Satriyo:
Terima kasih mas Janoko, kita saling doakan dan support dalam
fastabiqul khaiart dan amr ma'ruf nahyi munkar. amin
salam,
satriyo
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, jano ko <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Aisha :
>
> Saya tidak mengerti pendapat mas Ary tentang korban di bawah ini,
yang jelas kalau saya boleh menilai pak Satriyo, kadang-kadang pak
Satriyo membuat diskusi jadi rumit dengan komentar yang main potong
kalimat-kalimat dari postingan yang lain yang ditanggapinya. Padahal
masalahnya sederhana, tapi berubah jadi berputar-putar dan panjang,
bertele-tele dan maaf banget, saya yang sulit untuk membaca semua
postingan di WM, malah semakin pusing ngikutin obrolannya, atau
mungkin memang otak saya jongkok bangetsss ya..:) yang lebih bikin
pusing lagi, udah muter-muter, eh pakai marah pula..:)
>
>
>
> Jano - ko :
>
> --
>
> W M telah memberikan contoh yang bagus sekali bahwa sebaiknya
solusi terhadap segala permasalahan didunia ini sebaiknya
dikembalikan kepada Al Qur'an dan Hadis.
> Penyelesaian masalah dunia yang berdasarkan pendapat manusia yang
tidak berpedoman kepada Al Qur'an hanya akan menimbulkan problem-
problem baru.
>
> Kepada Mas Satriyo, monggo teruskan perjuangannya untuk selalu
amar ma'ruf nahi mungkar.
>
> ---
>
> Hadis :
>
> "Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah
ia merubahnya dengan tangannya, bila ia tidak mampu maka hendaklah ia
merubahnya dengan lisannya, bila ia tidak mampu maka hendaklah ia
merubahnya dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman".
(HR. Muslim )
>
> "Perumpamaan orang-orang yang memegang teguh hukum Allah dan
orang-orang yang menyimpang darinya adalah seperti kaum yang berlayar
di atas sebuah kapal. Sebagian mereka di bagian atasnya dan sebagian
lagi di bagian bawahnya. Orang-orang yang berada di bagian bawah
kapal tersebut apabila ingin minum, mereka harus nak ke atas dan
melewati orang-orang yang berada di atas kapal tersebut. Akhirnya
salah seorang di antara mereka yang berada di bagian bawah kapal
tersebut berkata, "Kalau kita melubangi kapal ini, kita bisa
mengambil air untuk minum dan tidak perlu lagi mengganggu orang-orang
di atas." Apabila seluruh penghuni kapal membiarkan orang itu
melubangi kapal dan tidak berusaha mencegahnya, niscaya akan
binasalah mereka seuruhnya. Namun apabila mereka berusaha
mencegahnya, maka selamatlah dia dan seluruh penumpang kapal itu."
(HR. Bukhari dan Tarmidzi)
> Dari hadist pertama terlihat jelas bahwa amar mencegah
kemungkaran
>
> ---
>
> Kalau berpedoman kepada pendapat Aisha " hasil akhir dari dialog
itu bukan urusan saya ", maka mas Satriyo juga mempunyai hak untuk
mengutarakan pendapatnya yang sesuai dengan Al Qur'an dan Hadis
tersebut.
>
> :)
>
> Wassalam
>
> --oo0oo--
>
>
>
>
> Aisha <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Wah maaf nih, saya baru baca yang ini sementara saya
sudah posting tanggapan terhadap pak Satriyo. Terima kasih untuk mas
Ary yang sudah membantu saya untuk menjelaskan masalah ini, mudah-
mudahan pak Satriyo sekarang lebih memahami maksud saya lewat
penjelasan mas Ary ini maupun penjelasan saya.
>
> Atau mau saya jelaskan lagi dengan contoh lain ya? Contoh yang baru
lewat, Mba Ning posting renungannya tentang ibu Kartini, yang
dibayangkan mungkin jika pemahaman agamanya sudah lebih lengkap, ibu
Kartini akan berjilbab (jilbab yang nutup rapat tentunya seperti
gamis + kerudung yang menutup dada). Saya menanggapi tulisan mba
Ning, pendapat saya pribadi tidak memasalahkan jilbab atau gaya
berpakaian orang yang sudah lebih 100 tahun yang lalu dengan budaya
Jawanya saat itu, di masa penjajahan dan di tempat dimana Islam
disebarkan sudah didahului oleh agama-agama lainnya. Lebih baik
meniru kelebihan Kartini saat itu seperti kemampuan berbahasa
asingnya, kemampuan membacanya (selain buku, Kartini terkenal rajin
membaca koran, padahal jaman sekarang ini kan yang baca koran di
republik ini masih sedikit, lihat saja oplah koran yang termasuk tua
di republik ini, lalu dari jumlah pembaca koran yang sedikit ini,
berapa persen perempuan yang biasa membacanya?), kemampuan Kartini
> menulis juga bagus sekali kan, nah berapa persen perempuan
Indonesia yang mampu menulis dengan baik? Jika saya bla bla menulis
pendapat saya tentang Kartini yang berbeda dengan pendapat mba Ning,
saya tidak memikirkan apakah pendapat saya ini akan diterima oleh mba
Ning dan segera mba Ning berpendapat sama dengan saya, tentu tidak
seperti itu kan? Saya tidak peduli pendapat orang lain dalam hal ini,
misalnya apakah pendapat mba Ning akan tetap atau pendapatnya akan
sama dengan saya, itu semuanya di luar kewenangan saya, memangnya
saya Allah yang bisa membolak-balik perasaan manusia lainnya, yang
bisa ngatur keinginan orang lain? saya hanya menanggapi saja sesuai
dengan yang s