Re: [wanita-muslimah] Re: [media-jatim] RUU Pers Negara
Struktur negara hizbut tahrir ini direvisi melulu :)). Katanya islam sudah sempurna dari jaman nabi ? :)). Haiyaaa ... Itu uu apa ndak bid'ah ? Secara mengada adakan sesuati yg baru ? Sent from my BlackBerry� wireless device from XL GPRS network -Original Message- From: mediacare [EMAIL PROTECTED] Date: Sun, 12 Oct 2008 12:05:13 To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Re: [media-jatim] RUU Pers Negara Mbak Martha ikutan Hizbut Tahrir ya? salam, rd - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, October 11, 2008 2:02 PM Subject: [media-jatim] RUU Pers Negara RUU Pers Negara Khilafah Pengantar Media massa (was�'il al-i'l�m) bagi negara Khilafah dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda' al-isl�mi) baik di dalam maupun di luar negeri (Sya'rawi, 1992: 140). Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh. Di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru' Dustur Dawlah al-Khil�fah, pasal 103). Mengingat fungsi strategis ini, dapat dimengerti mengapa Hizbut Tahrir dan para ulamanya menaruh perhatian serius dalam masalah ini. Karena itulah, dalam kitab Ajhizah Dawlah al-Khil�fah (2005: 143), Hizbut Tahrir telah menambahkan satu departemen terkait media massa dalam struktur negara Khilafah, yaitu Departemen Penerangan (d�'irah al-i'l�m). Para ulama Hizbut Tahrir juga terus memikirkan dengan serius bagaimana pengaturan media massa kelak dalam negara Khilafah. Syaikh Ziyad Ghazzal adalah salah satunya. Beliau telah menulis kitab setebal 77 halaman dengan judul, Masyr�' Q�n�n Was�'il al-I'l�m f� Dawlah al-Khil�fah (RUU Media Massa dalam Negara Khilafah) (2003). Kitab inilah yang akan kita telaah pada kesempatan ini. Syaikh Ziyad Ghazzal sendiri adalah seorang mujtahid dari Hizbut Tahrir Palestina. Beliau telah menghasilkan karya-karya berharga berupa sejumlah RUU untuk negara Khilafah yang akan segera berdiri, insya Allah. Karya beliau lainnya adalah Masyr�' Q�n�n al-Ahz�b f� Dawlah al-Khil�fah (2003). (Lihat RUU Parpol Negara Khilafah; majalah Al-Waie, No 92, April 2008). Merinci RUUD Khilafah Dalam kitab Masyr�' Dust�r Dawlah al-Khil�fah (RUUD Negara Khilafah) edisi revisi mutakhir (mu'tamadah) yang dikeluarkan Hizbut Tahrir terdapat dua pasal yang mengatur penerangan (i'l�m) dan alat penerangan umum (was�'il al-i'l�m), yaitu pasal 103 dan 104. Pasal 103 menerangkan keberadaan Departemen Penerangan (d�'irah al-i'l�m) serta tugas pokoknya di dalam dan di luar negeri. Pasal 104 menerangkan bahwa keberadaan suatu media massa tidaklah memerlukan izin (tarkh�s) dari negara; cukup menyampaikan pemberitahuan kepada Departemen Penerangan. Pasal ini juga menerangkan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap segala isi media, yaitu pemimpin redaksi. Dua pasal tersebut jelas masih bersifat global. Sebagai ketentuan dasar dalam Undang-Undang Dasar, bolehlah dua pasal itu dianggap mencukupi. Namun, untuk pengaturan media massa dalam kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks, tentu harus ada ketentuan perundang-undangan yang lebih rinci. Di sinilah kitab Syaikh Ziyad Ghazzal menemukan tempatnya. Kitabnya merupakan rancangan undang-undang islami yang digagas untuk merinci lebih lanjut dari dua pasal tersebut. Rincian Syaikh Ghazzal terwujud dalam 32 pasal yang terdiri dari 2 (dua) bagian: Pertama, pasal 1-19 menjelaskan bagaimana pengaturan media massa dalam negara