Re: [wanita-muslimah] Media untuk Informasi Ilmiah

2006-09-10 Terurut Topik L.Meilany
Katanya sih pupuk itu sudah diuji coba di persawahan Purwakarta.
Hasilnya memuaskan.
Penelitiannya sudah lama, tahunan.
Kebetulan mungkin Ir Ciputra - pelopor pengembang [property] mendengar ini dan 
kemudian grupnya membiayai.
Mungkin akan beberapa tahun lagi pupuk itu akan diproduksi dan dipasarkan.

Di indonesia kalo ingin temuannya juga dikenal dan berkembang harus punya 
jalur dengan orang2 yg terkenal plus punya dana lebih bagus lagi dekat dengan 
istana. 
Kalo enggak nanti memakai nama asing supaya ngetop, melupakan nama penemunya.
[ Kita kan masih beranggapan yg dari luar selalu lebih baik]
Seperti misalnya durian bangkok-pepaya bangkok-jambu bangkok.
Padahal ketiganya adalah murni hasil budidaya tanaman karya orang2 indonesia. 
Begitu juga tas2 dari eceng gondok yg terkenal di jual di Italia dan Paris 
adalah buatan indonesia
dengan supervisi orang asing untuk pewarnaan dan model.

salam 
l.meilany
[kadang2 baca trubus di toko buku]

  - Original Message - 
  From: Sutan Paruik Gadang 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, September 10, 2006 5:09 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Media untuk Informasi Ilmiah


  Minggu pagi saya disuguhi berita tentang pupuk ajaib water
  stimulating feed (WSF) beserta tanggapan terhadapnya oleh seorang guru
  besar IPB. Informasi semi-ilmiah semacam ini sudah sangat sering
  diberitakan di koran. Banyak penemuan yang dianggap spektakuler,
  berkelas penerima nobel. Tapi kemudian berita tentang itu menghilang
  dengan sendirinya.
  Sekitar sepuluh tahun yang lalu diberitakan temuan seorang montir
  tentang pasta yang bisa meningkatkan antaran listrik sebuah pengantar.
  Dengan memoleskan pasta itu ke kabel, katanya, terlihat bahwa lampu
  yang dihubungkan dengan kabel itu menyala lebih terang. Konon temuan
  ini sudah dipresentasikan dan diuji di ITB, bahkan sudah diperkenalkan
  ke Jepang. Setelah itu, tak ada kabar lagi mengenai temuan ini.
  Banyak lagi contoh lain. Ada yang mengklaim telah menemukan alat
  pembuat/penghapus hujan, atau bahkan alat peramal/pencegah gempa!
  Boleh jadi temuan itu menghilang karena penemunya, yang bukan ilmuwan,
  kesulitan untuk melakukan pembuktian-pembuktian ilmiah. Dengan berbaik
  sangka kita bisa mengangap bahwa hal itu tidak bisa mereka lakukan
  karena mereka tidak mampu menyajikan temuan mereka dalam kerangka
  metode ilmiah standar. Tapi saya melihat masalahnya lebih dari sekedar
  itu.
  Meski tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, sesuatu yang secara empiris
  berguna, akan dipakai orang. Contohnya adalah metode pengobatan Cina,
  seperti akupuntur. Nah, menghilangnya gpenemuan-penemuanh tadi bagi
  saya hanya bermakna satu: HOAX.
  Lalu, kadang ada juga penemuan yang dianggap spektakuler oleh peneliti
  profesional dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Ketika
  diberitakan, penemuan itu diklaim akan berguna untuk ini dan itu.
  Kenyataannya, lagi-lagi, tidak ada tindak lanjut untuk memanfaatkan
  penemuan itu. Mengapa?
  Peneliti professional, yang lebih pintar berdalih (hehe), mungkin akan
  mengatakan bahwa usaha untuk meneliti lebih lanjut agar penemuannya
  bisa diterapkan secara massal, terbentur pada masalah kekurangan dana.
  Tapi boleh jadi ini adalah cara lain untuk mengatakan bahwa temuan itu
  tak layak untuk dimassalkan.
  Sampai pada level tertentu hal ini tidak perlu dipersoalkan. Dunia
  sains memang lebih rumit dari yang dikenal orang awam. Sebuah temuan,
  bagi ilmuwan, tidak selalu harus bisa dimanfaatkan secara massal. Tapi
  bagi orang awam, termasuk para penyeleksi proposal penelitian, sebuah
  penelitian harus memberi manfaat kepada publik. Karenanya, peneliti
  umumnya pandai gberbohongh tentang manfaat penelitiannya.
  Beberapa profesor Jepang yang saya kenal sering berkelakar soal ini
  dalam berbagai diskusi. Mereka, dalam berbagai kesempatan di depan
  publik, sering menyajikan manfaat penelitian mereka. Namun di antara
  sesama ilmuwan mereka berterus terang manfaat itu sebenarnya tidak
  ada, atau masih sangat jauh untuk direalisasikan. Mereka meneliti
  semata-mata karena dari sudut pandang sains hal itu menarik.
  Tapi tak jarang ada orang (saya nggak tega menyebutnya
  peneliti/intelektual, meski secara formal mereka memang peneliti) yang
  kebablasan dalam berbohong. Temuan-temuan, yang dia tahu mesti diuji
  lebih lanjut, sudah disajikan kepada khalayak ramai seolah sudah siap
  dimanfaatkan. Tujuannya, barangkali, untuk mengejar popularitas, dan
  mungkin juga, uang.
  Satu hal yang sekarang cukup mengusik saya dalah kecenderungan
  intelektual kita untuk menggunakan koran sebagai media untuk
  menyajikan ide-ide ilmiah. Ini terutama dilakukan oleh ilmuwan sosial.
  Kritik Kalla terhadap LIPI beberapa waktu lalu sedikit banyak ada
  benarnya. Melihat banyaknya tulisan mereka di koran, saya tertarik
  untuk melacak apakah mereka juga produktif nulis di jurnal ilmiah
  (internasional). Hasil pelacakan saya di Google Scholar menunjukkan
  bahwa mereka

