KEDUDUKAN SHAHIH BUKHARI MUSLIM DALAM  HUJJAH


Al Imam Al Hafidz Syaikhul Islam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf
Asy-Syafi'I ( Imam Nawawi ) rahimahullahu ta'ala berkata tentang
kedudukan kitab Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim :



"Para ulama rahimahullahu ta'ala telah bersepakat bahwa kitab
yang paling shahih stelah Al-Qur'anul "Aziz adalah kitab Sahih
Al Bukhari dan sahih Muslim.

Kedua kitab itu telah terbukti diterima dengan lapang dada dan tangan
terbuka oleh ummat Islam"



  Dan juga beliau rahimahullahu ta'ala juga berkata :



"Karya hadits yang dianggap paling sahih,bahkan dianggap memiliki
otoritas mutlak dalam dunia ilmu pengetahuan Islam adalah dua kitab
Ash-shahih yang telah disusun oleh dua imam besar yakni Abu `Adillah
Muhammad bin Isma'il Al Bukhari dan abul Husain Muslim bin Al Hajjaj
Al Qusyairi radliallahu'anhumma.Tidak ada karya hadits yang mampu
menyaingi kedua kitab induk ini."



Asy-Syaikh Abu `Amr bin Ash-Shalah rahimahullahu ta'ala ( yang
dikenal juga dengan Imam Ibnu Shalah) berkata :



"Semua hadits yang oleh Muslim rahimahullah ta'ala telah
dianggap sebagai hadits shahih di dalam kitab ini,maka derajat
keshahihannya bisa dikatakan pasti dan bisa dipertanggung jawabkan
secara teoritis (ilmiyah).Begitu juga dengan hadits-hadits yang oleh Al
Bukhari telah ditetapkan sebagai hadits shahih di dalam kitab
Ash-Shahihnya.

Hal ini karena ummat telah menerima kualitas shahih kedua kitab tersebut
secara ijma'."



Imam Al Haramain rahimahullahu ta'ala berkata :



"Seandainya ada seseorang yang bersumpah akan menceraikan istrinya
kalau seandainya sabda Nabi shalallahu `alihi wa sallam yang
terkandung dalam kitab Shahih Al Bukhari dan  Shahih Muslim ada yang
diragukan keshahihannya,maka perceraian itupun tidak mungkin
terjadi.Bahkan diapun tidak akan pernah dianggap melanggar kalimat
sumpahnya.

Sebab para ulama kaum muslimin telah berijma' atas kesahihan kedua
kitab hadits induk tersebut."





Dari penjelasan para Imam Hadits di atas maka dapat diringkas bahwa :

1.Kesahihan hadits-hadits dalam kitab Shahih Al Bukhari dan Sahih Muslim
adalah pasti.

2.Penerimaan keshahihan hadits-hadits pada ke dua kitab tersebut sudah
menjadi ijma' ulama dan ummat muslimin.





PENJELASAN TENTANG BERBAGAI PIHAK YANG MENCOBA MEMBONGKAR
AS-SUNNAH/AJARAN-AJARAN ISLAM DENGAN MELEMAHKAN HADITS-HADITS
ASH-SHAHIHAIN.



Akhir-akhir ini beberapa kelompok yang menyelisihi manhaj ahlus
sunnah,manhaj para salaf, yang ingin menghapuskan ajaran-ajaran Islam
yang bersumber dari as-sunnah baik dalam perkara aqidah maupun ibadah
dan muamalah yang dianggap tidak sesuai dan bertentangan dengan akal
mereka ataupun karena "silaunya" mereka akan ajaran dan budaya
di luar Islam (kaum kafirin) sehingga menganggap ajaran as-sunnah
tersebut harus dirombak dan direvisi dengan cara melakukan
kritikan-kritikan terhadap hadits-hadits dalam shahihain dengan
melemahkan hadits melalui perawi-perawi yang dianggapnya
lemah/dla'if sehingga ajaran Islam dari faidah hadits tersebut bisa
dibongkar.Demikian juga yang dilakukan oleh para orientalis.Seperti
misalnya orang-orang yang menolak hadits-hadits pernikahan Rasulullah
shalallahu `alaihi wa sallam dengan Aisyah radliallahu'anha yang
masih kecil dan berumur enam atau tujuh tahun. Dan juga hadits-hadits
tentang terkenanya sihir kepada Rasulullah shalallahu `alaihi wa
sallam yang dilakukan oleh orang musyrik,dan hadits-hadits yang lainnya.



Maka Imam Nawawi rahimahullah ta'ala membantah pendapat-pendapat
mereka yang melemahkan hadits-hadits dalam kitab Sahih Muslim yaitu
sebenarnya cacat yang dituduhkan kepada perawi-perawi hadits tersebut
tidaklah sampai  menyebabkan aib bagi Imam Muslim (tidak sampai
menyebabkan dla'if-nya hadits-hadits di dalam Shahihnya).



Bahkan Asy-Syaikh Ibnu Shalah rahimahullahu ta'ala telah memberikan
jawaban untuk menyanggah celaan beberapa orang terhadap kitab Shahih
Muslim, diantaranya adalah :



"memang ada sebagian perawi yang disebutkan oleh Imam Muslim yang
dianggap dha'if oleh ulama lain.Namun menurut parameter Imam
Muslim,perawi tersebut tidak tergolong sebagai perawi dla'if.

Kalaupun ada kaidah yang berbunyi,"AL JAHR MUTAQADDAMUN `ALAT
TA'DILL (kecurigaan akan aib/cacat dalam diri perawi harus lebih
didahulukan dari pada menganggap seorang perawi adalah adil), maka
kaidah ini hanya berlaku untuk jahr (aib atau kritik) yang disebutkan
secara jelas dan rinci.Sedangkan bagi orang yang aibnya tidak disebutkan
secara jelas dan rinci maka tidak termasuk dalam kaidah di atas."



Al Imam Al Hafidz Abu Bakar Ahmad bin `Ali bin Tsabat Al Khatib Al
Baghdadi dan beberapa ulama yang lain telah berkata :



"Riwayat hadits yang dijadikan hujjah oleh Al Bukhari,Muslim dan Abu
Daud yang berasal dari para perawi yang dianggap cacat,maka cacat yang
dituduhkan kepada perawi tersebut bukan termasuk cacat yang dijelaskan
secara rinci."



Jadi dengan demikian aib yang dituduhkan kepada perawi-perawi dalam
kitab Ash-Shahihain tersebut sebenarnya tidak jelas dan tidak rinci,maka
dengan demikian aib yang dituduhkan tersebut tidak dapat
diterima.Demikianlah kaidah jahr wa ta'dill yang jujur dan benar.



Demikianlah salah satu penjelasan para ulama ahli hadits dalam
kitab-kitab mereka dengan kaidah yang benar dalam disiplin ilmu
musthalah hadits dalam membantah para pihak yang melemahkan para
perawi-perawi yang ada dalam kitab Ash-Shahihain di atas.Dan ini menjadi
pencerahan bagi para pemuda untuk tidak tergesa-gesa menerima subhat dan
menelan mentah-mentah "racun" yang ditebarkan ahlul bid'ah
dan para orientalis untuk mengelabuhi sunnah.





Sebagai tambahan ilmu pengetahuan diinul Islam bahwasannya sesungguhnya
tidak semua hadits yang dinyatakan Shahih oleh kedua Imam tersebut
dicantumkan di dalam kitab Shahihain tersebut.



Al Imam Al Hafidz Abul Hasan `Ali bin `Umar Ad-Daruquthni
rahiamhullahu ta'ala dan beberapa ulama lain telah memastikan bahwa
Al Bukhari dan Muslim telah meninggalkan (tidak mencantumkan) beberapa
hadits yang sebenarnya memenuhi syarat shahih dalam kitab
Ash-Shahihain.Hadits-hadits yang tidak dicantumkan di dalam kitab
Shahihain sebenarnya telah diriwayatkan oleh sekelompok sahabat
radliallahu `anhum dan para perawi yang tidak memiliki cacat dan
aib.



Ad-Daruquthni dan Al Harawi telah menyusun karya yang menghimpun
hadits-hadits shahih yang tidak sempat disebutkan oleh Al Bukhari dan
Muslim di dalam Ash-Shahihain.



Demikian juga ulama-ulama ahli hadits yang lainnya,maka hadits-hadits
yang tidak dicantumkan oleh ulama-ulama hadits dalam kitab Shahihnya
belum tentu berarti riwayatnya pasti dla'if.



Demikianlah sebagai tambahan ilmu agama tentang kedudukan kitab Shahih
Al Bukhari dan kitab Ash Shahih Muslim dalam hujjah ilmiyah
syar'iyyah.







Abu Musa,Fathony



    * Referensi      : Muqoddimah Syarah Shahih Muslim



Kirim email ke