Note: Ini diposting Karena sebelumnya ada postingan tentang keheranAn investor 
terhadap politik indonesia


Ketika istilah "politik" di ucapakan, maka muncul dua persepsi secara 
bersamaan. Luhur, ketentraman, kesejahteraan & elit (hight class). Disamping 
itu juga muncul persepsi ah pembohong, penipu, korupsi, nepotisme, adu 
biri-biri alias adu domba, memeras orang awam, dsb-dsb. Ba Inilah realitas 
politik yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dan naifnya, istilah 
politik di indonesia cenderung berada di persepsi kedua. Yang menyebabkan 
lahirnya istilah "no trust society",  demonstrasi, antipati, dsb-dsb...

Hal itu terjadi karena para pelaku politik praktis di negeri ini cenderung lupa 
tentang arti & konsep kenegaraan yang menganggap bahwa semua lapisan masyarakat 
adalah elemen penting sebuah negara. Dan kita tau bahwa keberadaan masyarakat 
merupakan syarat utama diakuinya kedaulatan (yuridis & defacto) sebuah negara. 
Tanpa masyarakat, pemerintahnya ibarat penjual tanpa pembeli, penyanyi tanpa 
penonton, dan pengemis tanpa dermawan yang memberi. 

Buruknya perilaku politik praktis tersebut disebabkan oleh persaingan yang 
tidak sehat dalam setiap pemilu yang di lalu. Apapun dilakukan demi kemenangan, 
walaupun itu melanggar konstitusi & undang-undang. Dan kita tau, bahwa prosesi 
pemilu adalah saat bermunculannya pahlawan dadakan yang insidental. Masa pemilu 
adalah masa tebar pesona & obral janji-janji, rayu-merayu, intimidasi dan 
Bahkan terjadi pemerkosaan HAM. Selain itu juga masa untuk saling menjatuhkan, 
adu-domba, fitnah-memfitnah (melanggar si pasal karet u.u pencemaran nama 
baik). Hm...kok banyak sekali pasal karet, pasal gabus, pasal peras-memeras, 
pasal-pasal sumber uang advocat & pengacara :-). Bukankah jika banyak pasal 
karetnya, maka negaranya juga menjadi negara karet? Hus...itu tabu, sakral, 
terlarang dll...jangan mengkritik, itu kan undang-undang. Bahaya jika dikritik, 
nanti berhadapan dengan kristin hakim, buyung situmpul, jagung bakar, jagung 
rebus, kejari-mengejar, dll. Hm...undang-undang tuhan saja banyak yang 
melanggar, apalagi undang-undang buatan manusia.

Selain itu, memang sudah alamiah jika sudah lama berkuasa, maka sebuah 
kekuasaan cenderung otokrasi & monopoli. Persis seperti jawara, centeng, 
begudal, garong, mafia, geng, akan menjadi raja yang ditakuti & disegani. 
Tinggal pelintir-pelintir kumis saja orang sudah takut :-). Mungkin itulah yang 
menginspirasi lahirnya film "Semua bisa diatur", atau "maju kena mundur kena". 
Tetapi seiring waktu, trend akan berubah dan Otokrasi monopoli pasti akan 
tumbang (itu hanya soal waktu), dan terjadilah regenerasi. Dan biasanya 
keburkan-keburukan yang telah berlalu akan mencuat kepermukaan dan mendapat 
ganjaran cemoohan & caci maki selama didunia. Kalau diakhirat bagai mana? Tanya 
saja kepada orang-orang depag. Semoga amal kebaikan mereka diterima disisi-Nya. 
Amin...

Pagar makan tanaman, itu lagu dangdut yang cukup terkenal dalam dunia 
percintaan muda-mudi & tua-tui :-). Istilah itu juga sering terjadi dalam dunia 
politik di negeri burung elang ini. Ada yang beralasan gaji kecil & butuh 
seseran, ada yang beralasan khilaf, ada yang beralasan walau pangkat kopral 
tapi gaji jendral :-) dan beragam alasan lainnya. Hm...hebat & kreatif sekali. 
"Pegawai gitu lho..." begitu celoteh seorang bocah yang pernah saya dengar.

Ngaku kanan tapi kok lebih kiri. Ini istilah yang sudah tidak asing lagi, dari 
dulu juga sudah ada (warisan sejarah). Atau istilah lainnya maling berdasi, 
pengemis bermobil & bersepatu pansus, munafik, musang berbulu ayam, maling 
teriak maling dsb....dsb....

Faktor ketok palu & setujuu...!!! Ini juga sudah tidak asing lagi "iwan fals" 
juga sudah lama mendendangkan lagu ini. Sejak jaman beringin tua yang banyak 
gandaruwonya :-), hingga sekarang ini, lagu bung iwan ini masih tetap enak 
didengarkan. "Saya lebih suka ketok beduk & kentongan, karena suaranya masih 
bisa dipegang kevalidannya", begitu kata kakek & nenek yang pernah saya temui 
di sebuah gang buntu.

salam
Nazar for Nothing
On: Tb-Jb
facebook: nazart...@gmail.com

Kirim email ke