RE: [wanita-muslimah] Konflik di Timur Tengah korban kebodohan Media massa

2006-04-06 Terurut Topik achmad.chodjim
Sebenarnya dalam hidup bermasyarakat Islam, kita tidaklah menjadi korban oleh 
kebodohan media masa. Tapi, mayoritas umat ini bodoh dan menjadi korban 
kebodohannya sendiri, sehingga umat Islam yang hidup di zaman informasi 
(information age) tidak pandai membaca dan menapis informasi.

Apa akibatnya? Kita bertindak bodoh dalam menyikapi hidup ini. Kita benar-benar 
telah meninggalkan permainan dan panggung sandiwara dunia ini demi akhirat. 
Padahal, dalam QS 28:77 kita diingatkan untuk tidak meninggalkan nasib kita di 
dunia. Dan lanjutan ayat itu ialah kita wajib berbuat dan bertindak ihsan 
sebagaimana Tuhan telah berbuat ihsan kepada kita semua.

Semoga kita tetap rajin membaca (true reading), membaca dengan segenap hati dan 
pikiran, dan memanfaatkan segenap indra kita.

Wassalam,
chodjim



-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Flora Pamungkas
Sent: Wednesday, April 05, 2006 7:31 PM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Konflik di Timur Tengah korban kebodohan
Media massa


Konflik di Timur Tengah Korban 'Kebodohan' Media Massa
5 Apr 2006 17:06 WIB
eramuslim - Ada sedikit perbedaan pendapat tentang peranan media yang sangat
diperlukan dalam mempengaruhi perdebatan dan tulisan-tulisan yang bernuansa
politis, hingga menjadi perbincangan publik.
Dikalangan progresif, liberal dan kelimpok politik minoritas di AS dan Eropa
 ada konsensus yang sama terkait dengan sulitnya menggalang aliansi antara
para politisi yang senang menghasut untuk berperang, para ideologis, para
penganut agama yang fanatik dan kalangan media massa. Masing-masing kalangan
ini memiliki kemampuan untuk menggoyang publik dengan berbagai cara seperti
mereka inginkan, atau, agar terlihat bahwa mereka sedang menyusun
prioritas-prioritas yang penting bagi negaranya yang mereka pikir paling
baik, mereka menciptakan perang dan membenarkan perang itu ketika mereka
berada posisi yang serba salah. Pendek kata, mereka memanipulasi demokrasi
dengan cara memanipulasi publik, menggunakan berbagai cara yang dianggap
ampuh, misalnya menimbulkan ketakutan, penyimpangan informasi dan sejenisnya

Ramzy Baroud dalam artikelnya yang dimuat di situs Islamicity, mengkritisi
media massa Barat utamanya AS yang kebanyakan kerap menyajikan laporan yang
berpihak pada kepentingan kelompok tertentu. Dalam hal ini Baraoud mengambil
contoh pemberitaan-pemberitaan tentang konflik Israel-Palestina. Ia mengecam
media massa yang tidak mampu menjalankan fungsinya memberikan informasi
berimbang dan sebagai agen perdamaian di tengah masyarakat.
Ramzy Baroud adalah seorang wartawan kawakan keturunan Arab Amerika. Ia
mengajar ilmu Komunikasi Massa di Curtin University of Technology Australia,
di kampus Malaysia dan pemimpin redaksi di surat kabar online Palestine
Chronicle. Ia juga sudah mengarang sejumlah buku. Bukunya yang terbaru
berjudul 'Writtings on the Second Palestinian Intifada: A Chronicle of a
People's Strugle'.
Timur Tengah Korban Pengkhianatan Media Massa Barat