[wanita-muslimah] Media untuk Informasi Ilmiah

2006-09-09 Terurut Topik Sutan Paruik Gadang
 Minggu pagi saya disuguhi berita tentang pupuk ajaib water
stimulating feed (WSF) beserta tanggapan terhadapnya oleh seorang guru
besar IPB. Informasi semi-ilmiah semacam ini sudah sangat sering
diberitakan di koran. Banyak penemuan yang dianggap spektakuler,
berkelas penerima nobel. Tapi kemudian berita tentang itu menghilang
dengan sendirinya.
Sekitar sepuluh tahun yang lalu diberitakan temuan seorang montir
tentang pasta yang bisa meningkatkan antaran listrik sebuah pengantar.
Dengan memoleskan pasta itu ke kabel, katanya, terlihat bahwa lampu
yang dihubungkan dengan kabel itu menyala lebih terang. Konon temuan
ini sudah dipresentasikan dan diuji di ITB, bahkan sudah diperkenalkan
ke Jepang. Setelah itu, tak ada kabar lagi mengenai temuan ini.
Banyak lagi contoh lain. Ada yang mengklaim telah menemukan alat
pembuat/penghapus hujan, atau bahkan alat peramal/pencegah gempa!
Boleh jadi temuan itu menghilang karena penemunya, yang bukan ilmuwan,
kesulitan untuk melakukan pembuktian-pembuktian ilmiah. Dengan berbaik
sangka kita bisa mengangap bahwa hal itu tidak bisa mereka lakukan
karena mereka tidak mampu menyajikan temuan mereka dalam kerangka
metode ilmiah standar. Tapi saya melihat masalahnya lebih dari sekedar
itu.
Meski tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, sesuatu yang secara empiris
berguna, akan dipakai orang. Contohnya adalah metode pengobatan Cina,
seperti akupuntur. Nah, menghilangnya gpenemuan-penemuanh tadi bagi
saya hanya bermakna satu: HOAX.
Lalu, kadang ada juga penemuan yang dianggap spektakuler oleh peneliti
profesional dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Ketika
diberitakan, penemuan itu diklaim akan berguna untuk ini dan itu.
Kenyataannya, lagi-lagi, tidak ada tindak lanjut untuk memanfaatkan
penemuan itu. Mengapa?
Peneliti professional, yang lebih pintar berdalih (hehe), mungkin akan
mengatakan bahwa usaha untuk meneliti lebih lanjut agar penemuannya
bisa diterapkan secara massal, terbentur pada masalah kekurangan dana.
Tapi boleh jadi ini adalah cara lain untuk mengatakan bahwa temuan itu
tak layak untuk dimassalkan.
Sampai pada level tertentu hal ini tidak perlu dipersoalkan. Dunia
sains memang lebih rumit dari yang dikenal orang awam. Sebuah temuan,
bagi ilmuwan, tidak selalu harus bisa dimanfaatkan secara massal. Tapi
bagi orang awam, termasuk para penyeleksi proposal penelitian, sebuah
penelitian harus memberi manfaat kepada publik. Karenanya, peneliti
umumnya pandai gberbohongh tentang manfaat penelitiannya.
Beberapa profesor Jepang yang saya kenal sering berkelakar soal ini
dalam berbagai diskusi. Mereka, dalam berbagai kesempatan di depan
publik, sering menyajikan manfaat penelitian mereka. Namun di antara
sesama ilmuwan mereka berterus terang manfaat itu sebenarnya tidak
ada, atau masih sangat jauh untuk direalisasikan. Mereka meneliti
semata-mata karena dari sudut pandang sains hal itu menarik.
Tapi tak jarang ada orang (saya nggak tega menyebutnya
peneliti/intelektual, meski secara formal mereka memang peneliti) yang
kebablasan dalam berbohong. Temuan-temuan, yang dia tahu mesti diuji
lebih lanjut, sudah disajikan kepada khalayak ramai seolah sudah siap
dimanfaatkan. Tujuannya, barangkali, untuk mengejar popularitas, dan
mungkin juga, uang.
Satu hal yang sekarang cukup mengusik saya dalah kecenderungan
intelektual kita untuk menggunakan koran sebagai media untuk
menyajikan ide-ide ilmiah. Ini terutama dilakukan oleh ilmuwan sosial.
Kritik Kalla terhadap LIPI beberapa waktu lalu sedikit banyak ada
benarnya. Melihat banyaknya tulisan mereka di koran, saya tertarik
untuk melacak apakah mereka juga produktif nulis di jurnal ilmiah
(internasional). Hasil pelacakan saya di Google Scholar menunjukkan
bahwa mereka jarang/tidak pernah menulis. Nama-nama besar seperti
Nurcholis Madjid atau Syafii Maarif juga tidak. 
Jadi, kalau para intelektual resmi saja lebih suka cuap-cuap di koran
ketimbang di media ilmiah, jangan heran kalau ada orang awam yang
ikut-ikutan.

Sendai, 10 September 2006
http://abdurakhman.com/joomblog/3.html






===
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an ema