Assalamu'alaikum Wr. Wb. Hari ini saya baca sebuah berita di harian Kompas di hal 22 (harian Kompas tanggal 9 Januari 2009). Berita yang saya cari di Kompas online ga ada.
JALAN PANJANG MENUJU KESELAMATAN Imam Husen (34) mengatupkan kedua telapak tangannya dan meletakkan di dada. Mulutnya melafalkan Surat Yasin dengan perlahan dan suara lirih. Dari kedua sudut matanya menetes air mata. Imam Husen adalah salah seorang dari 193 warga Myanmar yang selamat sampai perairan Indonesia. Berkat dua nelayan Desa Ie Meulee - Sukajaya, Sabang, Ujang dan Nurdin, perahu layar yang digunakan para pelarian asal Myanmar bisa bersandar dengan selamat di Dermaga Pangkalan TNI Angkatan Laut, Sabang, Rabu (7/1) siang. Ujang (37) menuturkan, semula ia takut melihat para penumpang kapal tersebut. Ia mengira mereka perompak. "Tapi setelah mereka menggunakan bahasa isyarat yang menyatakan kehausan dan kelaparan, saya berani mendekat. Seluruh perbekalan saya berikan pada mereka," katanya. Keduanya lantas menarik perahu yang berisi ratusan orang asal Myanmar dan Bangladesh menuju Kota Sabang. Kekerasan Imam Huen dengan bahasa inggris patah - patah menjelaskan, dirinya bersama ratusan orang asal wilayah Mondu, Myanmar, melarikan diri karena tidak tahan kekerasan yang dilakukan junta militer. Selain itu, kaum Muslim yang merupakan minoritas dalam struktur masyarakat Myanmar dianiaya oleh junta militer dan masyarakat mayoritas. Husen menuturkan, wilayah tempat tinggal mereka dekat dengan perbatasan Myanmar dan Bangladesh. Bahasa sehari - hari yang mereka gunakan bahasa Urdu yang berbeda dengan bahasa mayoritas rakyat Myanmar. Husen menuturkan, ratusan pelarian asal Myanmar meninggalkan negara itu awal Desember. Ada empat kapal layar, satu diantaranya berisi anak - anak dan kaum perempuan, berlayar menuju Malaysia dan negara - negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. "Pakistan, Afganistan, Saudi Arabia, Indonesia, Malaysia. Muslim. Yes", katanya lirih. Dalam perjalanan, mereka sempat singgah dan masuk e perairan Thailand. Namun, mereka diusir oleh Armada Angkatan Laut Thailand. "Kami dipukuli, bahkan ada yang ditusuk senjata tajam," katanya. Husen menunjuk teman sekapalnya, Qadir, yang dianiaya tentara Thailand. Luka tusukan benda tajam masih terlihat jelas. Menurut dr. Togu Siburian, anggota tim medis RSUD Kota Sabang, para pengungsi banyak mengalami trauma karena kekerasan benda tumpul. Ajijullah, salah seorang pelarian juga menuturkan hal yang sama. "perahu kami diusir dan kami dipukuli oleh anggota Angkatan Laut Thailand saat mengisi bahan bakar dan tambahan logistik," katanya. Kapal berukuran panjang sekitar 10 meter dengan lebar empat meter yang mereka tumpangi hanya bermesin dengan kapasitas 16 PK. Dua layar yang mereka gunakan sudah banyak berlubang. Para pengungsi yang ditempatkan di lapangan Pangkalan Angkata Laut Sabang sebenarnya ingin bercerita banyak tentang penderitaan selama tinggal di Myanmar dan perjalanan panjang mereka. Namun, aparat keamanan di Sabang melarang mereka melakukan kontak fisik dan kontak suara dengan para wartawan. Padahal, mereka hanya ingin bebas dari penyiksaan dan tinggal di wilayah yang mampu menjamin keselamatan kecil mereka. Itu tadi berita dari Kompas, yg versi online-nya ga ada, di Kompas pun nyempil di halaman dalam dan ada di pojok bagian bawah. Kalo ga rajin2 baca pasti kelewatan. Saudara sesama muslim kita yang dekat dan teraniaya, adakah lembaga2 sosial muslim kita yang membantunya. Saya tidak tahu kebijakan pemerintah kita soal pengungsi, tapi setidaknya kalo ada lembaga sosial muslim kita yang membantu, ada tempat buat kita untuk menyalurkan bantuan. Nangis rasanya baca berita seperti ini, hanya sebuah masyarakat kecil yang tidak bisa bikin dan jadi newsmaker (bandingkan dengan berita yang impactnya besar), akan lebih banyak dilupakan dan terlupakan sehingga tidak tertolong. Moga2 ada yang membantu dan menolong Salam, maria ulfa