Re: [wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading

2006-09-09 Terurut Topik He-Man

Saya percaya perubahan itu harus terjadi secara evolutif bukan
revolutif.Perubahan  yang revolutif memang bisa mendapatkan
hasil dengan cepat tapi tidak akan sempurna.Jadi kayak buah
aja yang matang karbitan dengan yang matang asli di pohon kan
rasanya juga beda.

Orang yang nggak pernah sholat sama sekali harus merasakan  dahulu proses
sesekali dia sholat lalu sholat lima waktu yang banyak bolong-bolongnya
sampai dia sempurna melakukan sholat lima waktu.Dengan begini
dia akan takut sekali meninggalkan sholat lima waktu karena
merasakan susahnya untuk bisa berdisiplin melakukan sholat lima waktu.
Dan  dalam proses seperti ini yang diperlukan adalah sebuah dorongan
bukan celaan ataupun paksaan.

Hal seperti inilah yang kurang disadari oleh aktivis harokah dimana mereka
sukanya yang instan-instan bahkan nikah pun pengennya instan.

Satu hal yang paling menyedihkan dari pola kaderisasi ala harokah adalah
terputusnya hubungan antara ulama dengan aktivis masjid.Bagi para aktivis
masjid  era 80 an- awal 90 an pasti cukup merasakan hubungan emas
antara aktivis-ulama.Saya masih ingat bagaimana saya mendapatkan
penjelasan mengenai  kejawen dari dosen ushuluddin IAIN, saya cuma
cegat beliau abis sholat dan langsung beliau menyanggupi kasih waktu.

Waktu itu gak ada gap antara ulama dengan aktivis masjid , mau tanya
apapun tidak peduli jam berapapun termasuk tengah malam sekalipun
para ulama selalu siap membantu karena yah itu antara para aktivis dan
ulama pada masa itu hubungannya cukup erat.Bagaimana kita waktu
itu kadang sering bercanda bareng , makan baso bareng dll, makanya
mudah aja untuk ketemu dan minta penjelasan dari mereka.

Dan kaum harokah memutus hubungan ini.Antara aktivis masjid dengan
ulama saat ini yah jalan sendiri-sendiri.Bagi aktivis harokah , ulama-ulama
yang tidak masuk dalam kelompoknya otoritasnya tidak akan dapat
pengakuan walaupun mereka mumpuni di bidang tafsir , hadis , aqidah dll.

Yang berhak mendapatkan kepercayaan dari kader hanya ustadz-ustadz
mereka saja yang rata-rata masih terlalu muda dan kebanyakan yah itu
cuma ustadz karbitan.Akhirnya yah itu pemahaman agama mereka jadi
aneh.

- Original Message -
From: "oman abdurahman" <[EMAIL PROTECTED]>
To: 
Sent: Saturday, September 09, 2006 6:37 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading


> Wahketinggalan jaman saya ini. Ternyata aktivis mesjid Salman sejak
> tahun 1994 didominasi oleh harokah. Bisa diceritakan lebih lanjut mas
Herri,
> bagaimana "perbutan" aktivis itu berlangsung dan bagaimana corak kegiatan
> Masjid Salman akhir-akhir ini? Ikut urun rembug dalam topik yang Mas Herri
> kontribusikan disini.
>
> Dulu, antara tahun 1982-1986 memang saya sempat singgah dan tinggal
sejenak
> dalam lingkungan masjid Salman. Namun, hengkang di sekitar akhir 1986
hanya
> karena beberapa hal yang saya tak sepakat sebagai model model aktivitas
> mesjid disana. Diantara yang saya kurang sependapat ya model harokah itu
> (yang pada waktu itu pun sudah mulai ada muncul gelagatnya), kemudian
model
> pelatihan/ studi (agama) intensif (LMD dan SII), mulai menurunnya
> penghormatan terhadap spesialisasi keulamaan, serta ikut-ikutan memboikot
> seorang ulama hanya karena beda paham/pendapat (waktu itu belum termasuk
> beda madzhab). Hingga saat ini saya belum sempat mengunjungi masjid Salman
> lagi, kecuali satu dua kali dalam konteks bukan urusan aktivitas mesjid.
>
> Model harokah waktu itu saya kira erat kaitannya (sebab-akibat) dengan
> menjamurnya studi-studi islam intensif (model SII dan LMD). Dampak dari
> semacam indoktrinasi atau sekurang-kurangnya menjejalkan pemahaman agama
> yang semestinya long life education hanya dalam beberapa hari-malam saja
> (dipungkas dengan semacam "ba'iat" lunak yang lebih bersifat pengakuan
> kesalahan/dosa di ujung malam terakhir saya kira adalah semacam shock,
> terutama menimpa kepada para peserta yang masa kecilnya kurang atau tidak
> mendapat pendidikan agama secara tradisi (ngaji di surau atau mesantren
> walau sebagai santri kalong). Apalagi jika alumni-alumni pelatihan
tersebut
> sebelumnya pernah melakukan dosa besar dan disadarkan oleh studi/pelatihan
> tsb.
>
> Ada semacam spirit untuk dalam diri para alumni kaderisasi untuk
> membersihkan diri, namun yang berkembang bukan akal sehat, melainkan ya
itu
> tadi, sikap beragama yang ekslusif. Dalam evaluasi sendiri, saya waktu itu
> sudah mulai mempertanyakan: efektifkah metode palatihan semacam itu untuk
> pengembangan keberagamaan yang sehat? Nabi saw saja perlu waktu puluhan
> tahun untuk membina kader-kadernya, lha ini pemahaman agama cukup
> disampaikan hanya dalam 7 hari-malam (belakangan lebih singkat lagi, hanya
> 3-4 hari-malam) dan gawe seperti itu sudah diberi label pengkaderan?
>
> Di pertengahan tahun 1986-an saya tercengang ketika

Re: [wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading

2006-09-08 Terurut Topik oman abdurahman
Wahketinggalan jaman saya ini. Ternyata aktivis mesjid Salman sejak
tahun 1994 didominasi oleh harokah. Bisa diceritakan lebih lanjut mas Herri,
bagaimana "perbutan" aktivis itu berlangsung dan bagaimana corak kegiatan
Masjid Salman akhir-akhir ini? Ikut urun rembug dalam topik yang Mas Herri
kontribusikan disini.

Dulu, antara tahun 1982-1986 memang saya sempat singgah dan tinggal sejenak
dalam lingkungan masjid Salman. Namun, hengkang di sekitar akhir 1986 hanya
karena beberapa hal yang saya tak sepakat sebagai model model aktivitas
mesjid disana. Diantara yang saya kurang sependapat ya model harokah itu
(yang pada waktu itu pun sudah mulai ada muncul gelagatnya), kemudian model
pelatihan/ studi (agama) intensif (LMD dan SII), mulai menurunnya
penghormatan terhadap spesialisasi keulamaan, serta ikut-ikutan memboikot
seorang ulama hanya karena beda paham/pendapat (waktu itu belum termasuk
beda madzhab). Hingga saat ini saya belum sempat mengunjungi masjid Salman
lagi, kecuali satu dua kali dalam konteks bukan urusan aktivitas mesjid.

Model harokah waktu itu saya kira erat kaitannya (sebab-akibat) dengan
menjamurnya studi-studi islam intensif (model SII dan LMD). Dampak dari
semacam indoktrinasi atau sekurang-kurangnya menjejalkan pemahaman agama
yang semestinya long life education hanya dalam beberapa hari-malam saja
(dipungkas dengan semacam "ba'iat" lunak yang lebih bersifat pengakuan
kesalahan/dosa di ujung malam terakhir saya kira adalah semacam shock,
terutama menimpa kepada para peserta yang masa kecilnya kurang atau tidak
mendapat pendidikan agama secara tradisi (ngaji di surau atau mesantren
walau sebagai santri kalong). Apalagi jika alumni-alumni pelatihan tersebut
sebelumnya pernah melakukan dosa besar dan disadarkan oleh studi/pelatihan
tsb.

