Oleh H Halide, Guru Besar emeritus (Media Indonesia)

 Bailout Bank Century dan Akibatnya
Selasa, 01 Desember 2009 00:01 WIB      0 Komentar


Perhatian publik kini tertuju ke kasus Bank Century. Publik tidak hanya 
menunggu kiprah Dewan Perwakilan Rakyat untuk menguak misteri kasus Bank 
Century lewat hak angket, tetapi juga menunggu akankah kasus tersebut bisa 
dituntaskan. Hal itu penting mengingat kasus itu telah melibatkan sejumlah 
petinggi negara, bahkan sudah mengakibatkan fragmentasi antarlembaga negara. 
Sebagai guru besar emeritus yang telah masuk usia tujuh puluhan (club of 
seventies), saya sangat prihatin terhadap pengambil kebijakan negara dewasa 
ini. Seyogianya mereka harus tahu bagaimana proses pengelolaan negara yang 
fokusnya adalah kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak: adil dan makmur. 
Sebagai pengambil keputusan (decision maker) mereka kadang tidak konsisten dan 
keputusannya lebih banyak ditentukan oleh faktor intuisi yang subjektif. 
Padahal bila suatu keputusan dilandasi oleh pengalaman dan fakta, ia akan 
menjadi lebih objektif apalagi bila dibantu oleh statistical techniques yang 
sekarang ini makin canggih.
Hasil kajian Tim Pencari Fakta bentukan presiden dan hasil investigasi Badan 
Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan beberapa 'kejanggalan' pada proses 
keputusan bailout Bank Century. Dasar keputusannya Bank Century adalah bank 
gagal yang dapat menimbulkan dampak sistemik sehingga menyebabkan instabilitas 
sistem keuangan nasional dan memerlukan penalangan. Pertanyaannya: apa benar? 
Bank hasil akuisisi dan merger dari Bank Danpac, CIC, dan Pikko dengan nasabah 
sebanyak 65.000 orang apakah dapat menimbulkan instabilitas keuangan nasional? 
Kalaupun terjadi rush, rush ini tentu disebabkan oleh nasabah bank itu sendiri. 
Logikanya, risiko ditanggung sendiri. Apalagi kerugian yang diderita adalah 
akibat pelanggaran dan mismanagement pengurus dan pemegang saham. Walaupun 
demikian, BI (Bank Indonesia) sebagai lender of the last resort harus mencari 
upaya lebih dahulu.


Yang lemah selama ini adalah 'pengawasan BI' antara lain (a) mengapa bank 
Century tidak dimasukkan ke pengawasan khusus 2005-2008 padahal CAR-nya 
-132,5%; (b) sewaktu ada pelanggaran BMPK, kenapa BI tidak memberi sanksi 
pidana bahkan ia malah memberi keringanan sanksi denda atas pelanggaran posisi 
denda neto. Apa sumbangsih mereka pada perekonomian nasional sehingga mendapat 
perlakuan khusus? BI seharusnya belajar atas kebijakan BLBI sebesar ± Rp650 
triliun yang belum terselesaikan hingga kini, bahkan BPPN pun tidak berhasil.


Apa bank ini memiliki peran penting dan strategis sehingga tim KSSK (BI, 
Departemen Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan) yang mengadakan rapat secara 
intensif pada 13, 14, 17, dan 18 November dan bahkan pada 20 November melakukan 
rapat hingga pukul 05.30 WIB dan meminta LPS mengucurkan dana sebelum 21 
November seolah-olah terjadi keadaan darurat karena terjadi krisis keuangan 
nasional? 


Apa kita tidak prihatin pada peristiwa Syahril Sabirin dan Burhanuddin Abdullah 
akibat kebijakan yang mereka tempuh? 

Kirim email ke