Pengantar : Saya mendapatkan cerpen dibawah ini dari seorang kawan, 
ternyata sumberna dari Radio Nertherland. Saya tidak mengerti siapa 
itu Ki Ageng Sentanu, Ibnu Mundir yang disebut-sebut Asistennya 
Snouck Hurgronye. Mungkin diantara Netter WM ada yang mengetahuinya?

http://www.ranesi.nl/tema/budaya/kumpulan_cerpen_ranesi/Tuan_snouck_as
isten060904

Kisah Para Asisten Tuan Snouck

Fahrudin Nasrulloh

04-09-2006

Iman adalah bisikan keraguan
Kuburan atas keajaiban
tanpa gelap dan terang
           
Orang menyebutku Ibnu Mundir, atau Van Poen Dier, anak pungut dari 
Tuan Rijs Van Poen. Aku dibesarkan oleh Kapten Van San Deir dan hidup 
sebagai juru kabar yang bergabung dengan Ki Ageng Sentanu. Kami 
berdua ditunjuk oleh Tuan Snouck sebagai asistennya selama berkunjung 
di Banten ke sejumlah pesantren di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada 
1889 dan 1890.

Sungguh, mataku sempat tersilap seketika serampung menyuntuki ihwal 
kekudusan dan teka-teki gagasan iman yang terboreh dalam karya Ki 
Ageng Sentanu, Sajarah Bidah Banten. Semula aku tak sengaja menemukan 
buku itu terserak di mejanya. Tampaknya ia baru saja merampungkannya. 
Kitab ini memuat seunggun riwayat aib orang-orang Belanda serta 
sekian Muslim yang mengumbar perdebatan gencar dengan Si Mufti 
Batavia ini.
Kuyakin pula bahwa pembantaian terhadap ulama-ulama Banten adalah 
ulah dari sekawanan berandalan berjubah hitam bertopeng tengkorak 
warna darah, berjuluk Penjagal Kaum Bidah. Para ulama itu dituduh 
sebagai kelompok Lembah Hitam yang menganggap ibadah sebagai 
kerancuan iman dan, semata bisikan iblis, bukan ajaran rasul Tuhan. 
Kabar burung pun bertiup kemudian bahwa pembantaian itu, jika benar, 
adalah pengaruh hawa jahat dari kitab tersebut.
                       
Namun sebagai murid yang dinyana mendukung ajaran dan sepak terjang 
Ki Ageng Sentanu, aku tak bisa menerima tuduhan itu. Aku harus 
mencari tahu. Karena, entah benar atau tidak, dengan kabar angin itu 
guruku mendadak sakit keras.
 
Aku tak habis pikir mengapa guruku dituduh sebagai penyulut atas 
pembantaian misterius itu. Tetapi setelah kupelajari Sajarah Bidah 
Banten, memang mungkin saja ada yang tidak terima. Tapi, siapa 
mereka, aku belum tahu.
 
Sebelum kejadian itu guruku menerima sejumlah surat dari Tuan Snouck. 
Bagiku, mungkin saja ada sesuatu yang bisa kutemukan dalam kitab ini 
untuk kujadikan petunjuk atas pembantaian yang misterius itu. 
Demikian isinya:
          
SuratPertama, 12 Desember 1934
Salam damai Saudaraku
Semoga Tuhan membimbing keimanan kita
Saya cukup terkesima atas buaian kata orang-orang tentang cara masuk 
Islam saya. Saudara di dalam Tuhan, pekik mereka. Memang benar kata 
orang bahwa saya telah menerima dokumen masuk Islam di pengadilan 
Jeddah dan penguatan identitas keislaman dari Wakil Konsul Belanda di 
Jeddah, Van der Chijs, tertanggal 3 Agustus 1885. Selanjutnya saya 
mendapat julukan Si Abdul Ghaffar atau Mufti Besar Batavia.
Tapi alangkah ganjil anggapan miring orang bahwa keislaman saya 
hanyalah kedok belaka. Saya disangka penelusup keji yang berniat 
menghancurkan Islam dari dalam. Sungguh sebuah fitnah yang 
menyesatkan. Kini keyakinan saya terasa rapuh, lebur bersama pijar 
mataku yang meredup di usia tua ini. 
                                                                      