Ada semacam spirit untuk dalam diri para alumni kaderisasi untuk
membersihkan diri, namun yang berkembang bukan akal sehat, melainkan ya itu
tadi, sikap beragama yang ekslusif. Dalam evaluasi sendiri, saya waktu itu
sudah mulai mempertanyakan: efektifkah metode palatihan semacam itu untuk
pengembangan keberagamaan yang sehat? Nabi saw saja perlu waktu puluhan
tahun untuk membina kader-kadernya, lha ini pemahaman agama cukup
disampaikan hanya dalam 7 hari-malam (belakangan lebih singkat lagi, hanya
3-4 hari-malam) dan gawe seperti itu sudah diberi label pengkaderan?

Di pertengahan tahun 1986-an saya tercengang ketika secara khusus menjumpai
seorang psikiater, dr. Ibin Kutibin (buka praktek waktu itu di Jl.
Pahlawan). Berawal dari suatu ceramah beliau untuk para alumni
pelatihan-pelatihan tsb, beliau dalam ceramahnya - entah sengaja atau tidak,
menyampaikan bahwa ia memiliki data lebih dari sepuluh alumni pelatihan
telah berkonsultasi dengannya dalam konsultasi yang benar-benar sesuai
bidang keahliannya (psikiater). Beliau dalam pertemuan khusus "lanjutan"
dari perbincangan persoalan tsb menyatakan, bahwa secara mental para alumni
yang berobat kepadanya itu memang sudah terganggu. Diantaranya, pada saat
konsultasi awal ada yang mengaku sebagai malaikat, presiden, dsb tanda-tanda
mentally disorder. Sejak saat itu tekada saya semakin bulat - karena
mencegah tidak mampu - untuk meninggalkan kegiatan kaderisasi semacam itu.

Warna aktivitas mesjid kampus yang dominan dengan kaderisasi semacam itu
makin menjauhkan sebuah kegiatan yang dapat mensinergikan antara kewajiban
para mahasiswa yang utama - atau paling tidak kewajiban awal ketika mereka
datang ke kampus - yaitu menuntut ilmu dalam derajat mahasiswa (calon
sarjana). Alih-alih berkembang teknologi madya yang aplikatif dan bermanfaat
untuk masyarakat (yang boleh disebut salah satu ciri kegiatan masjid kampus
periode akhir 1970-an), dari lingkungan masjid Salman malah berkembang
kelompok-kelompok (usroh) mahasiswa yang mengambil alih porsi ulama yang
mumpuni di bidangnya.

Maka apa yang terjadi? Profesionalisme atau kepakaran dalam ilmu tafsir dan
penyampaiannya kepada ummat diambil alih oleh "lulusan-lulusan" kaderisasi
singkat tsb. Meski hal itu dilakukan dalam lingkungan ekslusif (pengajian
khusus kelompok usroh alumni2 tsb), namun saya kira dampaknya merembes juga
ke lingkungan sekitarnya (minimal keluarga mereka dan tetangga-tetangga).
Dalam periode ini pula ditandai dengan banyaknya mahasiwa itb aktivis masjid
Salman yang drop out hanya gara-gara sebelumnya pernah ikut kaderisasi
singkat itu serta mengikuti pengajian ekslusif usroh2. Tekad saya semakin
bulat untuk tidak terus beroase di masjid Salman. Dalam keputusasaan karena
ke daun tak sampai dari akar pun sudah mulai tercerabut, yang berkembang
adalah sikap "gimana gue" yang berselimutkan pembenaran-pembenaran agama
hasil penafsiran sendiri. Maka, akal sehat pun sudah tak jalan lagi
sebagaimana terbukti dengan ikut-ikutan saja memboikot seorang ulama hanya
karena menurut kebijakan dewan pembina mesjid ulama tersebut  sudah beda
mazdhab yang tak terampuni.

