Syiah Ekstrem  Oleh Abd Moqsith Ghazali  14/05/2007  Saya tidak tahu, apa yang 
hendak dicapai dengan mereproduksi secara terus-menerus pertarungan politik 
yang berlangsung empat belas abad lalu itu. Apakah dengan mendaur-ulang 
wacana-wacana demikian tata hubungan damai di antara umat Islam akan makin 
sehat? 
      


 --> 
    
   artikel Abd Moqsith Ghazali lainnya   
   07/05/2007
NU Versus Gerakan Transnasional   
   16/04/2007
Dari Kartini Sampai Feminis Islam:   
   15/01/2007
Progresivitas Kaum Santri   
   18/12/2006
Harmoni Islam dan Kristen   
   25/10/2006
Nabi Perempuan   
   Total 45 artikel
Lebih lengkap lihat biodata penulis 
    
   artikel baru   
   21/05/2007
Sumanto al Qurtuby
Memperkuat Islam Pacifis   
   21/05/2007
Siti Jenar Dianggap Provokator Kesadaran   
   14/05/2007
Moh. Shofan 
Menuju Pluralisme Global   
   14/05/2007
Agama Saya Adalah Jurnalisme   
   07/05/2007
Susah Menghadapi Orang Salah Paham 
    
   artikel sebelumnya   
   14/05/2007
Moh. Shofan 
Menuju Pluralisme Global   
   14/05/2007
Agama Saya Adalah Jurnalisme   
   07/05/2007
Susah Menghadapi Orang Salah Paham   
   07/05/2007
Abd Moqsith Ghazali
NU Versus Gerakan Transnasional   
   07/05/2007
Ulil Abshar-Abdalla
Benarkah Islam Agama "Jalan Tengah"? 


    Syiah biasanya diasosiasikan dengan sekelompok umat Islam yang mengikuti 
doktrin dan tradisi Ahlul Bait, atau persisnya sunnah Ali bin Abi Thalib dan 
Fathimah al-Zahra. Sejak kemunculannya sampai sekarang, Syiah sudah 
terfragmentasi ke pelbagai varian dengan tafsir keagamaan masing-masing yang 
khas. Walau populasi Syiah tak seberapa, varian-varian Syiah yang berjumlah 
belasan itu mulai menyebar ke berbagai negeri-negeri Muslim. 
  Tak hanya di Iran, kini Syiah berkembang di Pakistan, India, Irak, hingga 
Indonesia. Varian Syiah yang beraneka ragam itu dapat dikelompokkan ke dalam 
dua kategori besar; moderat dan ekstrem. Syiah ektrem biasa disebut dengan 
Syiah Ghulât. Baik yang moderat maupun yang ekstrem punya cerita dasar yang 
sama, yaitu menghormati keluarga Nabi yang--menurut mereka--direpresentasikan 
Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain.
   
  Sampai di situ, antara Sunni-Syi’ah tak ada banyak pertentangan. Sebagaimana 
kelompok Syiah, kaum Sunni pun sangat menghormati keluarga Nabi. Kalangan 
pesantren di Jawa dan Madura pasti tahu kitab Barzanji yang ditulis 
al-Bushairi. Kitab yang dibaca setiap malam Jumat oleh para santri di Jawa 
Timur itu memuat puji-pujian terhadap Nabi dan keluarganya. Bacaan-bacaan doa 
penyembuhan yang populer di kalangan NU pun berisi nama-nama keluarga Nabi 
sebagai wasilah. 
   
  Dengan demikian, Ahlul Bait disanjung demikian tinggi, bukan hanya oleh Syiah 
melainkan juga kalangan Sunni Jawa. Dengan begitu, jelas bahwa Islam Sunni yang 
punya pengikut paling besar di negeri ini berpandangan positif terhadap 
keluarga Nabi.
   
  Namun, beda dengan kaum Syiah, Sunni tak hanya menghargai Ahlul Bait 
melainkan juga para sahabat Nabi dan isteri-isterinya secara keseluruhan. Dalam 
tradisi Sunni, sosok-sosok seperti Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, 
Utsman bin Affan, Aisyah, Hafshah, dan lain-lain sangat dihargai, sebagaimana 
kaum Sunni menghargai Ali dan Fathimah dengan sepenuh hati. 
   
  Kalau boleh meminjam bahasa Alqur`an, kaum Sunni hendak berkata: la nufarriqu 
bayna ahadin minhum (kami tidak membeda-bedakan mereka). Semua sahabat dan 
keluarga Nabi diperlakukan secara terhormat. Kaum Sunni berpendirian kullus 
shahâbati ‘udûl. Pandangan seperti ini muncul, karena semua sahabat dan 
keluarga Nabi dianggap orang-orang yang mendampingi Nabi ketika Islam berada 
dalam tekanan dan serangan orang-orang Musyrik Mekah.
  Berbeda dengan kalangan Sunni dan Syiah moderat, Syiah ektrem yang kini mulai 
tumbuh di Jawa dan Madura, bukan hanya tak menghargai para sahabat, bahkan 
membencinya. Saya kerap mendengar informasi tentang kegemaran para dai Syiah 
ekstrem mencaci maki sahabat Umar bin Khattab, Abu Bakar, Utsman, dan 
lain-lain. Ketiga sahabat ini dianggap telah merampas tampuk kepemimpinan umat 
yang mestinya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib sepeninggal Nabi. 
   
  Tidak jarang caci-maki itu diekspresikan secara hiperbolik dan dramatis. Saya 
tidak tahu, apa yang hendak dicapai dengan mereproduksi secara terus-menerus 
pertarungan politik yang berlangsung empat belas abad lalu itu. Apakah dengan 
mendaur-ulang wacana-wacana demikian tata hubungan damai di antara umat Islam 
akan makin sehat?
  Reproduksi kebencian jelas tak mendatangkan kemaslahatan. Sementara bukti 
kemanfaatannya belum tampak, bukti kemudaratannya sudah di depan mata. 
Sekiranya khotbah dan pernyataan panas seperti itu disampaikan di tengah umat 
yang menghormati para sahabat, maka terjadinya konflik tinggal menghitung hari 
dan menunggu momentum. 
  Syiah yang ekstrem mestinya bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan 
kata-kata provokatif di kalangan umat Islam Sunni. Jika itu dilakukan, tak 
tertutup kemungkinan Indonesia akan jadi seperti Irak dan Pakistan, tempat 
Sunni dan Syi’ah saling menghancurkan dan membunuh. 
   
  Mengantisipasi hal itu, PBNU melalui salah satu seruannya meminta umat Islam 
untuk tak terjebak di dalam konflik internal. Kaum Syiah diminta untuk tak 
mengeluarkan statemen panas menyangkut sahabat-sahabat Nabi; kaum Sunni diimbau 
tak bersikap emosial dan mudah tersinggung. 
   
  Taushiyah ini keluar sebagai seruan moral untuk menurunkan ketegangan antara 
Sunni dan Syiah ekstrem yang pekan-pekan ini mengalami pasang-naik di daerah 
tapal kuda Jawa Timur. Sebelum terlambat, perlu disusun langkah-langkah 
antisipatif; bukan hanya supaya konflik tak menjalar ke tempat lain, juga agar 
ketegangan di daerah santri itu tak disusupi pihak lain. 
   
  

  ^ Kembali ke atas 
  Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1254


e-mail: [EMAIL PROTECTED]
  blog: http://mediacare.blogspot.com

       
---------------------------------
Get the Yahoo! toolbar and be alerted to new email wherever you're surfing. 

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to