              Christian Snouck Hurgronje
                                                                      
              Leiden, 12 Mei 1934
         
SuratKedua, 21 Juni 1935
Salam sentosa, Ki Ageng Sentanu
Semoga Allah melimpahkan kemuliaan di hati kita
Di sini, di bentangan tanah Aceh yang ranum, saya melihat gerombolan 
Muslim, bagaimana mereka berjihad dengan pancaran mata Tuhannya di 
medan laga, sembari mendaras Al-Qur'an, siang dan malam. Adakah Tuan 
Membayangkan saya, bagai sehelai sayap burung yang patah, 
diterbangkan angin senja, dan mengalun jatuh di gurun lengang yang 
tak seorang pun mampu kembali kepada Tuhannya saat melihat kegigihan 
tentara Tuhan itu dalam berperang di  medanlaga?
Saya tak kuasa mengabarkan apa rahasia keislaman saya, kendati banyak 
orang yang meragukannya.
Demikian dari saya
Wassalam
                                                                      
              Christian Snouck Hurgronje
                                                                      
              Aceh, 12 Desember 1934
 
SuratKetiga, 29 Agustus 1935
Selamat menjalani hidup yang panjang Ki Ageng Sentanu
Semoga Tuhan membasuh mata batin kita. Amin
Ki Ageng, bolehlah saya bercerita sekelumit. Selama tigapuluh 
limatahun hidup bersama orang-orang Muslim, kiranya banyak hal yang 
tertanam di benak saya. Saban malam saya selalu bermimpi melihat 
sekawanan celeng kurus berwarna api dan bengis merobek-robek tubuh 
saya. Beberapa minggu kemudian saya dikunjungi oleh Dr. Umar Nasif 
Pasha dan Dr.Qasim Samarrai. Mereka adalah wakil Gubernur Jeddah 
selama saya mengunjugi Mekah.
Mereka menyebut saya Si Kulit Merah Berpeci Islam. Sekadar pour 
besoin de la cause, kata mereka, atau demi suatu alasan. Pertama, 
benarkah keberadaan saya di Mekah hanyalah menyelidiki jemaah haji 
Hindia Belanda dengan dukungan Kementerian Urusan Jajahan. Kedua, 
dengan mengikuti cara pakar Islam Ignaz Goldziher atau Theodore 
Nöldeke dengan menjadi murid sejumlah syaikh di Mekah demi menguras 
rahasia kekuatan Muslim di negeri jajahan.
Seperti melayang-layang di samudra api yang mahaluas. Hidup saya 
terasa sirna, mata saya bagai memijarkan api mahajahat. Sungguh, saya 
tak kuasa lagi hidup lebih lama di dunia ini.
                                                                      
            Christian Snouck Hurgronje
                                                                      
              Leiden, 19 Januari 1934
 
Kiriman Surat dari Rotterdam
Tiga bulan setelah kematian Tuan Snouck, aku menerima surat bersama 
sebendel naskah bersampul kulit merah tua berjudul De Atjehers, karya 
Tuan Snouck dari dua kawan sejatinya, Van den Berg dan J. de Louter. 
Saat itu, sakit keras Ki Ageng Sentanu semakin gawat.
Kutimang-timang naskah itu sebentar. Sekilas membayang di mataku 
langit berawan bersaput mega merah meluruhi karya itu lalu lenyap 
ditelan kedipan mataku. Kemudian kubaca sang surat, begini isinya:
 
Kepada Saudara Van Poen Dier alias Ibnu Mundir
-- Di Banten --
Semoga Tuhan Memberkahi umur panjang untuk Tuan
Semenjak kematian Tuan Snouck (1857-1936) yang dimuliakan Kerajaan 
Belanda (Semoga Tuhan melimpahkan kedamaian baginya di alam baka) 
serasa kami semua menguras kenangan selama 35 tahun lampau bersamanya 
di negeri ini. Bagi kami, tidaklah mudah mengikis habis ingatan tebal 
dan teka-teki yang menutupi ilmuan Leidenini.
Tapi isi surat ini bukan semata kesaksian atau penguatan untuk 
menjunjung ilmuan ini, atau sebaliknya, menistakannya. Kami sekadar 
menghaturkan kesan bahwa segala sesuatu di dunia ini bisa saja 
terjadi.
Akhirnya, mohon diterima kenang-kenangan terakhir dari Tuan Snouck 
ini, semoga berarti. Demikian dari kami, terima kasih.
                                                                      
               Van den Berg dan J. de Loute
                                                                      
   Rotterdam, 17 Agustus 1939
Kabut Kitab dan Malam Pekat
Selang tiga hari setelah menerima surat terakhir itu, guruku 
ditemukan tewas di ranjangnya. Sebilah keris berlekuk sembilan dan 
bergagang naga menancap di lehernya. Bisa jadi, surat-surat itu 
(mungkin masih banyak surat yang tak sempat kutemukan) mengilhami 
guruku untuk mengarang Sajarah Bidah Banten dan memicu pembacaan yang 
bakal lebih biadab dari semata kitab sentimental itu. Selama sebuah 
kitab tidak sekadar tumpukan kertas dengan lem dan benang, namun buah 
pikiran dan kata-kata yang menjelma torehan di dalamnya itulah yang 
abadi bagi manusia: mengekalkan kebaikan sekaligus kejahatan.
 
Hingga kini aku tak habis pikir. Apa kaitan karya guruku dengan surat-
surat itu? Apakah Sajarah Bidah Banten telah dibaca oleh Tuan Snouck, 
Van den Berg dan J. de Loute? Namun aku tak bisa memastikan apakah 
mereka pernah membacanya.
Dan malam itu tentara Belanda mulai melakukan penangkapan-penangkapan 
kepada sejumlah asisten Tuan Snouck. Pertanyaannya, apakah guruku 
dibunuh oleh orang-orang Belanda? Aku tak yakin juga. Tapi aku harus 
segera menyingkir dari rumah guruku. Dan pasti mereka juga akan 
segera menangkapku.
           
Malam meluruh. Subuh memecah, pagi pun merekah. Mataku seperti 
digelapkan awan hitam yang meraung-raung mengepung diriku. Maka 
terdengarlah kabar menggemparkan dari orang-orang di jalan, bahwa 
telah terbit Hikayat Pejalan dari Sabrang karya Teungku Nuruddin 
Goeje yang beredar di Batavia tanpa diketahui siapa yang 
bertanggungjawab atas penerbitan itu. Sehari kemudian menyusul Suluk 
Iman Kanginan karya Panji Abu Bakar dan Riwayat Si Kulit Merah karya 
Teungku Datuk Majunda. Jelaslah sudah, ketiga orang ini adalah mantan 
asisten Tuan Snouck juga. Kami pernah menjalankan tugas bersama di 
Aceh pada 1887-1890.
 
Setelah membaca kitab-kitab itu, orang-orang bule menjadi berang, 
hingga terjadi penangkapan secara serampangan terhadap sejumlah 
mantan asisten Tuan Snouck dan menghabisi mereka tanpa diajukan ke 
pengadilan Hindia Belanda.
Teungku Datuk Majunda, Panji Abu bakar, dan Teungku Nuruddin Goeje, 
menurut kabar yang kudengar, tewas dalam perburuan setelah mereka 
ditanggap dan diinterogasi. Kini mulai terkuak bahwa, Sajarah Bidah 
Banten barangkali bukanlah satu-satunya pemicu atas pembantaian ulama-
ulama Banten tempo itu. Jika tuduhan itu benar. Selain itu, pastilah 
mereka juga menyebut diriku terlibat dalam kekacauan ini.
           
Di Pusara Ki Ageng Sentanu
Kematian guruku adalah mimpi buruk bagiku
Kisah kelam di sekujur hidupku
Di ujung pelarian ini
Di pusara Ki Ageng Sentanu ini, yang tiga hari lalu ia ditemukan 
terbunuh di ranjang tuanya, aku bersimpuh dan berdoa. Menyeka airmata 
dan membayangkan nestapa. Kini waktu seperti belati yang mengiris 
ranum bola mataku, menunggu saat-saat pahit dari selangkah kematianku.
Sekarang, aku cukup mengenang, dalam pelarianku yang singkat nanti. 
Dalam mautku yang segera menjemput. Aku memohon kepada Tuhan, semoga 
aku dikumpulkan bersama kitab-kitab penyulut amarah itu di lahatku 
kelak, agar aku bisa mendaras kitab-kitab itu dan mengabu bersama 
mereka.







=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke