Mbak Diyah tidak bisa mengklaim dasar pendirian muhammadiyah pudar. Justru 
bukankah selama ini ormas tradisional (Muhammadiyah & NU) adalah organisasi 
keagamaan yang plural dan dari jaman penjajah ikut berjuang bersama-sama 
melawan segala bentuk penjajahan.

Menurut saya bukan fakta yg mengherankan, istri saya pun dulu sekolah SD di 
sekolah Kristen di bandung karena lebih disiplin namun tetap mendapatkan 
pelajaran agama Islam.

Merdeka !

--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, diyahygconf...@... wrote:
>
> Waaah... Kalo gitu dasar pendiriannya pudar ,bukannya muhammadiyah didirikan 
> atas dasar islam..
> Kalo karena hanya ingin memberikan contoh langsung ke para siswa,  pesantren 
> jg bisa ikut2an kayak muhammadiyah Jg donk, sekalian biar ga ada teror bom 
> lagi :)), jadi klooop deh :D !!
> 
> 
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> 
> -----Original Message-----
> From: "herisetiono004" <herisetiono...@...>
> 
> Date: Tue, 11 Aug 2009 04:46:03 
> To: <AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com>
> Subject: [Keuangan] OOT : Di dalam Muhammadiyah Muncul Kristen-Muhammadiyah
> 
> 
> ………………..Hal ini terbukti, dengan melihat 2 alasan tertinggi kenapa banyak 
> anak Katolik dan Protestan bersekolah di Muhammadiyah, yakni karena bagus dan 
> murah. "Musuh kita sebagai musuh bersama adalah kemiskinan. Siapapun yang 
> concern pada hal ini akan diterima," ucap Bambang……………
> 
> 
> Berita yang menyejukkan ditengah panasnya berita politik. Pendidikan adalah 
> modal paling utama untuk kemajuan bangsa di negeri ini. Dikutip dari kompas 
> dot com. 
> 
> 
> Selasa, 11 Agustus 2009 | 02:44 WIB
> JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi teror tidak hanya mengguncang tata keamanan 
> nasional, tapi juga wajah Islam ikut terbawa. Pelaku teror yang 
> mengatasnamakan Islam cukup mengundang reaksi dari banyak pihak. Di tengah 
> situasi demikian, saat proses hukum pascapeledakan bom Mega Kuningan masih 
> berlangsung, duet intelektual Muhammadiyah menerbitkan buku Kristen 
> Muhammadiyah Konvergensi Muslim dan Kristen dalam Pendidikan. "Kelahirannya 
> sangat tepat, soalnya ekstremisme dan terorisme sedang berkembang. Itu 
> merupakan bentuk intolerisme," komentar Suyanto, Dirjen Manajemen Pendidikan 
> Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, dalam peluncuran buku 
> terbitan Al-Wasat Publishing House di Gedung Muhammadiyah Jakarta, Senin 
> (10/8).
> Buku karangan Abdul Mu'ti dan Fajar Riza Ul Haq ini memang mengisahkan 
> toleransi antara minoritas Islam dengan mayoritas Kristen baik Katolik maupun 
> Protestan dalam wadah pendidikan Muhammadiyah. Buku yang merupakan bagian 
> dari desertasi Mu'ti ini memaparkan bagaimana SMA Muhammadiyah di Ende 
> diterima baik oleh masyarakat yang mayoritas beragama Katolik. Bahkan 2/3 
> muridnya beragama Katolik. Bagi mereka ini disediakan guru agama Katolik 
> secara tersendiri. Bagitu pula dengan SMP Muhammadiyah di Serui Teluk 
> Cenderawasih Papua dan SMA Muhammadiyah di Putussibau Kalimantan Barat.
> Selain di Putussibau perguruan yang dirintis Kyai Haji Ahmad Dahlan itu, 
> menyediakan guru Kristen atau Katolik dan tidak mewajibkan memakai jilbab 
> bagi yang non-Muslim. Dengan demikian, menurut Suyanto, melalui buku ini 
> orang bisa mengembangkan pendidikan partisipatif yang menjamin toleransi. 
> "Pada prinsipnya orang akan cepat belajar kalau ada contoh-contohnya. Ini 
> contoh baik untuk mengajari anak-anak dalam toleransi keberagaman," tuturnya.
> Adapun menurut Abdul Malik Fadjar, mantan Menteri Pendidikan Nasional pada 
> Kabinet Gotong Royong, buku setebal 269 halaman ini menarik karena mampu 
> menggugah kita bersama, bahwa bumi nusantara ini memerlukan upaya konvergensi 
> untuk mencari titik temu kemajemukan dalam menyongsong Indonesia baru. "Oleh 
> karena itu, saya yakin Indonesia mampu menjadi juru bicara perdamaian dunia," 
> lontarnya.
> 
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Reply via email to