Donnie wrote: > Pak Sabri, > > Memang sekarang jargonnya bukan humanitarian action atau movement, > tapi humanitarian industry dimana prinsip-prinsip industrialisme juga > berlaku dalam bisnis ini. yang parah adalah konsumennya tidak > mempunyai daya tawar yang cukup karena mereka tidak punya nilai tawar > (kasus aceh jadi menarik menurut saya), karena mereka dihadapkan > dengan bendera bantuan kemanusiaan. > > regards, > Donnie wah saya baru tahu humanitarian industry :=)) dan sebenarnya bukan masalah. Tapi mengumpulkan dana dari masyarakat dengan jualan "humanitarian" dan kesengsaraan orang, sungguh menjengkelkan. Terlalu banyak lembaga donor tidak mampu melakukan audit atas bantuan mereka. Kemungkinan saat ini di Aceh tumbuh subur berbagai NGO (lokal) untuk menjadi partner dan menjaring dana bantuan.
saya juga tidak tahu apakah cuma "kode etik" dan tidak ada konsekuensi legal bagi pelaksana proyek. secara pribadi saya merasakan cukup banyak pelaksana proyek tertentu tidak punya "fighting spirit" atas dana yg mereka kelola. Misal menghadapi "sengketa tanah" yg terlanjur mereka beli dengan uang dana bantuan, mereka lebih suka "kabur" atau membiarkan persoalan mandeg dan berburu dana lain untuk mengatasinya. di Aceh akan banyak yg sia-sia bila diteliti secara detil. Dana bantuan kemanusiaan itu "sangat mudah" dikorupsi. so sad :=( -- Registered User : Linux # 421968 Ubuntu # 13604