Gambaran di atas memang tidak berlaku untuk semuanya. Namun, apa yang hendak
saya sampai

[wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading

2006-09-08 Terurut Topik He-Man

Reposting artikel lama saya

-
Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading

oleh Herri Permana

Peristiwa perebutan kekuasaan oleh aktivis harokah ekstrim
di YISC Al Azhar mengingatkan saya akan peristiwa serupa di 
Salman tahun 1994 dimana aktivis masjid yang concern pada 
masalah remaja kemudian disingkirkan dan dibersihkan hanya 
karena mereka bukanlah orang harokah.

Gerakan remaja masjid mulai tumbuh pada era akhir 70 an yang
diawali oleh keprihatinan para aktivis masjid terhadap remaja yang
sangat jauh dari agama.Dan mereka pun bergerak untuk merubah
masjid yang sebelumnya hanya sebuah menara gading yang berdiri
angkuh tanpa  memiliki kepedulian pada kondisi masyarakat sekitar 
untuk menjadi sebuah tempat yang ramah dan menarik bagi remaja.

Berbagai acara pun dilakukan untuk menarik minat para remaja ke
masjid , bahkan juga para aktivis masjid melakukan aksi jemput bola
dengan keluar dari sarang mereka yang hangat dan nyaman untuk
menemui dan memasuki lingkungan anak-anak remaja "gaul" yang
hobby dansa dansi , balapan liar , gangster dll.

Dan wajah masjid pun berubah , pada saat sholat berjamaah yang
sebelumnya cuma didominasi orang-orang tua dan anak-anak kecil
tiba-tiba terselip satu dua anak muda berambut gondrong , berpakaian
kumal dengan tubuh penuh aksesoris bahkan tattoo ikut sholat bersama.
Tidak berapa lama kemudian halaman parkir masjid penuh dengan motor 
trial dan balap dimana pemiliknya sibuk mengaji dan berdzikir di masjid.

Ketika itu jumlah aktivis masjid melonjak pesat dari cuma puluhan
membengkak menjadi ribuan orang.Dan masjid pun menjadi tempat
yang ramah bagi remaja.Pada tengah malam terdengar beberapa
pemuda dan remaja dengan tindik di telinga sibuk menangis setelah
sholat malam , para remaja putri yang hamil di luar nikah tanpa ragu
mencari perlindungan ke masjid.Masjid yang sebelumnya merupakan 
tempat angker dan dijauhi remaja sontak menjadi tempat gaul dan
berlindung bagi remaja.

Tidak ada yang pernah ditolak masuk masjid waktu itu, para aktivisnya
selalu menyambut dengan senyuman ramah pada siapapun yang masuk,
mereka bahkan tidak pernah memperlihatkan kesan jijik ketika bergaul
dengan para junkies , anggota gank , penggemar musik metal dll, bahkan
mereka diperlakukan sebagai seorang blood brothers dan siap membantu
apapun yang mereka butuhkan.

Tapi petaka kemudian datang.Kelompok radikal islam mulai menyusup,
pertama sedikit lama-lama membesar lalu kemudian mencoba mendominasi.
Perang pun terjadi antara para aktivis gaul dengan para aktivis harokah
dimana kemenangan silih berganti diantara mereka.Tapi akhirnya satu demi
satu masjid jatuh ke tangan mereka, lalu mereka pun mulai kembali menutup
pintu masjid rapat-rapat dengan berbagai macam jenis rantai dan gembok.
Dress code yang digunakan sebagai politik identitas pun digalakkan, aktivis
muslimah yang jilbabnya kurang panjang jangan harap dapat jabatan dan
dibolehkan ikut aktif, aktivis yang pikirannya "kurang islami" diusir semua
dari masjid. 

Dan masjid pun menjadi tempat angker bukan cuma bagi remaja yang
nyentrik tapi juga bagi remaja dan aktivis yang nyantri.Paham ukhuwah
digantikan paham ashobiyah yang sempit, kelompoknya lah yang dianggap 
paling islam sementara fraksi lain dianggap menyimpang sehingga seluruh 
pengikutnya harus ditendang dan diusir dari masjid walaupun mereka itu 
rajin sholat , selalu bangun untuk sholat malam dll.

Lalu mereka pun dengan enteng mengklaim sebagai aktivis dakwah, padahal
mereka tidak pernah lagi mengajak orang ke masjid malahan mengusir orang
dan memasang sekat yang tebal dengan selain anggota kelompoknya apalagi
dengan masyarakat.Mereka mengklaim sebagai pejuang dakwah padahal
mereka tidak pernah merasakan masa ketika menjadi remaja masjid lebih parah
jadi anggota gank karena selalu diawasi aparat bahkan sesekali harus mampir
ke kantor polsek atau koramil untuk ditanyai bahkan ditendangin.

Bahkan mereka sekarang bersorak gembira merayakan kemenangan aktivis
dakwah dengan mengusir dan menyingkirkan saudara mereka sendiri.Padahal
para "leluhur" mereka lebih rela mukanya lebam oleh pukulan untuk pasang
badan kalau ada yang diusir dari masjid atau dihalangi masuk masjid.Jadi 
klaim mereka justru perlu dipertanyakan , benarkan mereka aktivis
dakwah atau aktivis penghancur dakwah.Dakwah itu artinya menyeru 
bukan mengusir



* Penulis adalah mantan Sekretaris II Badan Komunikasi Pemuda
   Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Wilayah Jawa Barat 
   (2000-2003)








===
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ..

[wanita-muslimah] Ketika Masjid (kembali) menjadi Menara Gading

2005-12-15 Terurut Topik He-Man

Ketika Masjid (kembali) Menjadi Menara Gading

oleh He-Man *

Peristiwa perebutan kekuasaan oleh aktivis harokah ekstrim
di YISC Al Azhar mengingatkan saya akan peristiwa serupa di 
Salman tahun 1994 dimana aktivis masjid yang concern pada 
masalah remaja kemudian disingkirkan dan dibersihkan hanya 
karena mereka bukanlah orang harokah.

Gerakan remaja masjid mulai tumbuh pada era akhir 70 an yang
diawali oleh keprihatinan para aktivis masjid terhadap remaja yang
sangat jauh dari agama.Dan mereka pun bergerak untuk merubah
masjid yang sebelumnya hanya sebuah menara gading yang berdiri
angkuh tanpa  memiliki kepedulian pada kondisi masyarakat sekitar 
untuk menjadi sebuah tempat yang ramah dan menarik bagi remaja.

Berbagai acara pun dilakukan untuk menarik minat para remaja ke
masjid , bahkan juga para aktivis masjid melakukan aksi jemput bola
dengan keluar dari sarang mereka yang hangat dan nyaman untuk
menemui dan memasuki lingkungan anak-anak remaja "gaul" yang
hobby dansa dansi , balapan liar , gangster dll.

Dan wajah masjid pun berubah , pada saat sholat berjamaah yang
sebelumnya cuma didominasi orang-orang tua dan anak-anak kecil
tiba-tiba terselip satu dua anak muda berambut gondrong , berpakaian
kumal dengan tubuh penuh aksesoris bahkan tattoo ikut sholat bersama.
Tidak berapa lama kemudian halaman parkir masjid penuh dengan motor 
trial dan balap dimana pemiliknya sibuk mengaji dan berdzikir di masjid.

Ketika itu jumlah aktivis masjid melonjak pesat dari cuma puluhan
membengkak menjadi ribuan orang.Dan masjid pun menjadi tempat
yang ramah bagi remaja.Pada tengah malam terdengar beberapa
pemuda dan remaja dengan tindik di telinga sibuk menangis setelah
sholat malam , para remaja putri yang hamil di luar nikah tanpa ragu
mencari perlindungan ke masjid.Masjid yang sebelumnya merupakan 
tempat angker dan dijauhi remaja sontak menjadi tempat gaul dan
berlindung bagi remaja.

Tidak ada yang pernah ditolak masuk masjid waktu itu, para aktivisnya
selalu menyambut dengan senyuman ramah pada siapapun yang masuk,
mereka bahkan tidak pernah memperlihatkan kesan jijik ketika bergaul
dengan para junkies , anggota gank , penggemar musik metal dll, bahkan
mereka diperlakukan sebagai seorang blood brothers dan siap membantu
apapun yang mereka butuhkan.

Tapi petaka kemudian datang.Kelompok radikal islam mulai menyusup,
pertama sedikit lama-lama membesar lalu kemudian mencoba mendominasi.
Perang pun terjadi antara para aktivis gaul dengan para aktivis harokah
dimana kemenangan silih berganti diantara mereka.Tapi akhirnya satu demi
satu masjid jatuh ke tangan mereka, lalu mereka pun mulai kembali menutup
pintu masjid rapat-rapat dengan berbagai macam jenis rantai dan gembok.
Dress code yang digunakan sebagai politik identitas pun digalakkan, aktivis
muslimah yang jilbabnya kurang panjang jangan harap dapat jabatan dan
dibolehkan ikut aktif, aktivis yang pikirannya "kurang islami" diusir semua
dari masjid. 

Dan masjid pun menjadi tempat angker bukan cuma bagi remaja yang
nyentrik tapi juga bagi remaja dan aktivis yang nyantri.Paham ukhuwah
digantikan paham ashobiyah yang sempit, kelompoknya lah yang dianggap 
paling islam sementara fraksi lain dianggap menyimpang sehingga seluruh 
pengikutnya harus ditendang dan diusir dari masjid walaupun mereka itu 
rajin sholat , selalu bangun untuk sholat malam dll.

Lalu mereka pun dengan enteng mengklaim sebagai aktivis dakwah, padahal
mereka tidak pernah lagi mengajak orang ke masjid malahan mengusir orang
dan memasang sekat yang tebal dengan selain anggota kelompoknya apalagi
dengan masyarakat.Mereka mengklaim sebagai pejuang dakwah padahal
mereka tidak pernah merasakan masa ketika menjadi remaja masjid lebih parah
jadi anggota gank karena selalu diawasi aparat bahkan sesekali harus mampir
ke kantor polsek atau koramil untuk ditanyai bahkan ditendangin.

Bahkan mereka sekarang bersorak gembira merayakan kemenangan aktivis
dakwah dengan mengusir dan menyingkirkan saudara mereka sendiri.Padahal
para "leluhur" mereka lebih rela mukanya lebam oleh pukulan untuk pasang
badan kalau ada yang diusir dari masjid atau dihalangi masuk masjid.Jadi 
klaim mereka justru perlu dipertanyakan , benarkan mereka aktivis
dakwah atau aktivis penghancur dakwah.Dakwah itu artinya menyeru 
bukan mengusir



* Penulis adalah mantan Sekretaris II Badan Komunikasi Pemuda
   Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Wilayah Jawa Barat 
   (2000-2003)

- Original Message -

Alhamdulillahilladzi Arsala Rosulahubilhuda Wadiinil
Haq, Liyuzhirohuu A'ladiinikullihii
Wakafaa Billahi Syahiidaa, Asyhadualaa Ilaahaillalloh
Waasyhaduanna Muhammadan Abduhu Warosuuluh...

Amma ba'du

Ikhwan Wal Akhwat Fillah Rohimakumullah...

Dakwah adalah jalan perjuangan setiap insan mukmin wal
mukminah. Allah swt hanya memberikan dua pilihan
kepada kita, yaitu bergabung dengan dakwah atau
bergabung dengan selainnya.

Masjid Agung Al-Azhar adalah salah satu simbol
existensi umat islam dan perjuangan dakwah. Remaja
Masjid Agung