Fitrah Kesucian Nafs

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Telah disebutkan dalam uraian sebelumnya bahwa pada dasarnya nafsu itu 
diciptakan Tuhan dalam keadaan sempurna (Q/91 : 7-8). Akan tetapi, ia dapat 
tercemar menjadi kotor jika tidak dijaga (Q/91 : 9-10). Tentang Nafs yang masih 
suci disebutkan dalam surat Alkahfi/18 : 74, dalam rangkaian kisah Nabi Khidir 
yang teks ayatnya telah ditulis di bagian depan. 

Istilah zakiyyah pada ayat tersebut di atas (nafsan zakiyyatan) merupakan sifat 
dari nafs sehingga nafs zakiyyah artinya jiwa yang suci. Dalam konteks ayat 
tersebut, pemiliki nafs yang suci itu adalah anak kecil sebagaimana juga 
disebut dalam surat Maryam : 19 ghulâman zakiyyan. Jadi, nafs yang secara fitri 
masih suci adalah nafs dari anak yang belum mukallaf, yang dalam hhal ini belum 
berdosa. 

Fakhr
 ar Razi mengutip perbedaan makna dari kalimat zakiyyah dan zâkiyah. Sebagian 
Mufasir memandang sama arti kedua kalimat itu. Akan tetapi sebagian 
membedakannya, seperti Abu ‘Amr Ibn al ‘Ala. Menurutnya, nafs zâkiyyah (dengan 
alif) adalah jiwa yang suci secara fitri, yakni belum pernah melakukan dosa, 
sedang nafs zakiyyah adalah jiwa yang suci setelah melalui proses tazkiyyatan 
nafs dengan bertobat dari perbuatan dosa. 

Kesucian nafs bersifat manusiawi, maka kotornya pun bersifat maknawi. Seseorang 
dapat memelihara kesucian nafs-nya manakala ia konsisten dalam ketakwaan. 
Sebaliknya, nafs berubah menjadi kotor jika pemiliknya menempuh jalan dosa atau 
fujur. Surat Assyams/91 : 7-10 menyebutkan bahwa sungguh rugi orang yang telah 
mengotori jiwanya (wa qod khôba man dassâhâ) kata dassa berasal dari kata 
dassa-yadussu yang arti lughowinya menyembunyikan sesuatu di dalam sesuatu. 
Dalam konteks ayat ini, orang mengotori jiwanya dengan perbuatan
 dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu, sebagain 
mufasir berpendapat bahwa ayat Alquran ini (Q/91 : 10) berkenaan dengan nafs 
orang saleh yang melakukan kefasikan, bukan jiwa orang kafir. Pasalnya, orang 
saleh, meski ia melakukan dosa, tetapi ia malu dengan perbuatannya itu sehingga 
ia lakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Berbeda dengan orang kafir yang 
melakukannya dengan terang-terangan. 

Alquran mengisyaratkan bahwa jiwa yang tercemar masih dapat diusahakan untuk 
menjadi suci kembali, baik dengan usaha sendiri, memalui pendidikan atau karena 
anugerah dan rahmat Allah seperti yang diisyaratkan oleh surat Q/9 : 103, Q/3: 
164. 

Artinya : Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman 
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka 
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) 
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Alkitab dan Alhikmah. Dan
 sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu mereka adalah benar-benar dalam 
kesesatan yang nyata (Q/3 : 164). 

Ayat Alquran tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang sesat masih dimungkinkan 
untuk dibersihkan jiwanya. Usaha atau proses penyucian jiwa itu disebut 
tazkiyyat an nafs. 

Sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke