FESTIVAL KAMPOENG TOEGOE

Kompleks Gereja Toegoe, Sabtu 15 November 2008, 10.00-14.00 WIB

Menampilkan
Pameran Foto Etnografi Masyarakat Kampung Tugu dan Penampilan Khusus
Kerontjong Toegoe dan Kesenian Portugis dan Timor Leste

Dihadiri oleh Para Duta Besar Empat Negara Sahabat yang berbahasa Portugis 
(Portugal, Brasil,
Mozambik, Timor Leste) dan dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta

Informasi: [EMAIL PROTECTED], 021-32726386


Lokasi: Kompleks Gereja Tugu merupakan Cagar Budaya yang berada di Jl. Raya 
Tugu, Kelurahan Semper Utara, Jakarta Utara.
Menuju kesana (kalau dari Tol, turun di Plumpang, puter balik kanan,
lalu belok kiri masuk ke jalan masuk Plumpang, lalu saat ada pertigaan
ambil yang kiri. Jalan raya Tugu biasanya dipadati oleh Truk-truk
kontainer yang sedang parkir.

Press Release/Introduction:

 
KAMPUNG  TUGU
Jejak Portugis di Jakarta
 
            Orang
Tugu adalah  warga asli Kampung Tugu di daerah
Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka telah hidup di sana
selama lebih dari tiga setengah abad, sejak pertengahan abad ke-17, saat
Jakarta masih disebut Batavia dan menjadi kota pusat kekuasaan perusahaan 
dagang Belanda di Hindia Timur (VOC).   
            Nenek
moyang orangTugu adalah orang
Portugis yang berasal dari Malaka. Mereka dibawa ke Batavia 
sebagai tawanan perang setelah pasukan VOC merebut kota pelabuhan di 
Semenanjung Melayu itu dari
tangan Portugis  pada 1641.
            Menurut
catatan sejarah, tawanan perang yang diangkut pulang ke Batavia dari Malaka 
ketika itu berjumlah 23
keluarga atau 150 jiwa. Sebagian besar merupakan orang-orang berdarah campuran,
hasil perkawinan lelaki Portugis dengan perempuan lokal asal berbagai daerah
koloni Portugis di Asia, seperti Malabar, Kalkuta, Surat, Pantai Koromandel,
Goa, dan Ceylon (Sri Lanka), serta  dari Malaka
sendiri. 
            Di
Batavia, mereka dimukimkan oleh Kompeni Belanda di daerah Tugu, sekiar 20
kilometer sebelah tenggara kota 
pelabuhan itu. Tugu ketika itu masih berupa kawasan hutan dan rawa-rawa yang
merupakan sarang nyamuk malaria dan berbagai sumber penyakit lain. Di sana 
mereka berusaha bertahan
hidup dengan berburu binatang liar, menangkap ikan, dan mengumpulkan hasil
hutan.  
            Setelah
memeluk agama Kristen Protestan, agama resmi Kerajaan Belanda, mereka yang 
awalnya
beragama Katolik dibebaskan dari status sebagai tawanan perang. Itu sebabnya,
mereka lalu juga disebut de mardijkers atau
orang merdeka.  Sebuah gereja dibangun bagi
mereka yang juga telah bersedia menghapus nama-namakeluarga Portugis, dan 
menggantinya dengan nama-nama Belanda.    
            Populasi
orang Kampung Tugu kini diperkirakan sekitar 1.200 jiwa. Kurang-lebih 
separuhnya,
yakni 600 orang, masih  tinggal dan
bekerja di Kampung Tugu, terutama di sekitar gereja tua mereka.     
            Sekitar
500 orang Tugu lainnya kini tinggal di Belanda. Mereka adalah keturunan
orang-orang Tugu yang pada tahun 1950 melakukan eksodus ke Hollandia (Jayapura,
Papua), sebelum kemudian bemigrasi ke Belanda lewat Suriname . Sisanya yang 
sekitar 100
orang saat ini bermukim tersebar di berbagai daerah lain di Indonesia, termasuk
di Jayapura.
            Di
mana pun mereka berada, orang-orang Tugu merasa bersaudara satu dengan yang
lain. Pertautan darah, kesamaan sejarah, serta ikatan kebudayaan merupakan
hal-hal yang selalu dapat menyatukan pikiran dan perasaan mereka.  
            Masyarakat
Kampung Tugu kini ikut menjadi bagian dari masyarakat Jakarta yang majemuk. 
Warisan kebudayaannya yang
khas, termasuk musik kroncongnya, bahkan dapat dianggap sebagai bagian dari
kekayaan kebudayaan nasional yang tak ternilai harganya.


      

Kirim email ke