Diskusi lanjut.
Salam
Asodik
-Original Message-
From: Ganapati Sjastri Satyani
Sent: Friday, 27 December 2002 11:08 AM
To: '[EMAIL PROTECTED]'; '[EMAIL PROTECTED]'
Subject: RE: [BUMN] FW: [anggota] Re: Tanggapan hot issues Yon I
Pak Pandji,
Mohon digaris bawahi pendapat Pak Pandji secara jelas. Maklum di sini
banyak yang belum bisa read between the lines, termasuk saya sendiri.
Yang terjadi sekarang ini kan jual beli (bisnis) namun yang dijual dan
dibeli adalah asset Negara (baca: BUMN). Jadi ya sami mawon hukum privat
tampak mukanya, namun di balik itu yang pantas ditangani dengan hukum
publik dijadikan kontennya.
Wassalam,
Ganapati Sjastri Satyani
-Original Message-
From: Abdul Sodik
Sent: Friday, December 27, 2002 10:20 AM
To: '[EMAIL PROTECTED]'
Subject: [BUMN] FW: [anggota] Re: Tanggapan hot issues Yon I
Mumpung topik masih hangat..diskusi lanjut...
Salam
Asodik
-Original Message-
From: DR Ir Pandji R Hadinoto PE LL.M
[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Friday, 27 December 2002 10:15 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [anggota] Re: Tanggapan hot issues Yon I
Mari Berpikir Positif,
Ini Tesis dan/atau Hipotesa bagus, barangkali ada yang mau bikin Tesis
S2
atau Disertasi S3 ? Ini baru namanya Jiwa Kejuangan.
Apalagi muncul beragam AntiTesis seperti :
Tajuk Rencana Kompas 26 Des 02 a.l. ekses ekonomi pasar yang mengacu
kepada NeoLiberal menghasilkan kemakmuran tetapi disertai kesenjangan
dan
ketidakadilan.
Penjualan PT Indosat kepada STT tidak transparan, merugikan ekonomi
serta
pertahanan dan keamanan (hankam) negara, Proses Divestasi Jalan Terus,
Kompas 26 Des 02;
Siapapun yang secara serampangan menjual aset nasional kepada pihak
luar,
apalagi pihak luar diberi hak menguasai saham mayoritas, maka orang
tersebut telah melakukan ultimate crime against the nation, Amien Rais,
Kompas 27 Des 02;
WindFall Profit Minyak Tahun 2002 Rp 6 Trilyun, Kompas 27 Des 02 (semoga
aja mendorong pembatalan pelepasan saham PT Indosat senilai Cash-In Rp
5,62 Trilyun itu, kalau diterapkan model Management by CashFlow semata
lho);
Penguasaan Sektor Telekomunikasi oleh Asing Rugikan Kepentingan
Nasional,
Kompas 27 Des 02;
Komentar saya pribadi :
Urusan Bisnis itu berkenaan dengan Hukum Privat dan Urusan Aset Negara
itu
terkait Hukum Publik. Campuran nte aya alias tidak dikenal. Tempo Doeloe
memang ada model Pedagang-Penguasa yang digelar VOC di Nusantara ini,
masa
sekarang muncul lagi model Penguasa-Pedagang ?
Membaca relevansi Nasionalisme dengan Ekonomi Praktis model Divestasi
secara Black White semata justru menurut saya Tidak Akal Sehat, karena
Urusan Non-Teknis seringkali melekat banyak grey-area dan justru di
spektrum inilah yang merasa pakar dibidangnya sepantasnya menjabarkan
sampai dapat diterima oleh Akal Sehat masyarakat banyak (ngomong2 Akal
Sehat, saya jadi teringat Gerakan Akal Sehat, Desember 1971 yang tutup
buku Januari 1972, Bung Wimoko Gardjito barangkali bisa membantu
memberikan informasi).
Bagaimanapun, biar tidak OmDo (ini katanya Bung Djanaka AD lho)
bagaimana
kalau Keluarga Besar Yon-1 ini memprakarsai model Legal Policy Watch
atau
apa-lah namanya, selain sebagai prasarana wacana memperkaya wawasan juga
tempat pembuktian produktif atau kontra-produktif suatu Kebijakan Publik
yang berkaitan dengan Ketahanan Nasional misalnya. Sepengetahuan saya,
Keluarga Besar Yon-2 sudah menggelar BBMWatch.
Salam Pejuang Merah Putih,
Pandji R. Hadinoto
Abas F Soeriawidjaja [EMAIL PROTECTED] wrote:
Sebagai orang awam, mau mencoba menanggapi, sbb:
1. Penjualan Telkom kepada Singtel dan Nasionalisme katak dalam
tempurung.
Menurut saya menyangkut pautkan
penjualan tersebut dengan Nasionalisme dapat misleading terhadap Nation
Character Building kita.
Business is business.
Kalau mau national security, ya luncurkan satelit tersendiri yang
melayani
untuk itu.
Takut harga pulsa etc. \ditentukan oleh fihak asing ? Sejauh
perhitungannya transparan, apa salahnya ? Hitungan suatu bisnis harus
feasible dan viable kan jelas, apanya yang salah ? Hukum bisnis kan
berlaku, kalau terlalu mahal, ya enggak ada yang beli ? Apa maunya
disubsidi terus ?? Kapan dewasanya bangsa ini ??
Kalau pun perlu adanya subsidi, prinsip-prinsip bisnis jangan
ditinggalkan.Yaitu memberikan subsidi dari kemampuan kita mewujudkan
pertumbuhan ekonomi. Economic Growth yang hanya 3.5% untuk tahaun 2002
ini, jelas tidak mungkin. Kalau hanya sebesar itukan kita hanya jalan di
tempat. Ehberani kasih subsidi lagi, darimana ? Hutang lagi ??
Childish !!!
Ciptakan negara yang sejahtera, timbulkan pertumbuhan ekonomi sedikithya
6% kalau bisa diatas 8%.
Saham yang kita jual ke Singtel suatu waktu