Assalaamualaikum warahmatuLlaahi wabarakaatuh

Berkenaan masalah yang ana tanyakan tempohari, alhamduliLlaah sudah ditemukan penjelasan ringkas tentang perkara itu di blog abu salma buah tangan sy Ibnu Uthaimin bertajuk Adab Khilaf. Berikut ana salinkan sedutannya...



Sebab yang ketiga: dalil telah sampai padanya (ahli ilmu) tetapi ia memahaminya berbeda dengan yang dimaksud dalil itu.
Kami akan mengambil dua contoh untuk masalah ini, pertama dari Al-Quran, dan yang kedua dari As-Sunnah.
1. Dari Al-Quran: Firman Allah Ta`ala:
``Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)...``(An-Nisaa`: 43).
Para ulama rahimahumullah berbeda pendapat dalam makna ``au laamastumun nisaa``` (An-Nisaa`:43). Sebagian mereka memahami bahwa yang dimaksud itu adalah mutlaknya menyentuh, sedang yang lain memahami bahwa yang dimaksud lafal itu adalah menyentuh yang membangkitkan syahwat, dan ulama yang lain lagi memahami bahwa yang dimaksud lafal itu adalah jima` (bersetubuh), dan pendapat ini adalah pendapat Ibnu Abbas RA.
Jika Anda renungkan ayat itu maka Anda dapati bahwa yang benar itu adalah orang yang berpendapat bahwa lafal `laamastum` itu artinya jima` (bersetubuh). Karena Allah Tabaraka wa Ta`ala menyebutkan dua macam dalam bersuci pakai air, yaitu bersuci dari hadats kecil dan besar. Dalam hal hadats kecil, firman-Nya: ``...maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki..`` (Al-Maaidah:6).
Adapun hadats besar maka firman-Nya: ``..dan jika kamu junub maka mandilah..(Al-Maaidah: 6).
Dan yang dikehendaki oleh ilmu balaghah dan bayan (ilmu sastra Arab) hendaknya disebutkan pula kewajiban bersuci dua hadats dalam bersuci pakai tanah/ dengan tayammum. Maka firman Allah Ta`ala :``atau kembali dari tempat buang air`` itu menunjukkan kepada kewajiban bersuci hadats kecil. Dan firman-Nya:``atau kamu telah menyentuh perempuan`` (al-Maaidah:6) menunjukkan kepada kewajiban bersuci dari hadats besar.. Kalau kita jadikan ``almulaamasah`` (saling bersentuhan) di sini dengan arti ``allams`` (menyentuh), maka pastilah dalam ayat itu disebutkan dua kewajiban bersuci, dari hadats kecil dan besar. Sedangkan di sini tidak disebutkan sama sekali tentang kewajiban bersuci dari hadats besar, maka pemahaman ini menyelisihi apa yang dituntut oleh balaghahnya (kejelasan makna) Al-Quran. Maka orang-orang yang memahami ayat itu bahwa maksudnya adalah mutlaknya menyentuh, mereka mengatakan: kalau lelaki menyentuh kulit wanita maka batallah wudhu`nya, atau jika menyentuhnya karena syahwat maka batal, sedang tanpa syahwat maka tidak batal. Yang benar adalah tidak batal dalam dua keadaan itu (menyentuh ataupun menyentuh dengan syahwat). Sungguh telah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mencium salah satu isterinya, kemudian beliau pergi ke shalat dan tidak berwudhu. Riwayat itu datang dari berbagai jalan yang saling kuat menguatkan.

... silalah rujuk jika ada keperluan. Ana juga perlu ulang baca.

JazaakumuLlaah
Wassalaamualaikum warahmatuLlaahi wabarakaatuh

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com

--------------------------------------------
Website Anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
--------------------------------------------




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke