RE: [wanita-muslimah] Menegakkan Syariat Islam (untuk pak Latif juga)

2005-09-19 Terurut Topik achmad.chodjim

Mbak Ning, saya paste sebagian tulisan sampeyan di bawah, "Sayangnya, umat 
Islam (di Indonesia) ini untuk menetukan visi saja kebanyakan tidak berani, 
mas." 

Mbak, sebenarnya dalam hal umat Islam di Indonesia ini bukanlah masalah visi 
dan misi, lalu kita tidak berani menentukannya. Mengapa? Kita ini sudah 
dianugerahi Allah kemerdekaan, yaitu Indonesia merdeka. Maka, kemerdekaan ini 
jangan disia-siakan. Kita sudah final menerima Pancasila sebagai dasar negara 
yang masyarakatnya majemuk. Berbagai pemeluk agama dan kepercayaan telah ikut 
andil untuk Indonesia merdeka. Oleh karena itu, Indonesia jangan diobrak-abrik 
lagi dengan menawarkan "dasar negara" yang lain.

Mari, kita bangun Indonesia nan jaya yang lebih besar daripada Sriwijaya atau 
Majapahit. Mari kita amalkan agama kita untuk "fastabiq al-khayrat". Persatuan 
inilah yang diperlukan agar kita dapat bersaing di kancah dunia. Jadi, kita 
tidak perlu lagi mundur ke visi karena visi itu sudah jelas-jelas ada di dalam 
UUD 1945, yaitu membangun kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.

Selamat bersaing, semoga sukses.

Wassalam,
chodjim

 

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Tri Budi
Lestyaningsih (Ning)
Sent: Friday, September 09, 2005 7:00 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: RE: [wanita-muslimah] Menegakkan Syariat Islam (untuk pak Latif
juga)

Saya juga mengakui bahwa apa yang saya tuliskan memang sangat amat terlalu 
sederhana. Pada prakteknya tentu tidak akan semudah itu. Mungkin yang terbaik 
memang menentukan visi terlebih dahulu, baru kemudian mengurainya menjadi 
bagian-bagian yang lebih sederhana. Sayangnya, umat
Islam (di Indonesia) ini untuk menetukan visi saja kebanyakan tidak berani, 
mas. Tapi itu pun bisa dimengerti, mengingat environment dan lingkungan seperti 
ini, menentukan "dari mana kita mulai" aja sudah sulit, apa lagi bermimpi 
mengenai visi.

Namun demikian, saya yakin, sesuatu yang sulit bukan berarti tidak mungkin. 
Sulit artinya memerlukan lebih banyak effort dari kita semua. 



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links



 





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




RE: [wanita-muslimah] Menegakkan Syariat Islam (untuk pak Latif juga)

2005-09-08 Terurut Topik Tri Budi Lestyaningsih \(Ning\)

Mas Jehan,
Saya rasa mas benar mengenai approach untuk menegakkan Islam secara
struktural dan kultural. Salah seorang ustadz saya di sini juga
mengatakan bahwa kita sebaiknya melakukan approach di kedua jalur
tersebut, secara kultural maupun struktural. Dan bukan hanya salah
satunya.

Saya juga mengakui bahwa apa yang saya tuliskan memang sangat amat
terlalu sederhana. Pada prakteknya tentu tidak akan semudah itu. Mungkin
yang terbaik memang menentukan visi terlebih dahulu, baru kemudian
mengurainya menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Sayangnya, umat
Islam (di Indonesia) ini untuk menetukan visi saja kebanyakan tidak
berani, mas. Tapi itu pun bisa dimengerti, mengingat environment dan
lingkungan seperti ini, menentukan "dari mana kita mulai" aja sudah
sulit, apa lagi bermimpi mengenai visi.

Namun demikian, saya yakin, sesuatu yang sulit bukan berarti tidak
mungkin. Sulit artinya memerlukan lebih banyak effort dari kita semua. 

Kota tempat saya tinggal ini (Balikpapan) memiliki cita-cita untuk
menjadi Madinatul Iman. Pak Walikota punya visi agar kota ini menjadi
kota yang Islami. Saat ini beberapa teman di sini mulai mendiskusikan
suatu konsep kota Islami tersebut. Saya masih belum tahu seperti apa
itu.. tapi banyak sudah masukan dari rekan-rekan dalam hal ini, termasuk
rekan-rekan ex warga balikpapan yang sedang berada di luar negeri. Saya
rasa ini adalah suatu awal yang baik. Makanya saya bilang, mulai dari
satu kota aja mungkin sudah bisa jalan..

Pak Latif,
Dalam naungan Syariat Islam yang seharusnya, mestinya technology dan
ekonomi akan maju juga, walaupun tanpa adanya riba. Riba itu jelas
haramnya. Saya rasa tidak perlu diperdebatkan lagi. Kita bisa punya
perbankan dan pengaturan ekonomi yang baik namun bersih dari riba. Itu
memungkinkan, kalau kita semua mau bekerja keras. Kenapa Indonesia
terpuruk? Salah satunya karena riba, pak.. kita terlilit utang dan
bunga-bunganya. Setiap kepala warga negara Indonesia ini berutang
sebesar 17 juta rupiah pada saat ini. Dan sedihnya lagi, kita menjadi
object riba yang empuk karena kita tidak punya kekuatan untuk
menolaknya...Astaghfirullaahaladziim... sediiih banget saya kalau
mengingat ini pak.

Permasalahan lain adalah mengenai pengelolaan Sumber Daya Alam. Islam
punya cara untuk mengaturnya. Kalau bapak mengetahui yang terjadi di
freeport, sedih banget pak. Berapa ton emas yang dihasilkan di sana
setiap harinya (saya tahu ini dari salah seorang rekan di freeport). Dan
berapa harga kontrak kerja samanya.. berapa yang dinikmati penduduk..
menyedihkan. Bila kita mengikuti cara yang islami, tentu hasilnya tidak
akan demikian.

Banyak lagi yang lainnya. Mungkin terlalu panjang kalau diuraikan satu
persatu. Mungkin lain kali aja.

Wassalaam,
-Ning
** Sedih dengan keadaan bangsa ini **
 

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Jehan
Sent: Thursday, September 08, 2005 8:44 PM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Menegakkan Syariat Islam

"Tri Budi Lestyaningsih \(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Mau mulai dari wadah dengan scope kota, kabupaten atau negara, menurut
> saya bisa-bisa saja. Tapi tentu dengan tidak melupakan visi untuk
> mempersatukan umat di seluruh dunia dalam naungan syariat Islam
> tersebut. Ya kan mas?


Saya pikir istilah "menegakkan" SI bukan konsep yang sederhana. Sama 
tidak sederhananya konsep SI itu sendiri. Jadi apa yang mbak Ning 
ungkapkan itu saya pikir terlalu sederhana. 

Kita tentunya akan bicara kontroversi antara Islam Struktural dan Islam 
Kultural yang klasik namun tetap aktual. Apa sebenarnya masalahnya? 
Saya pikir ada keterpecahan pemikiran dalam melihat dua pendekatan ini, 
yang akhirnya menghasilkan gagasan Islam Kultural yang tidak 
terstruktur di satu sisi, dan Islam Struktural yang terlalu kaku dan 
keras tak berkultur. Islam Kultural sangat lemah dalam gagasan2 
praktikal dan stratejik, sedangkan Islam Struktural sangat lemah dalam 
memahami aspek2 kultural yang salah satunya adalah aspek pluralitas 
yang ada.

Saya tidak memilih salah satunya, namun keduanya. Kedua pendekatan 
tersebut, kultural dan struktural, tidak perlu dipertentangkan. Karena 
seperti saya pernah bilang, melihat suatu dualitas sebagai bertentangan 
jauh lebih mudah ketimbang melihatnya sebagai harmoni. 

Menurut saya pendekatan kultural maupun struktural tidak dapat 
dipisahkan. Ada hubungan dialektik diantara keduanya yang berproses dan 
berinteraksi secara terus menerus. Masalahnya, bagaimana mendekati 
dialektika ini secara positif?

Pertanyaan2 seputar pengaruh hukum dan moral dari fatwa MUI adalah 
contohnya. Di belakang pertanyaan2 itu tentunya banyak sekali pemikiran 
dan keinginan2 yang merefleksikan kedua pendekatan tersebut. Satu pihak 
mengatakan fatwa MUI tidak mengikat, yang lain mengikatkan setiap 
aksinya dengan fatwa MUI. Sayangnya contoh2 dialektika yang ada selama 
ini tidak menghasilkan apa2. Sama saja sejak dulu. Sejak kontrov