Khilafah. Kedua, pasal 20-32 menjelaskan tindak pidana yang dilakukan media massa. Pengaturan Media Massa Syaikh Ghazzal mendefinisikan pengertian alat penerangan umum (was�'il al-i'l�m) sebagai alat-alat untuk menyampaikan sesuatu secara terbuka dan terang-terangan. Alat-alat ini meliputi: stasiun TV baik di bumi maupun di luar angkasa, stasiun radio, terbitan berkala (al-mathb�'�t ad-dawriyah), dan bioskop serta panggung pertunjukan (pasal 1 2). Setiap individu rakyat berhak untuk menyampaikan sesuatu kepada publik melalui alat-alat tersebut. Hak ini diakui syariah berdasarkan dalil-dalil yang mewajibkan atau mensunnahkan menyampaikan sesuatu secara terbuka dan terang-terangan. Banyak dalil dikemukan oleh Syaikh Ghazzal, misalnya tindakan Ibnu Abbas yang secara terang-terangan mengkritik Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Diceritakan oleh Ikrimah bahwa Ali bin Abi Thalib telah membakar orang-orang zindiq yang murtad sebagai hukuman atas mereka. Berita ini sampai kepada Ibnu Abbas, lalu dia berkata, Kalau aku, tidak akan membakar mereka, karena ada larangan Rasululah saw., 'Janganlah kamu menyiksa dengan siksaan Allah
[wanita-muslimah] Re: [media-jatim] RUU Pers Negara
Bid'ah klo sasaran tembaknya NU, klo HT yg melakukan namanya ijtihad.:) --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote: Struktur negara hizbut tahrir ini direvisi melulu :)). Katanya islam sudah sempurna dari jaman nabi ? :)). Haiyaaa ... Itu uu apa ndak bid'ah ? Secara mengada adakan sesuati yg baru ? Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS network -Original Message- From: mediacare [EMAIL PROTECTED] Date: Sun, 12 Oct 2008 12:05:13 To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: [wanita-muslimah] Re: [media-jatim] RUU Pers Negara Mbak Martha ikutan Hizbut Tahrir ya? salam, rd - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, October 11, 2008 2:02 PM Subject: [media-jatim] RUU Pers Negara RUU Pers Negara Khilafah Pengantar Media massa (wasâ'il al-i'lâm) bagi negara Khilafah dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda' al-islâmi) baik di dalam maupun di luar negeri (Sya'rawi, 1992: 140). Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh. Di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru' Dustur Dawlah al-Khilâfah, pasal 103). Mengingat fungsi strategis ini, dapat dimengerti mengapa Hizbut Tahrir dan para ulamanya menaruh perhatian serius dalam masalah ini. Karena itulah, dalam kitab Ajhizah Dawlah al-Khilâfah (2005: 143), Hizbut Tahrir telah menambahkan satu departemen terkait media massa dalam struktur negara Khilafah, yaitu Departemen Penerangan (dâ'irah al-i'lâm). Para ulama Hizbut Tahrir juga terus memikirkan dengan serius bagaimana pengaturan media massa kelak dalam negara Khilafah. Syaikh Ziyad Ghazzal adalah salah satunya. Beliau telah menulis kitab setebal 77 halaman dengan judul, Masyrû' Qânûn Wasâ'il al-I'lâm fî Dawlah al-Khilâfah (RUU Media Massa dalam Negara Khilafah) (2003). Kitab inilah yang akan kita telaah pada kesempatan ini. Syaikh Ziyad Ghazzal sendiri adalah seorang mujtahid dari Hizbut Tahrir Palestina. Beliau telah menghasilkan karya-karya berharga berupa sejumlah RUU untuk negara Khilafah yang akan segera berdiri, insya Allah. Karya beliau lainnya adalah Masyrû' Qânûn al-Ahzâb fî Dawlah al-Khilâfah (2003). (Lihat RUU Parpol Negara Khilafah; majalah Al-Waie, No 92, April 2008). Merinci RUUD Khilafah Dalam kitab