--- On Thu, 26/6/08, awind <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: awind <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [nasional-list] Fwd: suarapembaruan.com --- Kembalinya Para Seniman 
"Terlarang"
To: [EMAIL PROTECTED]
Date: Thursday, 26 June, 2008, 4:22 AM







http://www.suarapem baruan.com/ News/2008/ 06/25/Hiburan/ hib01.htm
 
SUARA PEMBARUAN DAILY 


Kembalinya Para Seniman "Terlarang"
 
SP/Ferry Kodrat 
Patung dua tentara zaman kemerdekaan bangsa Indonesia yang terbuat dari bahan 
semen dengan judul "Trip", karya Sudjatmoko, dengan latar belakangnya lukisan 
karya Djoko Pekik yang berjudul Tak Seorang pun Berniat Pulang Walau Mati 
Menanti, menjadi salah satu karya yang dipamerkan dalam pameran seni rupa 
Sanggar Bumi Tarung di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 19-29 Juni. 
ezim Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan presiden kedua RI, Soeharto, bukan 
saja telah memasung ke- bebasan para seniman (pelukis) untuk berekspresi, 
me-lainkan juga sudah mencabik-cabik hak asasi dan hati nurani untuk hidup 
bebas, apalagi dalam berkarya di atas kanvas. 
Selain penyiksaan di dalam tahanan, penghancuran terhadap jati diri seniman pun 
pernah dilakukan oleh rezim Orba. Setelah bergeloranya Gerakan 30 September 
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), pemimpin negara ini mengalami salah kaprah 
dalam menilai arti kebebasan berekspresi dari para seniman. 
Para seniman yang dinilai revolusioner diciduk dan dijebloskan ke dalam 
tahanan. Karya-karya mereka pun dimusnahkan (dibakar). 
Sengsarakah mereka? Itu sudah pasti. Bukan hanya sengsara badan, melainkan juga 
psikis karena dalam tahanan, para seniman itu tidak bisa melakukan apa-apa, 
apalagi menarikan kuasnya di atas kanvas. 
Itulah yang dialami sekitar 30 lebih pelukis yang menjadi anggota Sanggar Bumi 
Tarung. Dari 30 lebih pelukis tersebut, tinggal 11 pelukis (yang lainnya 
meninggal dunia) yang masih hidup dan eksis di dunia seni rupa Indonesia, Djoko 
Pekik dan Amrus Natalsya. 
Apa yang dialami Djoko Pekik dan kawan-kawan jelas menyisakan traumatik yang 
berkepanjangan. Bahkan, sampai dalam era reformasi saat ini, para seniman itu 
masih trauma sekalipun seniman lain sudah bebas mengekspresikan perasaannya di 
atas kanvas. 
Pengalaman-pengalam an getir serta gejolak perasaan yang pernah dan masih 
dialami anggota Sanggar Bumi Tarung itulah yang menjadi titik balik kembalinya 
orang- orang "terlarang". Kali ini mereka menggelar pameran seni rupa yang 
menampilkan sejumlah karya-karya seni Sanggar Bumi Tarung di Galeri Nasional 
Indonesia, Jakarta, hingga 29 Juni 2008. 
Pameran Sanggar Bumi Tarung memiliki arti sangat penting dalam sejarah seni 
rupa Indonesia. Tidak bisa juga dimungkiri bahwa para seniman yang menjadi 
anggota Sanggar Bumi Tarung yang berdiri tahun 1961 ini, merupakan pelaku 
sejarah seni rupa Indonesia, meskipun nama-nama dan keberadaan mereka tidak ada 
sama sekali dalam buku sejarah mengenai seni rupa Indonesia karena dianggap 
sebagai pemberontak. 
Bagi para seniman Sanggar Bumi Tarung, pameran di Galeri Nasional Indonesia ini 
adalah yang kedua kalinya. Sebelumnya, mereka menggelar pameran pertama 
berlangsung pada tahun 1962 di Galeri Budaya, Jakarta. 

Kebebasan 
Sekalipun masih tersisa trauma, Djoko Pekik mengaku tidak sakit hati. Demikian 
juga rekan-rekannya di Sanggar Bumi Tarung tidak dianggap sebagai pelaku 
sejarah seni rupa Indonesia. "Bagi saya selaku seniman, yang terpenting adalah 
memiliki kebebasan dalam berkarya. Sebab, kebebasan para seniman dalam berkarya 
itu tidak bisa dihalang-halangi oleh kekuasaan. Hanya Tuhan yang bisa 
menghalangi kebebasan kami dalam berkarya," ujar Djoko kepada SP di Jakarta, 
baru-baru ini. 
Mengomentari era reformasi saat ini, Djoko Pekik masih menilai belum adanya 
kebebasan yang dimiliki para seniman. Menurut dia, reformasi yang dijalankan 
hanya kulitnya saja. Maksudnya, reformasi yang dibangun hanya untuk mengalahkan 
dan memenangkan seseorang. "Akibatnya, orang yang sudah menang, kemudian 
dikalahkan, tetapi orang itu tidak terima. Reformasi apa itu?" ujar dia. 
Sementara itu, rekannya, Misbach Tamrin menjelaskan, meskipun dia dan 
rekan-rekannya pernah dimarginalkan bahkan ditahan tanpa melalui proses hukum 
(persidangan) . Hingga kini, para anggota Sanggar Bumi Tarung tidak pernah 
lepas dari perhatian kami dalam ber- karya, yaitu mencintai rakyat kecil dan 
orang-orang yang dianiaya. 
Dalam memberikan sajian kepada masyarakat dalam pameran tersebut, ruang pameran 
utama Galeri Nasional Indonesia dibagi menjadi tiga bagian ruang pameran. 
Dinding dan lantai ruangan utama menyajikan lukisan-lukisan, patung, dan 
pahatan mengenai pengalaman para seniman yang teraniaya. Satu ruangan lagi 
berisi karya-karya para seniman yang memiliki kesan sebagai karya kontemporer 
revolusioner. Sementara itu, satu ruang lagi berisi mengenai lukisan-lukisan 
dan foto-foto karya seniman pada era 60-an, seperti lukisan Drinking Water 
karya Amrus Natalsya. 
Dari beberapa lukisan yang terpajang, terdapat satu lukisan yang dibuat Djoko 
Pekik dengan judul Tak Seorang pun Berniat Pulang Walau Mati Menanti. Di sini, 
Djoko menggambarkan beberapa tahanan bertelanjang dada termasuk gambar dirinya 
dengan mata tertutup kain merah, dilindas oleh tank bertuliskan RPKAD. Di 
belakang para tahanan, tentara berbaris lengkap dengan senjata di tangan. [F-4] 














      New Email names for you! 
Get the Email name you&#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/

Kirim email ke