Kronik Sairara: "LE DECLIN DE L'HOMME BLANC" 3. Ketika : "Pas si vite!" Eric Le Boucher lalu mengacu pada Daniel Kaufmann yang menekuni masalah-masalah Bank Dunia mengenai masalah-masalah demokrasi dan pembangunan, masalah demokrasi dan penyelenggaraan negara [gouvernance -- saya ragu apakah gouvernance bisa diterjemahkan dengan "penyelenggaraan negara", seperti halnya terjemahan empowerment bisakah padan dengan istilah pemedayaan. Untuk sementara saya menggunakan istilah penyelenggaraan negara untuk gouvernance] . Dalam kajiann tentang masalah-masalah di atas, Kaufmann menggunakan kriteria-kriteria yang membedakan antara demokrasi politik, demokrasi ekonomi, pengawasan terhadap korupsi [hal yang oleh Eric dikatakan baik di Selatan atau pun Utara sering dilupakan], lalu jangkauan jangka panjang ketiga hal tersebut. Yang Kaufmann masukkan dalam kategori demokrasi politik adalah masalah-masalah: pemilihan bebas, Negara Hukum [Etat de droit], kebebasan pers...]. Sedangkan dalam kategori demokrasi ekonomi Kaufmann memasukkan unsur-unsur: efektivitas pemerintah, regularisasi, kebebasan melakukan kontrak- kontrak...[dan entah di mana Kaufmann menaruh pembagian dan pemerataan relatif penghasilan -- keadilan relatif jika menggunakan standar keadilan John Rawl, yang nampaknya dilupakan oleh Kaufmann ketika berbicara masalah demokrasi ekonomi.Bandingkan juga dengan konsep keadilan sosial pada Pancasila Soekarno atau Sun Yat Sen. Sedangkan mengenai demokrasi politik, entah di mana dan bagaimana Kaufmann melihat pemilihan bebas sebagai suatu standar tunggal dan jaminan demokrasi politik, sementara di Perancis sendiri pemilihan bebas dipandang sebagai pembuka jalan bagi diktatur bahkan kerajaan mayoritas -- ujud perkembangan baru secara teoritis dibidang demokrasi politik]. Acuan kepada Kaufmann dilakukan oleh Eric Le Boucher berdasarkan pertimbangan laju kecepatan pembangunan [development], terutama dari segi pertumbuhan ekonomi [la croissance économique], sekarang yang berlangsung di negeri-negeri sedang tumbuh [les pays émergants, yang oleh Alfred Sauvy, geograf Perancis, disebut sebagai "dunia ketiga" yang kemudian dipakai ulang oleh wakil Republik Rakyat Tiongkok dalam pidatonya di depan forum PBB pada zaman Mao Zedong]. Menurut Kaufmann, laju pertumbuhan ekonomi di negeri-negeri sedang tumbuh ini disebabkan karena negeri-negeri terkait, memanfaatkan tekhnologi Barat, terutama tekhnologi Eropa Barat dan Amerika Serikat [terhadap hal ini terdapat macam-macam teori yang kurang disorot oleh Kaufmann atau Eric Le Boucher]. Dengan menggunakan tekhnologi Eropa atau Amerika ini maka produktivitas di negeri sedang tumbuh menjadi sangat meningkat [hal yang penggunaannya juga sudah sejak lama dicanangkan oleh Lenin danMao Zedong. Dalam hal ini layak dijadikan acuan pandangan Mohamad Arkoun tentang mengapa Barat maju dalam tekhnologi]. Hanya saja menurut Kaufmann setelah negeri-negeri sedang tumbuh ini mencapai pertumbuhan ekonomi yang cemerlang dengan menggunakan tekhnologi Barat, mereka kemudian sampai pada tahap "gembos" [s'aplatit]. Menurut Kaufmann, pertumbuhan ekonomi RRT pun akan mengalami penggembosan dalam 5, atau 15 atau 20 tahun lagi. Dan dari sini , kita bisa melihat, ujar Kaufmann, bahwa pertumbuhan ekonomi tidak identik dengan keniscayaan perlunya demokrasi -- berbeda dengan pandangan Amartya Sen ketika berbicara tentang bencana kelaparan di Ethiopia dan negeri-negeri lain. Tetapi , ujar Kaufmann selanjutnya bahwa jika dilihat dari jangka panjang, kriteria Bank Dunia mengenai hubungan demokrasi dan pembangunan, hubungan demokrasi dan penyelenggaraan negara [gouvernance] menjadi berarti. Signifikatif. Dilihat dari segi jangka panjang ini pula maka demokrasi sangat berarti jika dihubungkan dengan masalah keresahan sosial dan kerjasama bebas, kemerdekaan sipil , distribusi sosial [mungkin yang Kaufmann maksudkan di sini adalah redistribusi sosial]. Sehingga dilihat dari segi jangka panjang, simpul Kaufmann, demokrasi tetap yang terbaik untuk kehidupan bermasyarakat. Walau pun tidak ada yang bersifat mekanistis. Sebab masalah hubungan antara penyelenggaraan negara dan pembangunan [development], merupakan suatu "proses berlika-liku , pelik, berat dan peka", ujar Kaufmann membela tesisnya. "Penuh kasus-kasus khusus, kejatuhan dan kebangunan", ujar Kaufmann berhati-hati mencadangkan ruang bertahan. Hanya saja, ujarnya, bahwa demokrasi, menghormati hukum, kemerdekaan pers, keterbukaan, singkatnya "humanisme" secara umum dan dilihat dari jangka panjang, bisa membuat kita menyelenggarakan negara segara lebih baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan terciptanya kemakmuran yang berbagi. Dilihat dari segi ini maka Barat Putih yang tadinya tidak lain dari perampok, masih mempunyai suatu harapan. Demikian Daniel Kaufmann yang dirujuk oleh Eric Le Boucher dalam artikelnya. Untuk melengkapi artikelnya, Boucher menyertakan perbandingan unsur penyelenggaraan negara yang baik antara Eropa [secara rata-rata dalam bentuk grafik dengan menggunakan data Bank Dunia] dan RRT yang laju pertumbuhan ekonominya sampai sekarang relatif stabil di atas negeri-negeri Eropa Barat. Dalam bidang demokrasi, Eropa Barat mencapai tingkat di atas 75%, sedangkan RRT di atas nol persen. Dalam kualitas pemerintah, Eropa mencapai tingkat di atas 75% , sedangkan RRT mencapai di atas 50%; di bidang penghormatan hukum Eropa di atas 75%, RRT : di atas 25% ; di bidang pengawasan korupsi: Eropa di atas 75%, RRT berada di grafik di atas 25%. Dengan menggunakan empat indeks penakar penyelenggaraan negara dari Bank Dunia ini, bagaimana dengan kualitas Indonesia kita? Bagaimana kita memahami Orba Soeharto dan pemerintahan sekarang? Pemahaman tanpa emosi ini saya kira diperlukan agar kita bisa mewujudkan Republik dan Indonesia sebagai sebuah cita-cita yang merupakan perwujudan dari kata-kata Multatuli bahwa "menjadi manusia adalah tugas manusia". "Memanusiawikan manusia" jika menggunakan istilah Paulo Freire atau menjadi "rengan tingang nyanak jata" [anak enggang putera-puteri naga] jika menggunakan ungkapan manusia Dayak dahoeloe. Dengan segala ketidaklengkapannya, betapa pun artikel Eric Le Boucher ini tetap mencoba, saya kira tetap mencoba menawarkan suatu masalah universal yang mungkin layak diindahkan dan direnungkan oleh semua merasa bahwa menjadi "manusia adalah tugas tugas manusia". Dari sudut pandang Multatuli ini barangkali yang dikhawatirkan sungguh bukan "le déclin de l'homme blanc" itu sendiri tapi "le déclin de l'homme" secara umum. Termasuk "le déclin de l'homme" di negeri kita.*** Paris, Juli 2008 --------------------- JJ. Kusni, pekerja biasa pada Koperasi Restoran Indonesia di Paris [Selesai]
Get your preferred Email name! Now you can @ymail.com and @rocketmail.com http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/ [Non-text portions of this message have been removed]