Masyrû' Dustûr Dawlah al-Khilâfah (RUUD Negara Khilafah) edisi revisi mutakhir (mu'tamadah) yang dikeluarkan Hizbut Tahrir terdapat dua pasal yang mengatur penerangan (i'lâm) dan alat penerangan umum (wasâ'il al-i'lâm), yaitu pasal 103 dan 104. Pasal 103 menerangkan keberadaan Departemen Penerangan (dâ'irah al-i'lâm) serta tugas pokoknya di dalam dan di luar negeri. Pasal 104 menerangkan bahwa keberadaan suatu media massa tidaklah memerlukan izin (tarkhîs) dari negara; cukup menyampaikan pemberitahuan kepada Departemen Penerangan. Pasal ini juga menerangkan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap segala isi media, yaitu pemimpin redaksi. Dua pasal tersebut jelas masih bersifat global. Sebagai ketentuan dasar dalam Undang-Undang Dasar, bolehlah dua pasal itu dianggap mencukupi. Namun, untuk pengaturan media massa dalam kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks, tentu harus ada ketentuan perundang-undangan yang lebih rinci. Di sinilah kitab Syaikh Ziyad Ghazzal menemukan tempatnya. Kitabnya merupakan rancangan undang-undang islami yang digagas untuk merinci lebih lanjut dari dua pasal tersebut. Rincian Syaikh Ghazzal terwujud dalam 32 pasal yang terdiri dari 2 (dua) bagian: Pertama, pasal 1-19 menjelaskan bagaimana pengaturan media massa dalam negara Khilafah. Kedua, pasal 20-32 menjelaskan tindak pidana yang dilakukan media massa. Pengaturan Media Massa Syaikh Ghazzal mendefinisikan pengertian alat penerangan umum (wasâ'il al-i'lâm) sebagai alat-alat untuk menyampaikan sesuatu secara terbuka dan terang-terangan. Alat-alat ini meliputi: stasiun TV baik di bumi maupun di luar angkasa, stasiun radio, terbitan berkala (al-mathbû'ât ad-dawriyah), dan bioskop serta panggung pertunjukan (pasal 1 2). Setiap individu rakyat berhak untuk menyampaikan sesuatu kepada publik melalui alat-alat tersebut. Hak ini diakui syariah berdasarkan dalil-dalil yang mewajibkan atau mensunnahkan menyampaikan sesuatu secara terbuka dan terang-terangan. Banyak dalil dikemukan oleh Syaikh Ghazzal, misalnya tindakan Ibnu Abbas yang secara terang-terangan mengkritik Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Diceritakan oleh Ikrimah bahwa Ali bin Abi Thalib telah membakar orang-orang
[wanita-muslimah] Re: [media-jatim] RUU Pers Negara
Mbak Martha ikutan Hizbut Tahrir ya? salam, rd - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, October 11, 2008 2:02 PM Subject: [media-jatim] RUU Pers Negara RUU Pers Negara Khilafah Pengantar Media massa (wasâ'il al-i'lâm) bagi negara Khilafah dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda' al-islâmi) baik di dalam maupun di luar negeri (Sya'rawi, 1992: 140). Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh. Di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru' Dustur Dawlah al-Khilâfah, pasal 103). Mengingat fungsi strategis ini, dapat dimengerti mengapa Hizbut Tahrir dan para ulamanya menaruh perhatian serius dalam masalah ini. Karena itulah, dalam kitab Ajhizah Dawlah al-Khilâfah (2005: 143), Hizbut Tahrir telah menambahkan satu departemen terkait media massa dalam struktur negara Khilafah, yaitu Departemen Penerangan (dâ'irah al-i'lâm). Para ulama Hizbut Tahrir juga terus memikirkan dengan serius bagaimana pengaturan media massa kelak dalam negara Khilafah. Syaikh Ziyad Ghazzal adalah salah satunya. Beliau telah menulis kitab setebal 77 halaman dengan judul, Masyrû' Qânûn Wasâ'il al-I'lâm fî Dawlah al-Khilâfah (RUU Media Massa dalam Negara Khilafah) (2003). Kitab inilah yang akan kita telaah pada kesempatan ini. Syaikh Ziyad Ghazzal sendiri adalah seorang mujtahid dari Hizbut Tahrir Palestina. Beliau telah menghasilkan karya-karya berharga berupa sejumlah RUU untuk negara Khilafah yang akan segera berdiri, insya Allah. Karya beliau lainnya adalah Masyrû' Qânûn al-Ahzâb fî Dawlah al-Khilâfah (2003). (Lihat RUU Parpol Negara Khilafah; majalah Al-Waie, No 92, April 2008). Merinci RUUD Khilafah Dalam kitab Masyrû' Dustûr Dawlah al-Khilâfah (RUUD Negara Khilafah) edisi revisi mutakhir (mu'tamadah) yang dikeluarkan Hizbut Tahrir terdapat dua pasal yang mengatur penerangan (i'lâm) dan alat penerangan umum (wasâ'il al-i'lâm), yaitu pasal 103 dan 104. Pasal 103 menerangkan keberadaan Departemen Penerangan (dâ'irah al-i'lâm) serta tugas pokoknya di dalam dan di luar negeri. Pasal 104 menerangkan bahwa keberadaan suatu media massa tidaklah memerlukan izin (tarkhîs) dari negara; cukup menyampaikan pemberitahuan kepada Departemen Penerangan. Pasal ini juga menerangkan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap segala isi media, yaitu pemimpin redaksi. Dua pasal tersebut jelas masih bersifat global. Sebagai ketentuan dasar dalam Undang-Undang Dasar, bolehlah dua pasal itu dianggap mencukupi. Namun, untuk pengaturan media massa dalam kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks, tentu harus ada ketentuan perundang-undangan yang lebih rinci. Di sinilah kitab Syaikh Ziyad Ghazzal menemukan tempatnya. Kitabnya merupakan rancangan undang-undang islami yang digagas untuk merinci lebih lanjut dari dua pasal tersebut. Rincian Syaikh Ghazzal terwujud dalam 32 pasal yang terdiri dari 2 (dua) bagian: Pertama, pasal 1-19 menjelaskan bagaimana pengaturan media massa dalam negara Khilafah. Kedua, pasal 20-32 menjelaskan tindak pidana yang dilakukan media massa. Pengaturan Media Massa Syaikh Ghazzal mendefinisikan pengertian alat penerangan umum (wasâ'il al-i'lâm) sebagai alat-alat untuk menyampaikan sesuatu secara terbuka dan terang-terangan. Alat-alat ini meliputi: stasiun TV baik di bumi maupun di luar angkasa, stasiun radio, terbitan berkala (al-mathbû'ât ad-dawriyah), dan bioskop serta panggung pertunjukan (pasal 1 2). Setiap individu rakyat berhak untuk menyampaikan sesuatu kepada publik melalui alat-alat tersebut. Hak ini diakui syariah berdasarkan dalil-dalil yang mewajibkan atau mensunnahkan menyampaikan sesuatu secara terbuka dan terang-terangan. Banyak dalil dikemukan oleh Syaikh Ghazzal, misalnya tindakan Ibnu Abbas yang secara terang-terangan mengkritik Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Diceritakan oleh Ikrimah bahwa Ali bin Abi Thalib telah membakar orang-orang zindiq yang murtad sebagai hukuman atas mereka. Berita ini sampai kepada Ibnu Abbas, lalu dia berkata, Kalau aku, tidak akan membakar mereka, karena ada larangan Rasululah saw., 'Janganlah kamu menyiksa dengan siksaan Allah!' Niscaya aku hanya akan membunuh mereka karena sabda Rasululah saw., 'Siapa saja yang mengganti agamanya, bunuhlah dia!' (HR al-Bukhari) (h. 5) (Al-Maliki, 1990: 83). Hadis ini menunjukkan adanya hak untuk menyampaikan sesuatu kepada publik secara terbuka lewat media massa. Namun, hak ini diatur dengan sejumlah kewajiban dan syarat tertentu. Orang yang mau menerbitkan majalah atau mendirikan stasiun TV dan radio, misalnya, memang tidak disyaratkan meminta izin (tarkhîs) kepada negara, karena