. Bahkan ada yang mengatakan syari’at Islam itu agenda masa
lampau<http://warnaislam.com/berita/negeri/2009/1/30/66000/Zulkieflimansyah_Pemilu_2009_PKS_Tak_Jualan_Syariat_Islam.htm>.
Kalau ditanya oleh kader, mereka berkilah, ini hanya strategi menjaga
dakwah.

Perlu mereka ketahui, ucapan tersebut tidak pantas diucapakan oleh tokoh
partai dakwah dan hanya pantas diucapkan oleh tokoh partai nasionalis dan
sejenisnya. Apakah mereka sudah menyakini kebenaran finalnya Pancasila dan
UUD 45 sebagai landasan sebuah negara sehingga Al-Qur’an dan Sunnah
diletakkan di bawahnya atau dibuang begitu saja? Atau karena gemetaran
menerima pertanyaan dari kalangan pengusaha Cina? Jika asumsi pertama yang
terjadi, berarti itu adalah ucapan kekufuran yang mengakibatkan akidah jadi
bermasalah. Bila yang kedua yang dimaksud, maka itu adalah ucapan
kemunafikan. *Na’uzubillahi min dzalik*.

Sepertinya, semua itu dilakukan hanya demi mengejar jabatan dan kursi
cawapres dan sebagainya. Akhirnya, kursi cawapres yang diincar tak kunjung
diraih. Sementara partai nasionalis seperti Hanura dan Gerindra yang meraih
suara jauh di bawah PKS malah mendapat kursi yang mereka incar, minimal
kursi cawapres. Apa yang dilakukan elite PKS itu persis bak kata
penyair : *Kami
tambal dunia dengan merobek-robek agama kami. Akhirnya agamapun lenyap dan
dunia yang ditambalpun juga tak kunjung dapat*.

Melihat fenomena tersebut sulit diharapkan PKS akan menjadi partai politik
Islam yang besar, kuat dan diprediksi mampu merubah kehidupan jahiliyah di
negeri ini menjadi kehidupan islami yang menjadi syarat utama terwujudnya
sebuah negeri *“Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”*, sebuah negeri baik
yang mendapat ampunan Allah (Q.S. 34 : 15). Karena, secara nyata PKS tidak
memiliki *muqawwimat* (faktor-faktor pendukung) ke arah itu, bahkan
kehilangan jati diri sebagai sebuah partai dakwah.
[image: Menakar Kekuatan Politik PKS] Menakar Kekuatan Politik PKS
Menurut hemat saya, hal tersebut paling tidak disebabkan tiga faktor utama
berikut :

*1. Leadership Tradisional*

Leadership (kepemimpinan) yang diterapkan dalam tubuh PKS sangatlah
tradisional dan cenderung diktator, sejak dari tingkat paling atas sampai ke
tingkat yang paling bawah. Pola *top down* adalah suatu keharusan. Pemimpin,
apalagi pemimpin tertinggi nyaris berprilaku sebagai seorang suci yang tak
pernah bersalah dan mengetahui semua masalah. Apapun yang diinginkan dan di
sampaikan harus menjadi sebuah titah atau sabda yang wajib dilaksanakan.
Para kader tidak boleh menanyakannya, kenapa begini dan begitu. Apalagi
mengkritik dan meluruskan. Hampir tidak ada kesempatan diberikan kepada
kader untuk berfikir dan memahaminya dengan kaedah-kaedah ilmu yang benar.

Masih segar dalam ingatan kita saat menjelang Pilpres 2004 lima tahun lalu.
Betapa kehendak dan keinginan sang petinggi PKS bisa membatalkan hasil rapat
Majelis Syuro berkali-kali karena hasilnya berbeda dengan keinginannya.
Mayoritas anggota Majelis Syuro saat itu menginginkan dukungan terhadap
capres Amien Rais. Sedang pucuk pimpinannya Ust Hilmi Aminuddin dan
segelintir anggota Majelis Syuro yang sepaham dengannya menginginkan
dukungan diberikan kepada Jendral Wiranto. Kendati keputusan akhir Majelis
Syuro yang diputuskan sehari sebelum Pemilu presiden 2004 berpihak kepada
Amien Rais, namun di lapangan kasak kusuk pimpinan dan mereka yang sepaham
dengannya tetap saja terjadi. Kami pernah mengkonfirmasi kepada salah
seorang kader yang ditelpon langsung sang pemimpin sebelum memilih sambil
berkata : “Yang memahami dakwah pasti mendukung Wiranto”. Yang lebih sadis
lagi ialah setiap kader yang berani mengkritik pemimpin secara terus terang,
pasti umurnya di partai tidak akan lama alias dipecat. Pemecatannyapun tidak
perlu mengikuti aturan main yang ada.

Yang menyedihkan lagi ialah, pola kepemimpinan seperti ini sudah menular
sampai ke level terbawah, yakni kelompok-kelompk pengajian yang dikelola
langsung oleh partai tingkat Depera. Anggota kelompok pengajian mingguan
seringkali tidak mendapat respon hal-hal yang menjadi keberatan atau yang
perlu mendapat konfirmasi. Bila ditanyakan kepada ketua kelompok, kita akan
selalu mendengar ungkapan : *“ Tsiqoh (percaya) sajalah kepada jama’ah atau
partai karena sudah hasil syuro”* dan berbagai ungkapan lain yang aneh tapi
nyata.

Untuk menjadikan semua keputusan dan keinginan pemimpin berjalan dengan
mulus, pimpinan PKS menerapkan *enam rukun leadership* yang kesemuanya
diambil dari istilah-istilah syar’i (terminology Islam) yang amat populer,
yakni , *ta’at*, *tsiqoh* (percaya), *husnuzh-zhan*, *fiqhuddakwah*, *
ijtihad* dan *syura qiyadah* (musyawarah pemimpin). Akhir-akhir ini,
berkembang lagi dua istilah baru, yakni *zuhud* dan *qona’ah
fikriyah*(kepuasan berfikir). Istilah-istilah tersebut memang sangat
luar biasa
pengaruh positifnya dalam kehidupan berjamaah atau berpartai. Tapi, akan
menjadi malapetaka besar bagi sebuah jamaah atau partai jika pemahamannya
keliru atau diselewengkan. Di samping enam rukun tersebut, ada dua istilah
besar lain yang diajarkan pemahamannnya secara salah, yakni *jama’ah* dan *
bai’at*. Dua istilah terakhir sangat efektif untuk dijadikan alat pengendali
para kader agar tidak memiliki kesempatan berfikir kritis dan berbeda.

Sebab itu, sejak sebelum berdirinya partai sampai saat ini, kehidupan
berjamaah para kader terasa hanya satu arah, yakni *top down*. Belum pernah
terdengar seorang kader atau lembaga tinggi partai yang berwenang seperti
Dewan Syari’ah atau Majelis Syuro misalnya, menanyakan tanggung jawab
pemimpinya dan apakah tanggung jawab itu sudah ditunaikan dengan baik ,
maksimal dan adil, apalagi meminta pertanggung jawaban di hadapan Majelis
Syuro atau Dewan Syariah kendati sudah memimpin hampir 30 tahun. Selama itu
pulalah para kader selalu dituntut untuk taat dan tsiqah, apapun yang
diminta. Padahal sudah menjadi kesepakatan dunia, bahwa berlama-lama dalam
kepemimpinan itu cenderung menggiring sang pemimpin menjadi korup, apalagi
saat kepemimpinan dijalankan dengan represif dan diktator.

Dalam tradisi PKS tidak dikenal istilah *check and balance, transparansi,
akuntabilitas* dan sebagainya. Kepemimpinannya benar-benar tradisional,
mirip kepemimpinan gereja di abad pertengahan. Semua nilai kebaikan dan
kebenaran adalah monopoli tokoh agama yang sekaligus jadi pemimpin
masyarakat. Akibat lain dari model kepemimpinan tradisional yang dijalankan,
para kader jadi kehilangan rasa dan penciuman akan hak-hak mereka yang
dirampas atas nama agama, dakwah dan perjuangan, khususnya hak berjamaah,
berdakwah dan berislam secara benar yang dilandasi ilmu dan pemahaman.

*2. SDM Kurang Berkualitas*

Para elite PKS selalu bangga dan mengklaim bahwa partai mereka adalah partai
terdidik. Terdapat sekitar 200 orang kader yang berpredikat doktor dan
ribuan lainnya bergelar sarjana dalam berbagai lapangan. Secara kuantitas
harus diakui sangat signifikan. Persoalannya bukan terletak pada kuantitas,
akan tetapi pada kualitas. Sebuah pertanyaan yang selalu mengelitik kita
ialah, kemana saja ratusan doktor dan ribuan sarjana itu? Apa saja peran
yang sudah, sedang dan yang akan mereka mainkan dalam merekonstruksi
kehidupan umat dan bangsa ini, khususnya dalam dunia perpolitikan negeri
yang carut-marut ini?

Dalam perspektif dakwah, peran politik sebuah partai poltik Islam ialah
melakukan reformasi (perbaikan) sistem pemerintahan secara menyeluruh paling
tidak mencakup :

   1. Sistem politik.
   2. Hukum dan Perundang-undangan.
   3. Manajemen pemerintahan.
   4. Sistem pendidikan (formal dan informal).
   5. Sistem ekonomi dan bisnis.
   6. Kepolisian, militer dan keamanan
   7. Media dan sosial kemasyarakatan.
   8. Seni dan kebudayaan.

Dari delapan poin tersebut, reformasi apa yang sudah dilakukan oleh PKS
selama 10 tahun terlibat politik? Padahal mereka selau mengklaim sebagai
partai dakwah, bahkan mengklaim sebagai penganut paham dakwah Ikhwanul
Muslimin. Sebagai bahan masukan, alangkah baiknya kita melihat konsep ishlah
siyasi (reformasi politik) yang digagas Hasan Al-Banna, pendiri Ikhanul
Muslimin itu sendiri. Ada tiga hal yang menjadi fokus reformasi politik
Hasan Al-Banna :

   1. Aspek politik, hukum dan manajemen pemerintahan yang dirinci sebanyak
   10 poin seperti, Membasmi fanatik buta terhadap partai dan mengarahkan
   kekuatan politik umat kepada kesatuan arah dan kesatuan shaf. Mereformasi
   perundang-undangan sehingga sesuai dengan syari’at Islam dalam semua
   cabang-cabangnya. Memperkuat militer, memperbanyak perkumpulan para pemuda
   (seperti pramuka dan sebagainya) dan membangkitkan semangat juang mereka
   yang dilandasi Jihad Islami (fi sabilillah). Memperkuat ikatan negeri-negeri
   Islam, khususnya negeri-negeri Arab, sebagai landasan mewujudkan pemikiran
   terkait tegaknya Khilafah yang sudah hilang. Membangkitkan spirit
   keberislaman di lembaga-lembaga pemerintahan sehingga semua warga merasakan
   akan kebutuhan mereka terhadap ajaran Islam. Mengontrol prilaku pegawai
   negeri dan tidak membedakan antara prilaku individu dengan profesi mereka.
   Membasmi KKN (sogok, upeti, hadiah dan sebagainya) dan berpatokan atas
   kecukupan dan ketentuan undang-undang saja. Menimbang semua aktivitas
   pemerintahan dengan timbangan Islam dan ajaran Islam. Maka aturan pesta
   peringatan hari-hari besar nasional, acara-acara resmi, penjara dan rumah
   sakit tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam dan demikian pula jam
   kerja tidak boleh bentrok dengan waktu-waktu shalat fardhu.
   2. Aspek sosial dan keilmuan yang dirinci sebanyak 30 poin seperti,
   Membiasakan masyarakat untuk menghormati etika umum, membuat
   petnjuk-petunjuk yang jelas untuk menjaga undang-undang terkait dan
   memberikan hukuman yang keras terhadap para pelanggarnya. Mengobati
   persoalan kaum wanita dengan obat yang menggabungkan antara ketinggian nilai
   dan penjagaan atas mereka sesuai dengan ajaran Islam agar persoalan
   masyarakat yang amat penting ini, tidak dibiarkan di bawah kasih sayang
   tulisan dan pendapat mereka yang mengabaikan atau berlebihan secara ekstrim.
   Membasmi pelacuran, baik yang sembunyi-sembunyi maupun yang terang-terangan
   dan menganggap perzinahan adalah tindakan kriminal yang harus diingkari.
   Apapun situasinya dan pelakunya harus dihukum. Membasmi perjudian, khamar
   sebagaimana juga narkoba dan mengharamkannya agar masyarakat terbebas dari
   kejahatannya. Menggalakkan pernikahan dan berketurunan dengan berbagai cara
   dan membuat undang-undang yang melindungi keluarga serta mencarikan solusi
   yang dihadapi. Memerangi berbagai tradisi yang berimplikasi negatif terhadap
   ekonomi atau moral. Mengarahkan masyarakat kepada tradisi-tradisi positif
   dan produktif dan pemerintah beserta segenap penyelenggara negara haruslah
   menjadi contohnya. Menyusun sistem dan startegi pendidikan yang mampu
   meningkatkan kualitas SDM dengan target-target yang jelas bagi setiap level
   pendidikan. Mengarahkan media massa agar menjadi sarana pendidikan dan
   hiburan yang cerdas dan bersih. Konsentrasi terhadap masalah kesehatan
   masyarakat dan mensosialisasikan masalah kesehatan tersebut serta
   memperbanyak sarana pelayanan kesehatan masyarakat seperti rumah sakit dan
   sebagainya agar mudah dan murah. Menata perumahan dan perkampungan yang
   berlandaskan keindahan dan kebersihan.
   3. Aspek ekonomi yang mencakup 10 poin. Di antaranya, mengatur masalah
   zakat, baik pemungutannya maupun pendistribusiannya berdasarkan syariat
   Islam, termasuk kebutuhan umum seperti panti jompo, anak yatim, fakir miskin
   dan penguatan militer. Mengharamkan riba dan memenej dunia perbankan
   sehinnga menuju transaksi bebas riba. Menggalakkan proyek-proyek ekonomi dan
   meciptakannya sebanyak mungkin sehingga mampu menampung seluruh potensi
   tenaga kerja dan melepaskan diri dari ketergantungan pada tenaga kerja asing
   dalam semua sektor. Menjaga masyarakat dari praktik monopoli ekonomi,
   memberikan batas-batas yang wajar serta mengarahkan perusahaan-perusahaan
   asing maupun nasional untuk kemaslahatan masyarakat. Memperbaiki selalu
   kondisi pegawai negeri dan buruh dengan cara menaikkan gaji mereka dan
   mengurangi jumlah pegawai level atas. Memotivasi sektor pertanian,
   perkebunan dan perindustrian serta berupaya selalu meningkatkan kualitas
   produksi pertanian dan industri. Mengutamakan proyek-proyek vital seperti
   infrastruktur ketimbang proyek-proyek mercusuar lainnya.

Agar tidak menjadi debat kusir, coba evaluasi dengan baik keberadaan PKS 10
tahun berpolitik dengan menurunkan ribuan kader sebagai anggota legislatif
dan sekian banyak yang terlibat di eksekutif. Reformasi apa gerangan yang
telah mereka lakukan berdasarkan cara pandang dakwah yang selama ini diklaim
dan didendangkan?

Melihat kenyataan di atas, kiranya tak perlu PKS berbangga dengan 200an
kadernya yang berpredikat doktor dan ribuan sarjana dalam berbagai bidang,
termasuk bidang syar’i. Berapa di antara mereka yang memiliki keahlian dalam
bidang ekonomi dan sistem keuangan Islam? Berapa di antara mereka yang
menguasai undang-undang pidana dan perdata Islam dengan segala macam
komparasinya dengan undang-undang jahiliyah lainnya? Berapa di antara mereka
yang menguasai konsep pendidikan Islam yang dapat memberikan solusi nyata
bagi keterpurukan SDM negeri ini? Berapa pula di antara mereka yang
menguasai konsep politik dan manajemen pemerintahan Islam sehingga menjadi
pemerintahan yang bersih dan kuat mengadapi ancaman dari dalam dan
penjajahan moderen dari luar? Berapa pula gerangan di antara mereka yang
memiliki keahlian mengatasi berbagai problematika sosial dan kemiskinan yang
semakin hari semakin meroket? Berapa mereka yang meguasai konsep media Islam
yang bersih dan cerdas sehingga media di negeri ini menjadi sarana
pendidikan dan hidburan yang bekualitas dan bersih dari unsur-unsur
kemungkaran dan syahwat? Berapa di antara mereka yang memiliki keahlian di
bidang strategi dan militer sehingga militer dan keamanan negeri yang amat
besar ini kuat dan terlepas dari pengaruh dan ancaman asing? Berapa pula
mereka memiliki peneliti-peneliti handal di bidang sains, teknologi,
ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya sehingga dapat menjadi referensi
negara dan masyarakat? Dan banyak lagi pertanyaan yang layak dilontarkan.

*3. Sentralistik Kekuasaan*

Persoalan yang tak kalah besarnya yang sedang meilit tubuh PKS adalah
sentralistik kekuasaan. Sentralistik dalam tubuh PKS nyaris mirip dengan
sentralistik yang dibangun pemerintahan Soeharto selama 32 tahun. Saat
petinggi PKS mengusulkan maaf bagi Soeharto, kemudian disusul dengan ucapan
belasungkawa atas meninggalnya Soeharto di koran nasional dan setelah itu
mengusulkannya menjadi pahlawan nasional, hakikat pola PKS dalam memenej
(baca : memerintah) para kadernya sebenarnya sudah terjawab, yakni apa yang
disebut dengan sentralistik atau seragamisasi mirip dengan zaman Orba.

Sentralistik dan seragamisasi telah melahirkan kader-kader yang taat buta
dan tidak berani berbeda pendapat. Besar kemungkinan para doktor dan sarjana
yang menjadi kader PKS tidak mampu membaca berbagai persoalan yang melilit
tubuh PKS, atau mampu membacanya tapi tidak berani mengemukakannya, bukan
karena mereka tidak pintar, melainkan kecerdasan mereka layu dan mengkerut
karena virus doktrin yang diambil dari ajaran Islam yang diselewengkan makna
dan tujuannya. Ambil saja istilah *bai’at* dan *jamaah* misalnya. Hampir
semua kader dipahamkan jika mereka berbeda pendapat dengan
*qiyadah*(pemimpin) dan mengeritiknya, hal itu bisa mencederai makna
*bai’at* dan *jamaah*. Karena kritis itu dianggap melanggar salah satu rukun
bai’at yaitu ta’at. Kritis yang dianggap melanggar bai’ah itu dapat pula
berimplikasi negatif terhadap keislaman mereka. Ini tentulah amat
menakutkan. Anehnya, pemahaman keliru seperti ini bukan hanya diamini
(diiyakan) oleh para kader yang tidak berlatar belakang syari’ah. Yang
berlatar belakang syari’ahpun sama-sama meyakininya.Mereka lupa bahwa rukun
bai’at yang pertama adalah *faham*.

Akibatnya sudah dapat diprediksi. Di antaranya, lembaga-lembaga tinggi
partai mandul. SDM-nya yang sangat potensial tidak berkembang dan bahkan
mundur. Tradisi keilmuan menjadi mati suri. Debat dan diskusi dua arah
lenyap ditelan bumi. Dominasi qiyadah (pemimpin) dengan segala levelnya
semakin menjadi-jadi. Ketergantungan tehadap pemimpin sangat tinggi dan
bahkan bagi sebagian kader telah menjadi candu. Arah dan tujuan hidup,
khususnya hidup dakwah tergantung kepada atasan. Terjadi kehidupan elitis
dan materialistik yang menggelikan dan mengerikan. Kendatipun pemimpin dan
para elitenya menari-nari di atas penderitaan kadernya, semuanya harus dapat
dimaklumi. Bahkan sebesar apapun kesalahan dan keteledoran mereka dalam
dakwah dan politik harus dipahami sebagai sebuah kebijaksanaan dan
kecerdasan. Seperti apapun sepak terjang politik pragmatis elite mereka
harus dilihat dengan kaca mata *husnuzh-zhan* (berbaik sangka). Nah, bila
ini yang terjadi, maka tunggulah kehancuran.

*Kesimpulan*

Jika persoalan-persoalan tersebut tidak dipahami, dirasakan dan dicarikan
solusi yang tepat berdasarkan ajaran Islam, sulit kiranya PKS akan menjadi
partai politik Islam yang besar, kuat dan diharapkan mampu merubah kehidupan
jahiliyah di negeri ini menjadi kehidupan islami. Doktrin-doktrin internal
hanya mampu meyakinkan mayoritas kadernya. Masyarakat luas, khususnya umat
Islam yang berjumlah hampir 200 juta semakin sulit dijangkau karena prilaku
elite dan sebagian besar kader mereka sendiri.

Namun demikian, PKS akan tetap menjadi partai politik tradisonal seperti
partai-partai Islam lainnya. Karena, konon menurut data survey, dari 10
orang Indonesia, hanya 3 orang yang kritis dan 7 orang lainnya ikutan saja.
Dari 3 orang yang *kritis* itu hanya satu yang jujur dan berani berkata
benar. Yang satu adalah *oportunis*, sedangkan yang satu lagi *safety player
*. Jika survey tersebut benar, meminjam istilah kader PKS sendiri,
sebenarnya harapan (perbaikan PKS) itu masih ada, tapi dengan syarat jika
satu yang kritis dari 10 orang itu siap berkata benar kendati pahit dan siap
menanggung apapun resiko organisasinya. Semoga... *Allahu a’lamu bish-shawab
*.



http://www.eramuslim.com/berita/analisa/menakar-kekuatan-politik-pks.htm


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke