FATWA TTG KESESATAN HIZBUT TAHRIR (II)
Penulis: Syaikh Al Albani

Pada suatu kesempatan ada dua pertanyaan yang keduanya bertemu pada satu titik 
berkenaan dengan Hizbut Tahrir (selanjutnya disingkat HT).

Pertanyaan Yang Pertama :

Saya banyak membaca tentang Hizbut Tahrir dan saya kagum terhadap banyak 
pemikiran-pemikiran mereka, saya ingin Anda menjelaskan atau memberikan faedah 
pada kami dengan penjelasan yang ringkas tentang Hizbut Tahrir ini.

Pertanyaan Yang Kedua :

Sehubungan dengan permasalahan-permasalahan tadi akan tetapi si penanya 
menghendaki dariku penjelasan yang sangat luas tentang Hizbut Tahrir, sasaran, 
atau tujuan-tujuannya, serta pemikiran-pemikirannya, dan apakah semua sisi 
negatifnya merembet ke dalam permasalahan akidah?

Saya (Syaikh Al Albani) menjawab atas dua pertanyaan tadi :

Golongan atau kelompok atau perkumpulan atau jamaah apa saja dari perkumpulan 
Islamiyah, selama mereka semua tidak berdiri di atas Kitabullah (Al Qur'an) dan 
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam serta di atas manhaj 
(jalan/cara) Salafus Shalih, maka dia (golongan itu) berada dalam kesesatan 
yang nyata!

Tidak diragukan lagi bahwasanya golongan (hizb) apa saja yang tidak berdiri di 
atas tiga dasar ini (Al Qur'an, Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam 
dan Manhaj Shalafus Shalih) maka akan berakibat atau membawa kerugian pada 
akhirnya walaupun mereka itu (dalam dakwahnya) ikhlas.

Pembahasan saya kali ini tentang golongan-golongan Islamiyah yang mereka semua 
harus ikhlas kepada Allah 'Azza wa Jalla dan menginginkan nasehat kebaikan bagi 
umat sebagaimana dalam hadits yang shahih :

"Agama itu adalah nasehat", kami (para shahabat) berkata : "Bagi siapa ya 
Rasulullah?" (Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam) bersabda : "Bagi Allah 
dan bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi Imam-Imam kaum Muslimin, dan mereka 
(kaum Muslimin) pada umumnya." (Imam Muslim menyendiri dalam lafadz hadits 
hadits ini dari hadits Tamim Ad Dari).

Karena Allah telah berfirman dalam Al Qur'an tentang permasalahan ini :

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan 
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. Al Ankabut : 69)

Maka barangsiapa yang jihadnya karena Allah 'Azza wa Jalla dan berdasarkan 
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam serta di atas 
manhaj Salafus Shalih merekalah orang-orang yang dimaksud dalam ayat :

"Jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Dia akan menolongmu." (QS. Muhammad : 
7)

Manhaj Salafus Shalih ini adalah dasar yang agung maka dakwah setiap golongan 
kaum Muslimin harus berada di atasnya. Berdasarkan pengetahuan saya, setiap 
golongan atau kelompok yang ada di muka bumi Islam ini, saya berpendapat 
sesungguhnya mereka semua tidaklah berdakwah pada dasar yang ketiga, sementara 
dasar yang ketiga ini adalah pondasi yang kokoh.

Mereka hanya menyeru kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 
'Alaihi Wa Sallam saja, di sisi lain mereka tidak menyeru (berdakwah) pada 
manhaj Salafus Shalih kecuali hanya satu jamaah saja. Dan saya (Al Albani) 
tidak menyebut satu jamaah tadi sebuah hizb (sekte) karena mereka tidak 
berkelompok dan tidak berpecah belah serta tidak fanatik kecuali kepada 
Kitabullah, Sunnah Rasul, dan manhaj Salafus Shalih, dan sungguh saya tahu 
persis tentang hal ini.

Dan akan lebih jelas bagi kita semua betapa pentingnya dasar yang ketiga ini 
dalam kaitannya dengan nash syar'i yang dinukil dari Nabi Shallallahu 'Alaihi 
Wa Sallam baik yang berhubungan dengan Al Qur'an maupun As Sunnah.

Pada kenyataannya, jamaah-jamaah Islamiyah sekarang ini, demikian pula 
kelompok-kelompok Islamiyah sejak awal munculnya penyimpangan terus merajalela 
serta menampakkan taringnya di antara jamaah-jamaah Islamiyah yang pertama 
(yaitu mulai timbulnya Khawarij) pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 
radhiallahu 'anhu, kemudian sejak mulainya Jaad bin Dirham mendakwahkan 
(pemikiran) Mu'tazilah dan sejak munculnya firqah-firqah yang dikenal 
nama-namanya di zaman dulu serta berhubungan dengan wajah-wajah baru di zaman 
sekarang dengan nama-nama yang baru pula.

Mereka itu baik yang dulu maupun yang sekarang tidak terdapat padanya 
perbedaan, tak satupun di antara mereka yang menyatakan dan mengumandangkan 
bahwasanya mereka di atas manhaj Salafus Shalih.

Semua kelompok-kelompok ini dengan perselisihan yang ada pada mereka, baik 
dalam masalah akidah, dasar-dasar atau permasalahan-permasalahan hukum dan 
furu' (cabang-cabang), semuanya menyatakan berada di atas Kitab dan Sunnah, 
akan tetapi mereka berbeda dengan kita, karena mereka tidak mengatakan apa yang 
kita katakan, yang perkataan itu merupakan kesempurnaan dakwah kita.

Yakni (perkataan) berada di atas manhaj Salafus Shalih. Maka atas dasar ini, 
siapa yang menghukumi golongan-golongan ini, yang mereka semua ber-intima' 
(menisbatkan diri) walaupun minimal secara perkataan bahwa dakwahnya di atas 
Kitab dan Sunnah, dan bagaimana hukum yang pasti (tentang mereka), karena 
mereka semua mengatakan dengan perkataan yang sama?

Jawabannya, tidak ada jalan untuk menghukumi golongan-golongan di antara mereka 
bahwa mereka di atas yang haq (benar), kecuali apabila dibangun di atas manhaj 
Salafus Shalih. Sekarang pada diri kita timbul satu pertanyaan : "Dari mana 
(atas dasar apa, pent.) kita mendatangkan manhaj Salafus Shalih?"

Jawabannya, sesungguhnya kita mendatangkan dasar yang ketiga ini dari 
Kitabullah dan hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan sebagaimana 
yang telah ditempuh oleh Imam-Imam Salaf dari kalangan shahabat dan yang 
mengikuti mereka dengan baik dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti 
halnya yang mereka katakan saat ini. Dalil yang pertama adalah firman Allah 
Subhanahu wa Ta'ala :

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan 
mengikuti jalan selain jalannya orang-orang Mukmin, Kami palingkan dia kemana 
dia berpaling dan Kami masukkan dia ke dalam Jahanam. Dan Jahanam itu 
seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An Nisa' : 115)

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (("Dan mengikuti jalan yang bukan jalan 
orang-orang Mukmin")) dihubungkan dengan firman Allah (("Dan barangsiapa 
menentang Rasul")). Maka seandainya ayat ini berbunyi (("Dan barangsiapa yang 
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, Kami palingkan dia kemana dia 
berpaling dan Kami masukkan dia ke dalam Jahanam. Dan Jahanam itu seburuk-buruk 
tempat kembali")) yakni tanpa firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (("Dan mengikuti 
jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin")) niscaya ayat ini menunjukkan 
kebenaran dakwah golongan-golongan dari kelompok-kelompok tadi baik yang di 
zaman dahulu maupun yang sekarang ini, karena mereka mengatakan kami di atas 
Kitab dan Sunnah. Mereka tidak mengembalikan permasalahan-permasalahan yang 
mereka perselisihkan kepada Kitab dan Sunnah, sebagaimana firman Allah 
Subhanahu wa Ta'ala :

" … kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia 
kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (As Sunnah), jika kamu benar-benar 
beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan 
lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa : 59)

Apabila Anda mengajak (berdakwah) kepada salah satu dari jumhur ulama mereka 
dan salah satu dari da'i mereka kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah 
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka mereka akan berkata, "Saya mengikuti 
madzhabku", yang lain menyatakan, "madzhabku adalah Hanafi", yang lain 
menyatakan, "madzhabku adalah Syafi'i", dan seterusnya.

Mereka taqlid kepada Imam-Imam mereka sebagaimana mereka mengikuti Kitabullah 
dan Sunnah Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maka apakah benar mereka 
mengamalkan ayat ini? Tidak sama sekali dan sekali-kali tidak. Oleh sebab itu 
apa faedahnya pengakuan mereka bahwasanya mereka di atas Kitab dan Sunnah 
selama mereka tidak mengamalkan keduanya.

Dari contoh ini, tidaklah saya menghendaki untuk orang-orang yang taqlid (awam, 
pent.) dari mereka, akan tetapi yang aku kehendaki dengannya adalah para da'i 
Islam yang seharusnya tidak menjadi orang yang taqlid belaka, yang mengutamakan 
pendapat para Imam yang tidak ma'shum keadaannya.

Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala tidaklah menyebutkan kalimat di pertengahan ayat 
tadi secara sia-sia, hanya saja Allah Subhanahu wa Ta'ala menginginkan 
dengannya menanamkan satu pokok yang sangat penting, suatu patokan yang sangat 
kokoh yaitu tidak boleh kita semata-mata bersandar pada akal dalam memahami 
Kitab Allah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. 
Kaum Muslimin hanyalah dikatakan mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah baik secara 
pokok-pokoknya dan patokan-patokannya, apabila di samping berpegang pada Al 
Qur'an dan Sunnah, mereka juga berpegang dengan apa yang ditempuh oleh Salafus 
Shalih. Karena ayat di atas mengandung nash yang jelas tentang dilarangnya kita 
menyelisihi jalannya para shahabat.

Artinya wajib bagi kita mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan 
tidak menyelisihi (menentang) beliau, demikian pula wajib bagi kita untuk 
mengikuti jalannya kaum Mukminin dan tidak menyimpang darinya. Dari sini kita 
menyatakan bahwa wajib atas tiap golongan/kelompok/jamaah Islamiyah untuk 
memperbaharui tolok ukur mereka yakni agar mereka bersandar kepada Al Qur'an 
dan Sunnah di atas pemahaman Salafus Shalih.

Dan sangat kita sayangkan Hizbut Tahrir tidak berdiri di atas dasar yang 
ketiga, demikian pula Ikhwanul Muslimin dan hizb-hizb Islamiyah lainnya. 
Sedangkan kelompok-kelompok yang mengumandangkan perang dengan Islam seperti 
partai Baats dan partai komunis, maka mereka tidak (masuk) dalam pembicaraan 
kita sekarang ini.

Oleh karena itu seyogyanya seorang Muslim dan Muslimah hendaknya mengetahui 
bahwa suatu garis kalau sudah bengkok pada awalnya (pangkalnya) maka akan 
semakin jauh dari garis yang lurus. Dan setiap ia melangkahkan kakinya akan 
semakin bertambahlah penyelewengannya. Maka jelas yang lurus adalah sebagaimana 
yang disebutkan Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam ayat Al Qur'an :

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka 
ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena 
jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya." (QS. Al An'am : 153)

Ayat yang mulia ini jelas Qath'iyyatul Ad Dalalah (pasti penunjukkan) 
sebagaimana disukai dan biasa diucapkan oleh Hizbut Tahrir dan sekte-sekte lain 
dalam dakwahnya, tulisan-tulisan dan khutbah-khutbahnya. Dalil yang 
Qath'iyyatul Ad Dalalah (pasti penunjukkan), karena ayat ini menyatakan : 
"Sesungguhnya jalan yang bisa menuju pada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah 
satu, dan jalan-jalan yang lain adalah jalan-jalan yang menjauhkan kaum 
Muslimin dari jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga menambahkan keterangan dan 
penjelasan terhadap ayat ini sebagaimana keberadaan Sunnah Rasulullah 
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu sendiri (menjelaskan dan menerangkan Al 
Qur'an, pent.). Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan dalam Al Qur'anul Karim 
kepada Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :

"Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat 
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." (QS. An Nahl : 44) Sunnah 
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah penjelas yang sempurna terhadap Al 
Qur'an, sedangkan Al Qur'an adalah asal peraturan/undang-undang dalam Islam. 
Untuk memperjelas suatu permasalahan pada kita agar lebih mudah untuk dipahami, 
saya (Syaikh Al Albani) berkata : "Al Qur'an bila diibaratkan dengan sistem 
peraturan buatan manusia adalah seperti undang-undang dasar dan As Sunnah bila 
diibaratkan dengan sistem peraturan buatan manusia adalah seperti penjelasan 
terhadap undang-undang dasar tersebut."

Oleh sebab itu sudah menjadi kesepakatan di kalangan kaum Muslimin, yang pasti 
bahwa tidak mungkin bisa memahami Al Qur'an kecuali dengan penjelasan 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan ini adalah perkara yang telah 
disepakati. Akan tetapi sesuatu yang diperselisihkan kaum Muslimin sehingga 
menimbulkan berbagai pengaruh setelahnya yaitu bahwa semua firqah sesat dahulu 
tidak mau memperhatikan dasar yang ketiga ini yaitu mengikuti Salafus Shalih, 
maka mereka menyelisihi ayat yang aku sebutkan berulang-ulang :

" … dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang Mukmin." (QS. An Nisa : 
115)

Mereka menyelisihi jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena jalan Allah 
Subhanahu wa Ta'ala adalah satu yaitu sebagaimana yang disebut dalam ayat 
terdahulu :

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka 
ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena 
jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya." (QS. Al An'am : 153)

Saya (Syaikh Al Albani) berpendapat, sesungguhnya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa 
Sallam menambahkan penjelasan dan keterangan pada ayat ini dari riwayat salah 
seorang shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang terkenal faqih 
(fahamnya terhadap dien) yaitu Abdullah Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu ketika 
beliau mengatakan :

Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membuat satu garis 
untuk kami, sebuah garis lurus dengan tangan beliau di tanah, kemudian beliau 
menggaris disekitar garis lurus itu garis-garis pendek. Lalu Rasulullah 
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengisyaratkan (menunjuk) pada garis yang lurus 
dan beliau membaca ayat (yang artinya : "Dan bahwa (yang Kami perintah) ini 
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti 
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari 
jalan-Nya".

Bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sambil menunjuk jarinya pada 
garis lurus, "ini adalah jalan Allah", kemudian menunjuk pada garis-garis yang 
pendek di sekitarnya (kanan-kirinya) dan bersabda, "ini adalah jalan-jalan dan 
pada setiap pangkal jalan itu ada syaithan yang menyeru manusia padanya."

Hadits ini ditafsirkan dengan hadits lain yang telah diriwayatkan oleh Ahlus 
Sunan seperti Abu Dawud, Tirmidzi, dan selain dari keduanya dari Imam-Imam 
Ahlul Hadits dengan jalan yang banyak dari kalangan para shahabat seperti Abu 
Hurairah, Muawiyah, Anas bin Malik, dan yang selainnya dengan sanad yang 
jayyid. Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

"Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, dan Nashrani telah terpecah menjadi 72 
golongan, dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya 
ada di neraka kecuali satu. Maka mereka (para shahabat) bertanya : "Siapa dia 
ya Rasulullah?" Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Dia adalah 
apa yang aku dan shahabatku berada di atasnya."

Hadits ini menjelaskan kepada kita jalannya kaum Mukminin yang disebut dalam 
ayat tadi. Siapakah orang-orang Mukmin yang disebutkan dalam ayat itu? Meraka 
itulah yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pada 
hadits Al Firaq, ketika beliau ditanya tentang Firqatun Najiah (golongan yang 
selamat), manhaj, sifat, dan titik tolaknya. Maka Rasulullah Shallallahu 
'Alaihi Wa Sallam menjawab, "apa yang aku dan para shahabatku berada di 
atasnya."

Maka jawaban ini wajib diperhatikan, karena merupakan jawaban dari Rasulullah 
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Jika bukan wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala 
maka itu adalah tafsir dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam terhadap 
jalannya orang-orang Mukmin yang terdapat pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala 
:

"Dan barangsiapa yang menentang Rasulullah sesudah jelas kebenaran baginya dan 
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin."

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tentang Rasulullah 
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan jalannya orang-orang Mukmin. Sementara itu 
(dalam hadits, pent.) Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyebutkan 
tanda Firqatun Najiah yang tidak termasuk 72 golongan yang binasa. Sesungguhnya 
Firqatun Najiah adalah golongan yang berdiri di atas apa yang ada pada 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para shahabat. Maka pada hadits 
ini kita akan dapati apa yang kita dapati pula dalam ayat. Sebagaimana ayat 
tidak membatasi penyebutan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam saja, 
demikian pula hadits tidak membatasi penyebutan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi 
Wa Sallam saja. Di samping itu ayat juga menyebutkan jalannya orang-orang 
Mukmin demikian pula dalam hadits terdapat penyebutan "shahabat Nabi" maka 
bertemulah hadits dengan Al Qur'an.

Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

"Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, yang kalian tidak akan tersesat selama 
berpegang teguh dengan keduanya, yakni Kitabullah dan Sunnahku dan tidaklah 
terpisah keduanya (Al Qur'an dan As Sunnah) sampai keduanya datang kepadaku di 
Haudl." (Diriwayatkan oleh Malik dalam Muwatha'-nya, Al Hakim dalam 
Mustadrak-nya dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' hadits nomor 
2937)

Banyak golongan-golongan terdahulu maupun sekarang yang tidak berdiri di atas 
dasar yang ketiga ini sebagaimana yang disebutkan di dalam Al Qur'an dan 
Hadits. Pada hadits di atas disebutkan tanda golongan yang selamat yaitu yang 
berada di atas apa yang ada pada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan 
para shahabatnya.

Semakna dengan hadits ini adalah hadits Irbadl ibn Sariyyah radhiallahu 'anhu 
yang termasuk salah satu shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dari 
kalangan Ahlus Shufah, yakni mereka dari kalangan fuqara' yang tetap berada di 
Masjid dan menghadiri halaqah-halaqah (majelis taklim) Rasulullah Shallallahu 
'Alaihi Wa Sallam secara langsung dan bersih. Berkata Irbadl ibn Sariyyah 
radhiallahu 'anhu :

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memberi nasehat kepada kami yang 
membuat hati kami bergetar dan air mata kami berlinang (karena terharu). Kami 
berkata : "Ya Rasulullah seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan maka berilah 
kami wasiat." Maka beliau bersabda : "Aku wasiatkan kepada kamu sekalian untuk 
tetap bertakwa kepada Allah 'Azza wa Jalla dan senantiasa mendengar dan taat 
walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Barangsiapa hidup (berumur 
panjang) di antara kalian niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. 
Oleh karena itu wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah 
Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk (yang datang) sesudahku, gigitlah 
sunnah itu dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah perkara-perkara baru yang 
diada-adakan (dalam urusan agama, pent.). Karena sesungguhnya setiap perkara 
yang baru itu bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan itu di 
neraka." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi. Berkata
Tirmidzi, hadits ini hasan)

Hadits ini merupakan (penguat) bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam 
tidak membatasi perintahnya kepada umatnya untuk berpegang teguh dengan 
sunnahnya saja ketika mereka berselisih akan tetapi beliau menjawab dengan 
uslub/cara bijaksana, dan siapa yang lebih bijaksana dari beliau setelah Allah? 
Oleh sebab itu tatkala Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

"Barangsiapa di antara kalian yang hidup (berumur panjang) setelahku maka dia 
akan melihat perselisihan yang banyak."

Beliau juga memberikan jawaban dari soal yang mungkin akan muncul 
(dipertanyakan) : "Apa yang kita lakukan ketika itu wahai Rasulullah?" Maka 
Rasulullah menjawab : "Wajib atas kalian mengikuti sunnahku." Dan Rasulullah 
tidak mencukupkan perintahnya terhadap mereka yang hidup pada waktu terjadi 
perselisihan dengan hanya mengikuti sunnah beliau, akan tetapi menggabungkannya 
dengan sabda beliau :

" … dan sunnahnya Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk."

Jika demikian halnya, maka seorang Muslim yang menginginkan kebaikan pada 
dirinya dalam masalah akidah, dia harus kembali pada jalannya orang-orang 
Mukmin (para shahabat) bersama dengan Kitab (Al Qur'an dan As Sunnah) yang 
shahih dengan dalil ayat dan hadits Al Firaq (perpecahan) serta hadits dari 
Irbadl ibn Sariyyah radhiallahu 'anhu.

Inilah kenyataan yang ada dan sangat disesalkan bahwasanya hal ini banyak 
dilalaikan oleh semua hizbi-hizbi/sekte-sekte Islamiyah masa sekarang ini 
sebagaimana keberadaan firqah-firqah yang sesat, khususnya kelompok Hizbut 
Tahrir yang berbeda dengan sekte-sekte lainnya di mana Hizbut Tahrir dalam 
melaksanakan Islam menggunakan akal manusia sebagai tolok ukurnya.

(Selesai)

(Dikutip dari buku  Terjemahan HT Mu'tazilah Gaya Baru, terbitan Cahaya Tauhid 
Press)


Abu abdirrahman bin misdi al-carati


---------------------------------
Apakah Anda Yahoo!?
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/mDk17A/lOaOAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

SALURKAN BANTUAN ANDA UNTUK KAUM MUSLIMIN YANG TERKENA MUSIBAH
GEMPA DI DAERAH YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA KEPADA LEMBAGA AMAL YANG
TERPERCAYA
--------------------------------------------
Website Anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
--------------------------------------------
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke