http://www.indomedia.com/bpost/022006/13/opini/opini1.htm
Mengenang Gandhi: Gerakan Pantang Kekerasan Itu Masih Relevan Oleh : RE Nadalsyah Pada 30 Januari 1948, Mahatma Gandhi tewas di tangan pembunuh fanatik beragama Hindu. Bagi generasi yang hidup di masa perjuangan, nama Gandhi --pahlawan kemerdekaan India itu-- cukup akrab di telinga. Founding fathers seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan H Agus Salim sering menyitir ucapannya untuk dijadikan inspirasi perjuangan. Di India sendiri, Gandhi identik sebagai simbol perjuangan melawan penjajah Inggris. Dengan falsafah perjuangan yang dinamakan Ahima (perjuangan pantang kekerasan) dan satyagraha (perjuangan tanpa menggunakan kekuasaan), Gandhi membakar semangat juang rakyatnya sehingga India berhasil bangkit sebagai sebuah negara merdeka. Gandhi adalah penggagas Konferensi Asia Tenggara yang pertama di New Delhi, juga dihadiri Indonesia yang dipimpin Sutan Syahrir. Pidato Syahrir yang sangat menggugah, mendorong PM Nehru mengundang Wakil Presiden Muhammad Hatta berkunjung ke India untuk mengetahui lebih dekat situasi Indonesia. Bung Hatta berhasil diberangkatkan lewat penerbangan rahasia menembus blokkade Belanda, dengan pesawat yang dipiloti Biju Patnaik dan istrinya sebagai co-pilot. Di India (New Delhi) beliau bertemu Nehru dan Gandhi, pada bulan Mei 1947. Hasil pertemuan itu lebih mengenalkan dunia dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka, sehingga masalah Indonesia pun dibicarakan di PBB, sekaligus mempermalukan Belanda. Gandhi Dan Relevansi Sehari-hari sosok mungil bertubuh kecil, berkacamata dengan sandal lusuh dan suka berpakaian putih kasar hasil pintalan tangannya, dikenal sebagai inspirator perjuangan kemerdekaan India. Kendati teramat sederhana dibandingkan Nehru misalnya, namun sorot matanya memancarkan keyakinan yang kuat terhadap kebenaran perjuangannya. Suaranya tidak mengguntur nyaring seperti Bung Karno atau Bung Tomo saat berorasi. Namun di balik suara lembut itu, mengalir kalimat yang mampu menyihir jutaan rakyat India untuk bangkit melawan Inggris. Bagi dunia, Gandhi bukan hanya simbol tapi juga seorang pejuang. Suaranya bukan lagi Asia yang lapar, yang terjerembab di jalan berderu, tapi Asia yang bangkit dan bergolak menegakkan martabatnya yang terinjak-injak oleh Barat yang rakus. Doktrin hasil karyanya Ahimsa dan Satyagraha, adalah dua kata kembar sarat makna yang melandasi perjuangan politiknya melawan pendudukan. Dengan doktrin itulah ia mengangkat India sebagai suatu dharma, menurut keyakinan yang dipeluknya. Lebih dari kearifan ritus sakral di kuil, Gandhi menemukan India ketika ia menemukan jatidirinya sendiri. Memahami kehidupan politik Gandhi, hendaknya dimulai dari pemahaman yang tepat terhadap doktrin tersebut yang sejatinya hasil pembelajaran tradisi universal nilai humanisme spiritual Timur yang juga ditemukan di Barat. Gandhi sebagai hasil didikan Barat yang dulu berdasi, berpantolan dan sepatu mengkilat dari kasta Brahmana, mengidentifikasikan dirinya dengan massa rakyat yang kelaparan terutama kasta terendah Hariyan yang terbuang. Peradaban Barat yang unggul, menurut Gandhi, gagal memberikan pengayoman kepada rakyat jajahannya. Ia makin memaknai perjuangannya setelah perkenalannya dengan pengarang Leo Tolstoy dan Thoreu, dan menemukan jatidiri lewat tradisinya sendiri. Agama dan humanisme spiritual membuka mata batinnya terhadap makna cinta kasih dan kearifan yang diekspresikannya lewat simbol perjuangan dan falsapah bangsanya. Diakuinya, manusia tak mungkin dipisahkan dari nilai esensial entah berupa agama, etika, spiritualitas, asketis dan filosofi, demi memperkaya kebermaknaan diri dari proses degradasi. Karena itu, menurut Gandhi: "Selama masih ada keinginan mempertahankan pedang, belumlah terdapat kebebasan sepenuhnya dari rasa takut." Tentang perang: "Apa bedanya bagi yang sudah meninggal, yatim piatu dan yang kehilangan rumah, apakah kehancuran itu dibuat di bawah nama totaliterisme, atau kata suci kebebasan atau demokrasi?" Jikalau pendangan itu dikaitkan dengan berbagai peristiwa di tanah air saat ini, terasa sekali relevansinya. Bangsa ini perlu mengendalikan diri, agar tidak terjerumus menggunakan 'pedang' atau tindakan anarki setiap kali mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Sebab pedang, teror atau kekerasan, selalu menuai munculnya kekerasan baru yang terus menerus berakumulasi tidak habis-habisnya. Setelah Indonesia merdeka, sikap pantang kekerasan itu menjadi barang luks yang langka. Benar ungkapan, masyarakat yang hidup diselimuti kerakusan dan ketakutan serta menggunakan cara teror yang sistematis mengatasi masalahnya, selalu cenderung berada dalam situasi kacau balau dan ketidakpastian. Bila ditelisik ke belakang, fenomena kekerasan itu selalu membayangi. Munculnya penjajahan Barat, Jepang, berlanjut kehadiran sekutu dengan dalih melucuti senjata Jepang, selalu mempertontonkan kekerasan. Puncaknya, perjuangan kemerdekaan yang dilukiskan penuh kekejaman, kesengsaraan dan air mata. Renungkanlah ucapan Gandhi ketika sekutu menghentikan perlawanan militerisme Jepang: "Sejauh penglihatanku, bom atom telah membunuh perasaan terhalus yang berabad-abad lamanya menopang umat manusia. Kupandang penggunaan bom atom untuk penghancurkan besar-besaran terhadap laki-laki, perempuan dan anak-anak sebagai penerapan biadab dari ilmu pengetahuan. Bom atom telah membawa kemenangan hampa ke tangan sekutu ...." Jejak kekerasan terus berlanjut. Setelah tumbangnya Hitler, Mussolini, Stalin, dan jatuhnya rezim militer-fasis Jepang, rasa aman yang didambakan itu belum juga menjadi kenyataan. Sebaliknya, hasil teknologi menjadi alat pembunuh yang paling ampuh untuk menghancurkan negara yang dipandang tidak sejalan dengan kepentingan negara besar seperti kini dialami Afganistan, Palestina dan Irak. Pada awal kelahirannya, perilaku manusia memang tak berbeda dengan hewan buas. Tepat sekali ucapan Thomas Hobbes, Homo Humini Lupus, mereka saling memangsa dan kekejamannya bisa melebihi binatang buas sekalipun. Ironisnya, kekejaman itu sering bersembunyi di balik kampanye memberantas terorisme, radikalisme dan fundamentalisme, memanipulasi serta menggeneralisasinya terhadap agama tertentu dengan cara halus maupun kasar. Karena itu, sikap atau gerakan pantang-kekerasan itu terasa sekali relevansinya. Dan, makin relevan dalam dunia yang bergerak pesat serta menuntut terbentuknya tatanilai baru bagi umat manusia. Tuntutan itu makin kencang seiring makin meningkatnya kadar kemanusiawian itu. Misalnya menghentikan kekerasan dalam mengatasi masalah kesenjangan sosial, penertiban PKL, rumah liar dan pemberantasan kriminal. Atau pun praktik monopoli kekuasaan di bidang ekonomi, politik dan lain-lain yang terjadi di sekitar kita, dan masyarakat Indonesia. Kecenderungan kembali kepada agama dan spiritualitas, dan pikiran yang tertuang dalam penegakan HAM serta rakyat di negara negara berdaulat, gerakan pantang kekerasan dan antipenggunaan kekuatan itu perlu dihidupkan. Almarhum Munir mengingatkan, bila kekerasan dibiarkan dan telah menjadi keyakinan bahkan mungkin menjadi cara hidup, kekerasan akan menjadi ritus yang dianggap penting dan dibutuhkan. Akibatnya, semua proses ritualitas tersebut akan menimbulkan citra di kalangan rakyat bahwa kekerasan itu adalah alat penunduk paling efektif dan fungsional. Kenyataan di sekitar hidup kita sendiri, bukankah menunjukkan kekerasan itu bukan saja datang dari kelompok masyarakat tapi juga dari pihak kekuasaan? Renungkanlah kata-kata Gandhi: "Demokrasi hanya dapat diselamatkan dengan pantang kekerasan, karena selama ditopang kekerasan tidak dapat menjamin kebutuhan atau melindungi kaum lemah." Di lain bagian Gandhi berucap: "Jika kebebasan dan demokrasi benar-benar harus diselamatkan, hal itu hanya akan terjadi melalui perlawanan pantang kekerasan, yang tidak kalah berani dan tidak kalah gemilangnya dari perlawanan kekerasan." * Wartawan tinggal di Banjarmasin [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/