http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10518:pemilu-2009-masyarakat-materialistis-atau-caleg-money-politik&catid=78:umum&Itemid=131

      Pemilu 2009: Masyarakat Materialistis Atau Caleg Money Politik?  
       Oleh : Harry Veryanto Sihite



      Pemilihan umum yang di jadwalkan berlangsung 9 April 2009, membuat rasa 
penasaran terhadap para caleg yang bertarung di pemilu nanti.

      Seperti biasa setiap pemilih akan melakukan hak pilihnya secara langsung 
di tiap-tiap TPS yang sudah di tentukan. Banyak argument akan pemilihan kali 
ini, apakah pemilihan ini akan mensejahterakan atau malah menyengsarakan 
masyarakat, atau bahkan pemilu kali ini hanya procedural semata yang bisanya 
hanya  menghabiskan anggaran triliunan rupiah. Argument seperti itu bukan hanya 
dari kalangan pengamat politik saja akan tetapi masyarakat awampun berpendapat 
demikian.

      Para calon legislative (caleg) yang mencalonkan diri berasal dari 
berbagai kalangan dan berbagai profesi, demokrasi yang tiada batas membuat 
banyak pihak turut ambil bagian dalam pencalonan kali ini, tidak penting sebuah 
kualitas akan caleg tersebut asalkan ijazah SMA telah mereka kantongi yang 
merupakan salah satu syarat utama untuk pencalonan.
      Jadi tidak jarang terdengar ucapan dari berbagai masyarakat yang 
mengatakan apakah mereka mengerti akan dunia politik, apakah mereka layak jadi 
wakil rakyat  atau apakah nantinya mereka-mereka mampu melaksanakan 
tanggungjawabnya sebagai wakil rakyat. Beribu keraguan akan kualitas dan 
akuntabilitas dari  Caleg tersebut pun bermunculan melihat keseharian mereka 
yang tidak pernah bersentuhan dengan politik. 

      Pada umumnya, berbagai profesi dari para caleg tersebut juga 
bermacam-macam mulai dari petani, pengusaha, pedagang, nelayan, supir dan lain 
sebagainya yang tidak ada hubungan dan pengalamannya dengan dunia politik, 
memang tidak jarang juga caleg yang berpendidikan diploma, strata, dan 
pendidikan tinggi lainnya, akan tetapi permasalahannya apakah mereka mempunyai 
pengalaman di dunia politik? memang pada dasarnya itu sudah lebih baik dari 
caleg lain yang hanya mempunyai pendidikan SMA.

      Money Politik

      Disamping semua itu yang menjadi sorotan tajam adalah sistem kampanye 
dari pada Caleg tersebut yang tidak bersifat mendidik atau membangun, yang 
terjadi malah merusak moral dan pola pikir masyarakat. Sistem kampanye para 
caleg ini kerap kali menjadi bahasan perbincangan di tengah-tengah masyarakat, 
ataupun bagi para pengamat politik. 

      Pada umumnya Caleg DPRD TK II/kab,kota, DPRD TK I/propinsi DPD dan caleg 
DPR-RI mempunyai sistem atau metode kampanye yang hampir sama yaitu dengan 
sistem money politik yang sangat luar biasa. Misalnya saja di daerah 
kabupaten/kota money politik terlihat sangat kontras, para caleg langsung 
membeli suara dari tiap masyarakat dengan cara membagi-bagikan uang tunai 
pecahan lima puluh ribu sampai seratus ribu rupiah untuk perorangnya, sungguh 
sangat luar biasa bukan?

      Bukan hanya itu syukuran besar-besaranpun di buat guna memperoleh suara 
terbanyak di pemilu nanti. Sistem seperti ini memang sangat di sukai orang, 
khususnya masyarakat awam yang kehidupannya di lengkapi dengan penderitaan 
kemiskinan. Bahkan orang-orang seperti ini mengharapkan maunya pemilu di 
laksanakan sebulan sekali. Mengapa tidak, karena hanya di saat seperti ini 
mereka memperoleh penghasilan tambahan dari para Caleg tersebut.

      Sehingga tidak jarang satu orang pemilih mengikuti syukuran dan menerima 
uang dari dua orang atau bahkan tiga orang caleg yang berbeda, mereka tidak 
berpikir jauh akan perbuatan tersebut. Kampanye seperti ini jelas merusak moral 
bangsa menjadi bangsa yang materialistis. Yang menjadi sangat aneh yaitu 
mengapa setiap orang mau menerima pemberian dari setiap caleg yang menawarkan 
pemberian tersebut? Bukankah nantinya mereka menjadi bingung menjatuhkan 
pilihan, atau jangan-jangan mereka menjadi Golput karena bingung dengan 
fenomena siraman uang tersebut.

      Masyarakat Materialistis

      Fakta ini memunculkan pertanyaan, benarkah masyarakat kita materialistis? 
Pola pikir masyarakat yang mengatakan, siapa caleg yang memberi uang dengan 
jumlah yang paling besar maka akan menjadi pilihan di saat pemilu nanti. Bukan 
hanya caleg DPRD TK II akan tetapi caleg DPRD TK I,  DPR RI dan DPD pun turut 
meramaikan pembagian uang tersebut secara kontras dan terang-terangan. Kampanye 
kali ini seolah berubah menjadi sebuah pasar tempat jual beli, dimana suara 
masyarakat menjadi objek jual beli

       Apa yang menjadi alasan masyarakat menerima uang dari setiap caleg yang 
menawarkan uang itu? Mungkinkah itu semata-mata karena kodrat manusia yang haus 
akan uang karena juga di desak berbagai kebutuhan, atau mungkin juga itu sebuah 
kekesalan masyarakat akan kinerja wakil rakyat selama ini, masyarakat berpikir 
bilamana mereka telah duduk di tahtanya otomatis mereka akan lupa terhadap 
janji-janji dan harapan-harapan yang telah mereka orasikan, kedekatan semasa 
kampanye akan berakhir secara spontan, jadi masyarakat seolah berpikir ada 
baiknya para caleg di manfaatkan sewaktu masa kampanyenya.

      Bilamana hal seperti ini membudaya di sela kehidupan bangsa ini,  maka 
jelaslah bangsa kita akan tidak beradab dan bermoral, wakil kita di parlemen 
nantinya adalah sekelompok orang yang terpilih karena memiliki uang paling 
banyak semasa kampanye yang kualitas dan akuntabilitas mereka tidak teruji. 
Malah bisa jadi sistem pemerintahan kita akan lebih parah dari sekarang ini.

      Jadi untuk itu, bagi kita masyarakat pemilih gunakanlah hak pilih kita 
sebaik mungkin, jangan  mau di iming-imingi oleh para caleg yang tidak 
bertanggung jawab, tolak dengan tegas money politik yang meremehkan martabat 
dan jiwa kebangsaan kita, jangan anda berharap mereka akan tinggal diam akan 
uang mereka yang telah banyak habis semasa kampanye.
      Perlu di ingat bahwa mereka akan menutupi kerugian semasa kampanye itu 
dengan uang kita sendiri juga, bilamana mereka terpilih nantinya, aspirasi yang 
kita suarakan tidak akan di respon oleh mereka, mengembalikan uang yang habis 
semasa kampanye menjadi prioritas utama mereka. Untuk itu pilihlah calon yang 
benar-benar pro terhadap rakyat yang memiliki kualitas dan akuntabilitas yang 
tinggi, berjiwa kebangsaan dan yang takut akan Tuhan.***

      Penulis Adalah Peneliti pada Center of Law and Democracy Studies (CLDS), 
bermukim di Medan.
     
  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke