http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen/2010/04/24/1950/Sang-Jendral-Membongkar-Mafia

Buku
24 April 2010 | 08:28 wib
Buku Mereka Menuduh Saya
Sang Jendral Membongkar Mafia

 
"KEMATIAN membela kebenaran lebih terhormat daripada hanyut dalam jaringan 
mafia". Inilah ungkapan Susno Duadji ketika rapat dengar pendapat dengan Komisi 
III DPR RI pada awal April 2010. Kalimat itu diucapkan Susno untuk membuktikan 
bahwa pembongkaran jaringan mafia yang sedang dia lakukan merupakan tanggung 
jawab profetiknya sebagai seorang perwira kepolisian. Susno tidak rela jaringan 
mafia justru mengebiri negara dengan menilap harta negara secara brutal. Susno 
berani angkat suara sekeras-kerasnya, bahkan kalaupun kematian akan 
menjemputnya dalam perjuangan ini, ia akan bangga dengan kematiannya. Daripada 
meninggalkan harta hasil korupsi, bagi Susno, lebih baik meninggalkan jejak 
perjuangan membela kebenaran kepada anak cucu.

Spirit perjuangan sang jenderal inilah yang menjadikan dia akhir-akhir ini 
menjadi manusia paling ternama dalam bebarapa bulan terakhir ini.
Keberaniannya semakin teguh terlebih dengan makin banyaknya jaringan mafia 
negara yang banyak terseret di meja hijau. Susno bahkan tak segansegan 
membongkar jaringan mafia kelas kakap yang melibatkan kaum elite kekuasaan, dan 
jaringan petinggi di kepolisian. Keberanian ini, terbukti, dengan banyaknya 
mafia di dinas perpajakan yang telah menilap miliaran uang negara. Mulai dari 
Gayus, Bahasyim, Andi Kokasih, sampai Sjaril Djohan yang masih hangat sekarang 
ini.

Lupa
Semua itu dilakukan demi membela kebenaran di tengah kekuasaan yang lupa. 
Karena kaum petinggi negara banyak lupa karena terjerat jaringan mafia, tak 
salah kalau petinggi negara, bahkan instansi kepolisian sendiri banyak yang 
lupa dengan kebenaran yang menjadi tugasnya. Dan karena lupa, akhirnya Susno 
sendiri juga diuduh dengan beragam kasus.
Karena itulah Susno membela dan membongkar jaringan mafia yang mengitari 
lembaganya sendiri. Dalam konteks semacam itulah buku ini hadir untuk 
memberikan klarifikasi dan penjelasan yang proporsional ihwal arah perjuangan 
yang akan dijalankan Susno dalam membela keadilan di Negeri Makelar Kasus ini.

Kesan awal atas buku ini seolah merupakan pembelaan Susno atas tuduhan yang 
telah dialamatkan kepadanya. Seperti tuduhan menerima suap Rp 10 miliar rupiah 
dari pengusaha Budi Sampoerna dalam kasus Bank Century, rekayasa skandal Cicak 
vs Buaya, sampai sakit hatinya dicopot dari kursi Kabareskrim Mabes Polri.
Karena tuduhan suap itulah Susno akhirnya diduga banyak terlibat dalam berbagai 
jaringan mafia. Susno dijebak untuk menjadi "kambing hitam" dalam berbagai 
kasus, khususnya dalam masalah Bank Century. Karena tuduhan yang menggelinding 
itu terus menguat, akhirnya Susno dicopot dari kursi Kabareskrim Mabes Polri. 
Akan tetapi lepas dari jabatan Kabareskrim Mabes Polri justru membuat Susno 
semakin "bebas" dan "leluasan" untuk menyuarakan kebenaran.

Karena dicopot dari jabatan, maka hal itu dijadikan Susno sebagai momentum 
tepat membongkar jaringan mafia yang mengakar kuat dalam tubuh instansi negara.
Keberanian yang terus membara inilah yang menjadikan buku ini bukanlah sebuah 
"pembelaan" atas pencopotan Susno dari Kabareskrim Mabes Polri, tetapi justru 
menjadi starting point dia dalam memperjuangkan kebenaran yang diyakini. Bagi 
Susno, dalam memperjuangkan pemberantasan korupsi, yang harus dibersihkan 
terlebih dulu adalah aparat hukum itu sendiri.

Susno bertanya, jika aparat hukum yang korup. bagaimana kita, sebagai aparat 
hukum, bisa memberantas korupsi kalau kitanya sendiri korupsi? Karena itu, 
sebagai tahap awal, dia "bersihkan" dulu di dalam, baru setelah itu 
membersihkan yang di luar. Bagaimana mau menangkap bupati, direktur, dan 
lain-lain kalau di dalamnya belum bersih dari korupsi. Kalau aparatnya korupsi, 
tamatlah republik ini.
Keberanian Susno semacam ini sudah dia buktikan ketika menjabat sebagai Kepala 
Polisi Daerah (Kapolda) Jawa Barat pada 2008.

Saat menjabat Kapolda Jabar, Susno dengan lantang selalu menyuarakan agenda 
pemberantasan korupsi. Bahkan dia sendiri menjadi panglima pemberantasan 
korupsi. Dan Susno berkali-kali mengatakan, menjalankan agenda pemberantasan 
korupsi sebaiknya dimulai dari keluarganya sendiri. Karena keluarga sudah 
terbukti tidak korupsi, barulah Susno kemudian membersihkan bawahan-bawahannya. 
Bagi Susno, kalau mau menjadi panglima pemberantasan korupsi, mulailah dari 
diri sendiri dan keluarga. Karena tidak mungkin seorang pejabat mau melakukan 
agenda pemberantasan korupsi, sementara dirinya sendiri dan keluarganya 
ternyata terlibat dalam jejaringan mafia korupsi.

Pejabat yang soksibuk dengan urusan korupsi, sementara dirinya dan keluarganya 
terkait jaringan korupsi, hanya akan ditertawakan bawahan dan rakyat. Dengan 
lantang Susno kemudian membersihkan aparat penegak hukum di Jabar saat itu. Dia 
tak tanggung-tanggung menyeret pejabat.


Risiko apa pun sudah dia pikirkan, karena yang dia bela adalah kebenaran, bukan 
sekadar mencari sensasi dan citra politik. Bukti keseriusan Susno saat menjabat 
Kapolda Jabar seakan menggebrak kembali saat ini. Suara lantang Susno selalu 
menghiasi media cetak dan elektronik. Kalau saat konflik Cecak vs Buaya saat 
itu semua menentang Susno, tetapi saat ini, karena keterbukaan dan keberanian 
Susno, semua mendukung dia untuk membongkar jaringan mafia.

Buku semacam ini bukan sekadar pembelaan, tetapi testimoni Susno untuk 
membongkar mafia dalam menegakkan kebenaran. Rakyat selalu mendukung kebenaran. 
Karena itu apa pun yang dilakukan Susno kalau memang untuk membela kebenaran, 
pastilah akan mendapatkan dukungan kuat dari rakyat. Susno jangan sampai 
tergoda oleh segala iming-iming kekuasaan dan tetap menjalankan misi 
profetiknya dalam membongkar jaringan kejahatan yang dijalankan mafia.

(Muhammadun AS-35/CN15) 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke