Re: [wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading
Saya percaya perubahan itu harus terjadi secara evolutif bukan revolutif.Perubahan yang revolutif memang bisa mendapatkan hasil dengan cepat tapi tidak akan sempurna.Jadi kayak buah aja yang matang karbitan dengan yang matang asli di pohon kan rasanya juga beda. Orang yang nggak pernah sholat sama sekali harus merasakan dahulu proses sesekali dia sholat lalu sholat lima waktu yang banyak bolong-bolongnya sampai dia sempurna melakukan sholat lima waktu.Dengan begini dia akan takut sekali meninggalkan sholat lima waktu karena merasakan susahnya untuk bisa berdisiplin melakukan sholat lima waktu. Dan dalam proses seperti ini yang diperlukan adalah sebuah dorongan bukan celaan ataupun paksaan. Hal seperti inilah yang kurang disadari oleh aktivis harokah dimana mereka sukanya yang instan-instan bahkan nikah pun pengennya instan. Satu hal yang paling menyedihkan dari pola kaderisasi ala harokah adalah terputusnya hubungan antara ulama dengan aktivis masjid.Bagi para aktivis masjid era 80 an- awal 90 an pasti cukup merasakan hubungan emas antara aktivis-ulama.Saya masih ingat bagaimana saya mendapatkan penjelasan mengenai kejawen dari dosen ushuluddin IAIN, saya cuma cegat beliau abis sholat dan langsung beliau menyanggupi kasih waktu. Waktu itu gak ada gap antara ulama dengan aktivis masjid , mau tanya apapun tidak peduli jam berapapun termasuk tengah malam sekalipun para ulama selalu siap membantu karena yah itu antara para aktivis dan ulama pada masa itu hubungannya cukup erat.Bagaimana kita waktu itu kadang sering bercanda bareng , makan baso bareng dll, makanya mudah aja untuk ketemu dan minta penjelasan dari mereka. Dan kaum harokah memutus hubungan ini.Antara aktivis masjid dengan ulama saat ini yah jalan sendiri-sendiri.Bagi aktivis harokah , ulama-ulama yang tidak masuk dalam kelompoknya otoritasnya tidak akan dapat pengakuan walaupun mereka mumpuni di bidang tafsir , hadis , aqidah dll. Yang berhak mendapatkan kepercayaan dari kader hanya ustadz-ustadz mereka saja yang rata-rata masih terlalu muda dan kebanyakan yah itu cuma ustadz karbitan.Akhirnya yah itu pemahaman agama mereka jadi aneh. - Original Message - From: "oman abdurahman" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Saturday, September 09, 2006 6:37 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading > Wahketinggalan jaman saya ini. Ternyata aktivis mesjid Salman sejak > tahun 1994 didominasi oleh harokah. Bisa diceritakan lebih lanjut mas Herri, > bagaimana "perbutan" aktivis itu berlangsung dan bagaimana corak kegiatan > Masjid Salman akhir-akhir ini? Ikut urun rembug dalam topik yang Mas Herri > kontribusikan disini. > > Dulu, antara tahun 1982-1986 memang saya sempat singgah dan tinggal sejenak > dalam lingkungan masjid Salman. Namun, hengkang di sekitar akhir 1986 hanya > karena beberapa hal yang saya tak sepakat sebagai model model aktivitas > mesjid disana. Diantara yang saya kurang sependapat ya model harokah itu > (yang pada waktu itu pun sudah mulai ada muncul gelagatnya), kemudian model > pelatihan/ studi (agama) intensif (LMD dan SII), mulai menurunnya > penghormatan terhadap spesialisasi keulamaan, serta ikut-ikutan memboikot > seorang ulama hanya karena beda paham/pendapat (waktu itu belum termasuk > beda madzhab). Hingga saat ini saya belum sempat mengunjungi masjid Salman > lagi, kecuali satu dua kali dalam konteks bukan urusan aktivitas mesjid. > > Model harokah waktu itu saya kira erat kaitannya (sebab-akibat) dengan > menjamurnya studi-studi islam intensif (model SII dan LMD). Dampak dari > semacam indoktrinasi atau sekurang-kurangnya menjejalkan pemahaman agama > yang semestinya long life education hanya dalam beberapa hari-malam saja > (dipungkas dengan semacam "ba'iat" lunak yang lebih bersifat pengakuan > kesalahan/dosa di ujung malam terakhir saya kira adalah semacam shock, > terutama menimpa kepada para peserta yang masa kecilnya kurang atau tidak > mendapat pendidikan agama secara tradisi (ngaji di surau atau mesantren > walau sebagai santri kalong). Apalagi jika alumni-alumni pelatihan tersebut > sebelumnya pernah melakukan dosa besar dan disadarkan oleh studi/pelatihan > tsb. > > Ada semacam spirit untuk dalam diri para alumni kaderisasi untuk > membersihkan diri, namun yang berkembang bukan akal sehat, melainkan ya itu > tadi, sikap beragama yang ekslusif. Dalam evaluasi sendiri, saya waktu itu > sudah mulai mempertanyakan: efektifkah metode palatihan semacam itu untuk > pengembangan keberagamaan yang sehat? Nabi saw saja perlu waktu puluhan > tahun untuk membina kader-kadernya, lha ini pemahaman agama cukup > disampaikan hanya dalam 7 hari-malam (belakangan lebih singkat lagi, hanya > 3-4 hari-malam) dan gawe seperti itu sudah diberi label pengkaderan? > > Di pertengahan tahun 1986-an saya tercengang ketika
Re: [wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading
Wahketinggalan jaman saya ini. Ternyata aktivis mesjid Salman sejak tahun 1994 didominasi oleh harokah. Bisa diceritakan lebih lanjut mas Herri, bagaimana "perbutan" aktivis itu berlangsung dan bagaimana corak kegiatan Masjid Salman akhir-akhir ini? Ikut urun rembug dalam topik yang Mas Herri kontribusikan disini. Dulu, antara tahun 1982-1986 memang saya sempat singgah dan tinggal sejenak dalam lingkungan masjid Salman. Namun, hengkang di sekitar akhir 1986 hanya karena beberapa hal yang saya tak sepakat sebagai model model aktivitas mesjid disana. Diantara yang saya kurang sependapat ya model harokah itu (yang pada waktu itu pun sudah mulai ada muncul gelagatnya), kemudian model pelatihan/ studi (agama) intensif (LMD dan SII), mulai menurunnya penghormatan terhadap spesialisasi keulamaan, serta ikut-ikutan memboikot seorang ulama hanya karena beda paham/pendapat (waktu itu belum termasuk beda madzhab). Hingga saat ini saya belum sempat mengunjungi masjid Salman lagi, kecuali satu dua kali dalam konteks bukan urusan aktivitas mesjid. Model harokah waktu itu saya kira erat kaitannya (sebab-akibat) dengan menjamurnya studi-studi islam intensif (model SII dan LMD). Dampak dari semacam indoktrinasi atau sekurang-kurangnya menjejalkan pemahaman agama yang semestinya long life education hanya dalam beberapa hari-malam saja (dipungkas dengan semacam "ba'iat" lunak yang lebih bersifat pengakuan kesalahan/dosa di ujung malam terakhir saya kira adalah semacam shock, terutama menimpa kepada para peserta yang masa kecilnya kurang atau tidak mendapat pendidikan agama secara tradisi (ngaji di surau atau mesantren walau sebagai santri kalong). Apalagi jika alumni-alumni pelatihan tersebut sebelumnya pernah melakukan dosa besar dan disadarkan oleh studi/pelatihan tsb. Ada semacam spirit untuk dalam diri para alumni kaderisasi untuk membersihkan diri, namun yang berkembang bukan akal sehat, melainkan ya itu tadi, sikap beragama yang ekslusif. Dalam evaluasi sendiri, saya waktu itu sudah mulai mempertanyakan: efektifkah metode palatihan semacam itu untuk pengembangan keberagamaan yang sehat? Nabi saw saja perlu waktu puluhan tahun untuk membina kader-kadernya, lha ini pemahaman agama cukup disampaikan hanya dalam 7 hari-malam (belakangan lebih singkat lagi, hanya 3-4 hari-malam) dan gawe seperti itu sudah diberi label pengkaderan? Di pertengahan tahun 1986-an saya tercengang ketika secara khusus menjumpai seorang psikiater, dr. Ibin Kutibin (buka praktek waktu itu di Jl. Pahlawan). Berawal dari suatu ceramah beliau untuk para alumni pelatihan-pelatihan tsb, beliau dalam ceramahnya - entah sengaja atau tidak, menyampaikan bahwa ia memiliki data lebih dari sepuluh alumni pelatihan telah berkonsultasi dengannya dalam konsultasi yang benar-benar sesuai bidang keahliannya (psikiater). Beliau dalam pertemuan khusus "lanjutan" dari perbincangan persoalan tsb menyatakan, bahwa secara mental para alumni yang berobat kepadanya itu memang sudah terganggu. Diantaranya, pada saat konsultasi awal ada yang mengaku sebagai malaikat, presiden, dsb tanda-tanda mentally disorder. Sejak saat itu tekada saya semakin bulat - karena mencegah tidak mampu - untuk meninggalkan kegiatan kaderisasi semacam itu. Warna aktivitas mesjid kampus yang dominan dengan kaderisasi semacam itu makin menjauhkan sebuah kegiatan yang dapat mensinergikan antara kewajiban para mahasiswa yang utama - atau paling tidak kewajiban awal ketika mereka datang ke kampus - yaitu menuntut ilmu dalam derajat mahasiswa (calon sarjana). Alih-alih berkembang teknologi madya yang aplikatif dan bermanfaat untuk masyarakat (yang boleh disebut salah satu ciri kegiatan masjid kampus periode akhir 1970-an), dari lingkungan masjid Salman malah berkembang kelompok-kelompok (usroh) mahasiswa yang mengambil alih porsi ulama yang mumpuni di bidangnya. Maka apa yang terjadi? Profesionalisme atau kepakaran dalam ilmu tafsir dan penyampaiannya kepada ummat diambil alih oleh "lulusan-lulusan" kaderisasi singkat tsb. Meski hal itu dilakukan dalam lingkungan ekslusif (pengajian khusus kelompok usroh alumni2 tsb), namun saya kira dampaknya merembes juga ke lingkungan sekitarnya (minimal keluarga mereka dan tetangga-tetangga). Dalam periode ini pula ditandai dengan banyaknya mahasiwa itb aktivis masjid Salman yang drop out hanya gara-gara sebelumnya pernah ikut kaderisasi singkat itu serta mengikuti pengajian ekslusif usroh2. Tekad saya semakin bulat untuk tidak terus beroase di masjid Salman. Dalam keputusasaan karena ke daun tak sampai dari akar pun sudah mulai tercerabut, yang berkembang adalah sikap "gimana gue" yang berselimutkan pembenaran-pembenaran agama hasil penafsiran sendiri. Maka, akal sehat pun sudah tak jalan lagi sebagaimana terbukti dengan ikut-ikutan saja memboikot seorang ulama hanya karena menurut kebijakan dewan pembina mesjid ulama tersebut sudah beda mazdhab yang tak terampuni. Gambaran di atas memang tidak berlaku untuk semuanya. Namun, apa yang hendak saya sampai
[wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading
Reposting artikel lama saya - Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading oleh Herri Permana Peristiwa perebutan kekuasaan oleh aktivis harokah ekstrim di YISC Al Azhar mengingatkan saya akan peristiwa serupa di Salman tahun 1994 dimana aktivis masjid yang concern pada masalah remaja kemudian disingkirkan dan dibersihkan hanya karena mereka bukanlah orang harokah. Gerakan remaja masjid mulai tumbuh pada era akhir 70 an yang diawali oleh keprihatinan para aktivis masjid terhadap remaja yang sangat jauh dari agama.Dan mereka pun bergerak untuk merubah masjid yang sebelumnya hanya sebuah menara gading yang berdiri angkuh tanpa memiliki kepedulian pada kondisi masyarakat sekitar untuk menjadi sebuah tempat yang ramah dan menarik bagi remaja. Berbagai acara pun dilakukan untuk menarik minat para remaja ke masjid , bahkan juga para aktivis masjid melakukan aksi jemput bola dengan keluar dari sarang mereka yang hangat dan nyaman untuk menemui dan memasuki lingkungan anak-anak remaja "gaul" yang hobby dansa dansi , balapan liar , gangster dll. Dan wajah masjid pun berubah , pada saat sholat berjamaah yang sebelumnya cuma didominasi orang-orang tua dan anak-anak kecil tiba-tiba terselip satu dua anak muda berambut gondrong , berpakaian kumal dengan tubuh penuh aksesoris bahkan tattoo ikut sholat bersama. Tidak berapa lama kemudian halaman parkir masjid penuh dengan motor trial dan balap dimana pemiliknya sibuk mengaji dan berdzikir di masjid. Ketika itu jumlah aktivis masjid melonjak pesat dari cuma puluhan membengkak menjadi ribuan orang.Dan masjid pun menjadi tempat yang ramah bagi remaja.Pada tengah malam terdengar beberapa pemuda dan remaja dengan tindik di telinga sibuk menangis setelah sholat malam , para remaja putri yang hamil di luar nikah tanpa ragu mencari perlindungan ke masjid.Masjid yang sebelumnya merupakan tempat angker dan dijauhi remaja sontak menjadi tempat gaul dan berlindung bagi remaja. Tidak ada yang pernah ditolak masuk masjid waktu itu, para aktivisnya selalu menyambut dengan senyuman ramah pada siapapun yang masuk, mereka bahkan tidak pernah memperlihatkan kesan jijik ketika bergaul dengan para junkies , anggota gank , penggemar musik metal dll, bahkan mereka diperlakukan sebagai seorang blood brothers dan siap membantu apapun yang mereka butuhkan. Tapi petaka kemudian datang.Kelompok radikal islam mulai menyusup, pertama sedikit lama-lama membesar lalu kemudian mencoba mendominasi. Perang pun terjadi antara para aktivis gaul dengan para aktivis harokah dimana kemenangan silih berganti diantara mereka.Tapi akhirnya satu demi satu masjid jatuh ke tangan mereka, lalu mereka pun mulai kembali menutup pintu masjid rapat-rapat dengan berbagai macam jenis rantai dan gembok. Dress code yang digunakan sebagai politik identitas pun digalakkan, aktivis muslimah yang jilbabnya kurang panjang jangan harap dapat jabatan dan dibolehkan ikut aktif, aktivis yang pikirannya "kurang islami" diusir semua dari masjid. Dan masjid pun menjadi tempat angker bukan cuma bagi remaja yang nyentrik tapi juga bagi remaja dan aktivis yang nyantri.Paham ukhuwah digantikan paham ashobiyah yang sempit, kelompoknya lah yang dianggap paling islam sementara fraksi lain dianggap menyimpang sehingga seluruh pengikutnya harus ditendang dan diusir dari masjid walaupun mereka itu rajin sholat , selalu bangun untuk sholat malam dll. Lalu mereka pun dengan enteng mengklaim sebagai aktivis dakwah, padahal mereka tidak pernah lagi mengajak orang ke masjid malahan mengusir orang dan memasang sekat yang tebal dengan selain anggota kelompoknya apalagi dengan masyarakat.Mereka mengklaim sebagai pejuang dakwah padahal mereka tidak pernah merasakan masa ketika menjadi remaja masjid lebih parah jadi anggota gank karena selalu diawasi aparat bahkan sesekali harus mampir ke kantor polsek atau koramil untuk ditanyai bahkan ditendangin. Bahkan mereka sekarang bersorak gembira merayakan kemenangan aktivis dakwah dengan mengusir dan menyingkirkan saudara mereka sendiri.Padahal para "leluhur" mereka lebih rela mukanya lebam oleh pukulan untuk pasang badan kalau ada yang diusir dari masjid atau dihalangi masuk masjid.Jadi klaim mereka justru perlu dipertanyakan , benarkan mereka aktivis dakwah atau aktivis penghancur dakwah.Dakwah itu artinya menyeru bukan mengusir * Penulis adalah mantan Sekretaris II Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Wilayah Jawa Barat (2000-2003) === Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ..
[wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) menjadi Menara Gading
Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading oleh He-Man * Peristiwa perebutan kekuasaan oleh aktivis harokah ekstrim di YISC Al Azhar mengingatkan saya akan peristiwa serupa di Salman tahun 1994 dimana aktivis masjid yang concern pada masalah remaja kemudian disingkirkan dan dibersihkan hanya karena mereka bukanlah orang harokah. Gerakan remaja masjid mulai tumbuh pada era akhir 70 an yang diawali oleh keprihatinan para aktivis masjid terhadap remaja yang sangat jauh dari agama.Dan mereka pun bergerak untuk merubah masjid yang sebelumnya hanya sebuah menara gading yang berdiri angkuh tanpa memiliki kepedulian pada kondisi masyarakat sekitar untuk menjadi sebuah tempat yang ramah dan menarik bagi remaja. Berbagai acara pun dilakukan untuk menarik minat para remaja ke masjid , bahkan juga para aktivis masjid melakukan aksi jemput bola dengan keluar dari sarang mereka yang hangat dan nyaman untuk menemui dan memasuki lingkungan anak-anak remaja "gaul" yang hobby dansa dansi , balapan liar , gangster dll. Dan wajah masjid pun berubah , pada saat sholat berjamaah yang sebelumnya cuma didominasi orang-orang tua dan anak-anak kecil tiba-tiba terselip satu dua anak muda berambut gondrong , berpakaian kumal dengan tubuh penuh aksesoris bahkan tattoo ikut sholat bersama. Tidak berapa lama kemudian halaman parkir masjid penuh dengan motor trial dan balap dimana pemiliknya sibuk mengaji dan berdzikir di masjid. Ketika itu jumlah aktivis masjid melonjak pesat dari cuma puluhan membengkak menjadi ribuan orang.Dan masjid pun menjadi tempat yang ramah bagi remaja.Pada tengah malam terdengar beberapa pemuda dan remaja dengan tindik di telinga sibuk menangis setelah sholat malam , para remaja putri yang hamil di luar nikah tanpa ragu mencari perlindungan ke masjid.Masjid yang sebelumnya merupakan tempat angker dan dijauhi remaja sontak menjadi tempat gaul dan berlindung bagi remaja. Tidak ada yang pernah ditolak masuk masjid waktu itu, para aktivisnya selalu menyambut dengan senyuman ramah pada siapapun yang masuk, mereka bahkan tidak pernah memperlihatkan kesan jijik ketika bergaul dengan para junkies , anggota gank , penggemar musik metal dll, bahkan mereka diperlakukan sebagai seorang blood brothers dan siap membantu apapun yang mereka butuhkan. Tapi petaka kemudian datang.Kelompok radikal islam mulai menyusup, pertama sedikit lama-lama membesar lalu kemudian mencoba mendominasi. Perang pun terjadi antara para aktivis gaul dengan para aktivis harokah dimana kemenangan silih berganti diantara mereka.Tapi akhirnya satu demi satu masjid jatuh ke tangan mereka, lalu mereka pun mulai kembali menutup pintu masjid rapat-rapat dengan berbagai macam jenis rantai dan gembok. Dress code yang digunakan sebagai politik identitas pun digalakkan, aktivis muslimah yang jilbabnya kurang panjang jangan harap dapat jabatan dan dibolehkan ikut aktif, aktivis yang pikirannya "kurang islami" diusir semua dari masjid. Dan masjid pun menjadi tempat angker bukan cuma bagi remaja yang nyentrik tapi juga bagi remaja dan aktivis yang nyantri.Paham ukhuwah digantikan paham ashobiyah yang sempit, kelompoknya lah yang dianggap paling islam sementara fraksi lain dianggap menyimpang sehingga seluruh pengikutnya harus ditendang dan diusir dari masjid walaupun mereka itu rajin sholat , selalu bangun untuk sholat malam dll. Lalu mereka pun dengan enteng mengklaim sebagai aktivis dakwah, padahal mereka tidak pernah lagi mengajak orang ke masjid malahan mengusir orang dan memasang sekat yang tebal dengan selain anggota kelompoknya apalagi dengan masyarakat.Mereka mengklaim sebagai pejuang dakwah padahal mereka tidak pernah merasakan masa ketika menjadi remaja masjid lebih parah jadi anggota gank karena selalu diawasi aparat bahkan sesekali harus mampir ke kantor polsek atau koramil untuk ditanyai bahkan ditendangin. Bahkan mereka sekarang bersorak gembira merayakan kemenangan aktivis dakwah dengan mengusir dan menyingkirkan saudara mereka sendiri.Padahal para "leluhur" mereka lebih rela mukanya lebam oleh pukulan untuk pasang badan kalau ada yang diusir dari masjid atau dihalangi masuk masjid.Jadi klaim mereka justru perlu dipertanyakan , benarkan mereka aktivis dakwah atau aktivis penghancur dakwah.Dakwah itu artinya menyeru bukan mengusir * Penulis adalah mantan Sekretaris II Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Wilayah Jawa Barat (2000-2003) - Original Message - Alhamdulillahilladzi Arsala Rosulahubilhuda Wadiinil Haq, Liyuzhirohuu A'ladiinikullihii Wakafaa Billahi Syahiidaa, Asyhadualaa Ilaahaillalloh Waasyhaduanna Muhammadan Abduhu Warosuuluh... Amma ba'du Ikhwan Wal Akhwat Fillah Rohimakumullah... Dakwah adalah jalan perjuangan setiap insan mukmin wal mukminah. Allah swt hanya memberikan dua pilihan kepada kita, yaitu bergabung dengan dakwah atau bergabung dengan selainnya. Masjid Agung Al-Azhar adalah salah satu simbol existensi umat islam dan perjuangan dakwah. Remaja Masjid Agung