Tidak ada isu lain yang telah menjadi korban pengkhianatan ini, selain
wacana-wacana tentang Timur Tengah yang terjadi di Barat, khususnya hal-hal
yang terkait dengan masalah Palestina dan Israel. Perbincangan tentang
Israel dan Palestina sudah begitu lama berlangsung, sama lamanya dengan
konflik kedua negara itu sendiri. Bahkan jauh sebelum berdirinya otoritas
Israel melalui berbagai penaklukan dan kebanyakan melalui penghancuran
kota-kota dan desa-desa Palestina pada 1947-1948. Para pendiri Israel
kelihatannya sangat menyadari kerusakan yang telah ditimbulkannya akan
membangun opini publik di Barat.
Ahli sejarah Israel, Benny Morris dalam bukunya 'The Birth of the
Palestinian Refugee Problem' ditandai dengan berbagai kejadian di mana-dalam
kesepakatan-kesepakatan rahasia mereka-para politisi Zionis saling berdebat
soal apakah akan membantai warga Palestina atau melakukan pembersihan etnis.
Perdebatan itu terjadi utamanya karena persoalan sejauh mana tindakan yang
menyolok semacam itu bisa merusak citra Israel di mata Barat, bukan karena
persoalan moral atas tindakan itu sendiri.
Yang menjadi kekhawatiran, banyak rakyat Palestina, Arab dan umat Islam
sendiri yang merasa puas dengan situasi yang tidak menentu ini dan
sedikitnya keinginan untuk mengubah ketidakberuntungan mereka atau paling
tidak menghargai dampak luas dari media terhadap situasi politik, peperangan
dan tentu saja perdamaian.
Persoalan 'citra' baik ini yang paling menjengkelkan Israel sejak awal dan
masih terjadi hingga sekarang. Itulah yang menyebabkan istilah 'bencana
hubungan masyarakat (humas)' selalu menjadi bayang-bayang mimpi buruk atas
skenario para politisi Israel selama bertahun-tahun dan lambat laun membuat
Israel menjadi ahli dalam mengendalikan media dan mengelola krisis. Israel
sangat memahami kebiasaanya menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak bisa
dipertahankan, maka bukti dalam hal perampasan wilayah, penindasan dan
penentangannya

[wanita-muslimah] Konflik di Timur Tengah korban kebodohan Media massa

2006-04-05 Terurut Topik Flora Pamungkas
Konflik di Timur Tengah Korban 'Kebodohan' Media Massa
5 Apr 2006 17:06 WIB
eramuslim - Ada sedikit perbedaan pendapat tentang peranan media yang sangat
diperlukan dalam mempengaruhi perdebatan dan tulisan-tulisan yang bernuansa
politis, hingga menjadi perbincangan publik.
Dikalangan progresif, liberal dan kelimpok politik minoritas di AS dan Eropa
 ada konsensus yang sama terkait dengan sulitnya menggalang aliansi antara
para politisi yang senang menghasut untuk berperang, para ideologis, para
penganut agama yang fanatik dan kalangan media massa. Masing-masing kalangan
ini memiliki kemampuan untuk menggoyang publik dengan berbagai cara seperti
mereka inginkan, atau, agar terlihat bahwa mereka sedang menyusun
prioritas-prioritas yang penting bagi negaranya yang mereka pikir paling
baik, mereka menciptakan perang dan membenarkan perang itu ketika mereka
berada posisi yang serba salah. Pendek kata, mereka memanipulasi demokrasi
dengan cara memanipulasi publik, menggunakan berbagai cara yang dianggap
ampuh, misalnya menimbulkan ketakutan, penyimpangan informasi dan sejenisnya

Ramzy Baroud dalam artikelnya yang dimuat di situs Islamicity, mengkritisi
media massa Barat utamanya AS yang kebanyakan kerap menyajikan laporan yang
berpihak pada kepentingan kelompok tertentu. Dalam hal ini Baraoud mengambil
contoh pemberitaan-pemberitaan tentang konflik Israel-Palestina. Ia mengecam
media massa yang tidak mampu menjalankan fungsinya memberikan informasi
berimbang dan sebagai agen perdamaian di tengah masyarakat.
Ramzy Baroud adalah seorang wartawan kawakan keturunan Arab Amerika. Ia
mengajar ilmu Komunikasi Massa di Curtin University of Technology Australia,
di kampus Malaysia dan pemimpin redaksi di surat kabar online Palestine
Chronicle. Ia juga sudah mengarang sejumlah buku. Bukunya yang terbaru
berjudul 'Writtings on the Second Palestinian Intifada: A Chronicle of a
People's Strugle'.
Timur Tengah Korban Pengkhianatan Media Massa Barat

Tidak ada isu lain yang telah menjadi korban pengkhianatan ini, selain
wacana-wacana tentang Timur Tengah yang terjadi di Barat, khususnya hal-hal
yang terkait dengan masalah Palestina dan Israel. Perbincangan tentang
Israel dan Palestina sudah begitu lama berlangsung, sama lamanya dengan
konflik kedua negara itu sendiri. Bahkan jauh sebelum berdirinya otoritas
Israel melalui berbagai penaklukan dan kebanyakan melalui penghancuran
kota-kota dan desa-desa Palestina pada 1947-1948. Para pendiri Israel
kelihatannya sangat menyadari kerusakan yang telah ditimbulkannya akan
membangun opini publik di Barat.
Ahli sejarah Israel, Benny Morris dalam bukunya 'The Birth of the
Palestinian Refugee Problem' ditandai dengan berbagai kejadian di mana-dalam
kesepakatan-kesepakatan rahasia mereka-para politisi Zionis saling berdebat
soal apakah akan membantai warga Palestina atau melakukan pembersihan etnis.
Perdebatan itu terjadi utamanya karena persoalan sejauh mana tindakan yang
menyolok semacam itu bisa merusak citra Israel di mata Barat, bukan karena
persoalan moral atas tindakan itu sendiri.
Yang menjadi kekhawatiran, banyak rakyat Palestina, Arab dan umat Islam
sendiri yang merasa puas dengan situasi yang tidak menentu ini dan
sedikitnya keinginan untuk mengubah ketidakberuntungan mereka atau paling
tidak menghargai dampak luas dari media terhadap situasi politik, peperangan
dan tentu saja perdamaian.
Persoalan 'citra' baik ini yang paling menjengkelkan Israel sejak awal dan
masih terjadi hingga sekarang. Itulah yang menyebabkan istilah 'bencana
hubungan masyarakat (humas)' selalu menjadi bayang-bayang mimpi buruk atas
skenario para politisi Israel selama bertahun-tahun dan lambat laun membuat
Israel menjadi ahli dalam mengendalikan media dan mengelola krisis. Israel
sangat memahami kebiasaanya menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak bisa
dipertahankan, maka bukti dalam hal perampasan wilayah, penindasan dan
penentangannya terhadap hukum internasional dan tindakan lainnya, harus
dibenarkan. Fakta-fakta diputarbalikkan, kebenaran disembunyikan dan sebuah
wacana baru yang membuat seseorang menentang realitas yang sebenarnya, harus
dibentuk sesuai keinginannya.
Meski fakta bahwa konflik Arab-Israel menjadi subjek laporan yang paling
banyak dibuat media massa di dunia, tapi masih kurang memberikan pemahaman,
bahkan kadang terkesan kurang rasional dan yang pasti kurang memberikan
potensi bagi pemecahan konflik itu sendiri.
Garis besar laporan yang dipaparkan oleh media membuat konflik pada akhirnya
hanya semata-mata sebuah konflik, yang menciptakan status quo yang justru
menguntungkan kebijakan kolonial Israel. Betapa sedikitnya keinginan rakyat
Palestina yang diangkat- mereka hanya bisa diam atau kelihatan diam-padahal
merekalah yang kehilangan tanah air, kehidupan dan kebebasan serta hak
pengungsi yang ingin kembali ke tanah airnya.
Pengaruh kuat Israel di media bagaimanapun juga telah mengalami metamorfosa
selama bertahun-tahun, sebagai media yang berupaya memberikan pengaruh dalam