----- Original Message ----
From: HANDOYO ASNAN <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Monday, 9 October, 2006 3:22:53 PM
Subject: [assunnah] Mau tanya  tata cara  I'tikab  serta  memulainya
Asalamualikum
Ana mau tanya kepada semuanya tentang tata cara I'tikab dan penjelasanya apa 
itu I'tikab sehubungan sebentar lagi 10 hari terahir Rhamadan
Wasalam

Assalaamu'alaykum,
Ana forward kan dari http://www.almanhaj.or.id

I'TIKAF (BERDIAM DIRI)

Oleh
Syaikh Salim bin 'Ied 
Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul 
Hamid

[1]. Hikmahnya.

Al-Alamah Ibnul 
Qayyim berkata : "Manakala hadir dalam keadaan sehat dan istiqamah (konsisten) 
di atas rute perjalanan menuju Allah Ta'ala tergantung pada kumpulnya (unsur 
pendukung) hati tersebut kepada Allah, dan menyalurkannya dengan menghadapkan 
hati tersebut kepada Allah Ta'ala secara menyeluruh, karena kusutnya hati tidak 
akan dapat sembuh kecuali dengan menghadapkan(nya) kepada Allah Ta'ala, 
sedangkan makan dan minum yang berlebih-lebihan dan berlebih-lebihan dalam 
bergaul, terlalu banyak bicara dan tidur, termasuk dari unsur-unsur yang 
menjadikan hati bertambah berantakan (kusut) dan mencerai beraikan hati di 
setiap tempat, dan (hal-hal tersebut) akan memutuskan perjalanan hati menuju 
Allah atau akan melemahkan, menghalangi dan menghentikannya.

Rahmat Allah 
Yang Maha Perkasa lagi Penyayang menghendaki untuk mensyariatkan bagi mereka 
puasa yang bisa menyebabkan hilangnya kelebihan makan dan minum pada hamba-Nya, 
dan akan membersihkan kecenderungan syahwat pada hati yang (mana syahwat 
tersebut) dapat merintangi perjalanan hati menuju Allah Ta'ala, dan 
disyariatkannya (i'tikaf) berdasarkan maslahah (kebaikan yang akan diperoleh) 
hingga seorang hamba dapat mengambil manfaat dari amalan tersebut baik di dunia 
maupun di akhirat. Tidak akan merusak dan memutuskannya (jalan) hamba tersebut 
dari (memperoleh) kebaikannya di dunia maupun di akhirat kelak.

Dan 
disyariatkannya i'tikaf bagi mereka yang mana maksudnya serta ruhnya adalah 
berdiamnya hati kepada Allah Ta'ala dan kumpulnya hati kepada Allah, berkhalwat 
dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dengan makhluk, hanya menyibukkan 
diri kepada Allah semata. Hingga jadilah mengingat-Nya, kecintaan dan 
penghadapan kepada-Nya sebagai ganti kesedihan (duka) hati dan 
betikan-betikannya, sehingga ia mampu mencurahkan kepada-Nya, dan jadilah 
keinginan semuanya kepadanya dan semua betikan-betikan hati dengan 
mengingat-Nya, bertafakur dalam mendapatkan keridhaan dan sesuatu yang 
mendekatkan dirinya kepada Allah. Sehingga bermesraan ketika berkhalwat dengan 
Allah sebagai ganti kelembutannya terhadap makhluk, yang menyebabkan dia 
berbuat 
demikian adalah karena kelembutannya tersebut kepada Allah pada hari kesedihan 
di dalam kubur manakala sudah tidak ada lagi yang berbuat lembut kepadanya, dan 
(manakala) tidak ada lagi yang dapat membahagiakan (dirinya) selain 
daripada-Nya, maka inilah maksud dari i'tikaf yang agung itu" [Zaadul Ma'ad 
2/86-87]

[2]. Makna I'tikaf

Yaitu berdiam (tinggal) di atas 
sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal di masjid dan menegakkan 
ibadah di dalamnya sebagai mu'takif dan 'Akif. [Al-Mishbahul Munir 3/424 oleh 
Al-Fayumi, dan Lisanul Arab 9/252 oleh Ibnu Mandhur]


[3]. 
Disyari'atkannya I'tikaf

Disunnahkan pada bulan Ramadhan dan bulan yang 
lainya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir bulan Syawwal[1] Dan Umar pernah 
bertanya 
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Wahai Rasulullah, 
sesungguhnya aku ini pernah bernadzar pada zaman jahiliyah (dahulu), (yaitu) 
aku 
akan beritikaf pada malam hari di Masjidil Haram'. Beliau menjawab :Tunaikanlah 
nadzarmu".

Maka ia (Umar Radhiyallahu 'anhu) pun beritikaf pada malam 
harinya. [Riwayat Bukhari 4/237 dan Muslim 1656]

Yang paling utama 
(yaitu) pada bulan Ramadhan beradasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu 
(bahwasanya) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sering beritikaf pada 
setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tibanya tahun yang dimana 
beliau diwafatkan padanya, beliau (pun) beritikaf selama dua puluh hari. 
[Riwayat Bukhari 4/245]

Dan yang lebih utama yaitu pada akhir bulan 
Ramadhan karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seringkali beritikaf pada 
sepuluh (hari) terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah Yang Maha Perkasa dan 
Mulia mewafatkan beliau. [Riwayat Bukhari 4/266 dan Muslim 1173 dari 
Aisyah]

[4]. Syarat-Syarat I'tikaf

[a] Tidak disyari'atkan kecuali 
di masjid, berdasarkan firman-Nya Ta'ala.
"Artinya : Dan janganlah kamu 
mencampuri mereka itu[2] sedangkan kamu beritikaf di dalam masjid" [Al-Baqarah 
: 
187]

[b] Dan masjid-masjid disini bukanlah secara mutlak (seluruh masjid 
,-pent), tapi telah dibatasi oleh hadits shahih yang mulai (yaitu) sabda beliau 
Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidak ada I'tikaf kecuali pada tiga masjid 
(saja). [3]

Dan sunnahnya bagi orang-orang yang beritikaf (yaitu) 
hendaknya berpuasa sebagaimana dalam (riwayat) Aisyah Radhiyallahu 'anha yang 
telah disebutkan. [4]

[5]. Perkara-Perkara Yang Boleh 
Dilakukan

[a] Diperbolehkan keluar dari masjid jika ada hajat, boleh 
mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dicuci dan disisir (rambutnya). Aisyah 
Radhiyallahu 'anha berkata.

"Dan sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam pernah memasukkan kepalanya kepadaku, padahal beliau sedang 
itikaf di masjid 
(dan aku berada di kamarku) kemudian aku sisir rambutnya (dalam riwayat lain : 
aku cuci rambutnya) [dan antara aku dan beliau (ada) sebuah pintu] (dan waktu 
itu aku sedang haid) dan adalah Rasulullah tidak masuk ke rumah kecuali untuk 
(menunaikan) hajat (manusia) ketika sedang I'tikaf" [5]

[b] Orang yang 
sedang Itikaf dan 
yang yang lainnya diperbolehkan untuk berwudhu di masjid berdasarkan ucapan 
salah seorang pembantu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu di dalam masjid dengan wudhu yang 
ringan" [Dikeluarkan oleh Ahmad 5/364 dengan sanad yang shahih]

[c] Dan 
diperbolehkan bagi orang yang sedang I'tikaf untuk mendirikan tenda (kemah) 
kecil pada bagian di belakang masjid sebagai tempat dia beri'tikaf, karena 
Aisyah Radhiyallahu 'anha (pernah) membuat kemah (yang terbuat dari bulu atau 
wool yang tersusun dengan dua atau tiga tiang) apabila beliau beri'tikaf[6] dan 
hal ini atas perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. [Sebagaimana dalam 
Shahih Muslim 1173]

[d] Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang 
beritikaf untuk meletakkan kasur atau ranjangnya di dalam tenda tersebut, 
sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam jika i'tikaf dihamparkan untuk kasur atau 
diletakkan untuknya ranjang di belakang tiang At-Taubah.[7]

[6]. 
I'tikafnya Wanita Dan Kunjungannya Ke Masjid

[a] Diperbolehkan bagi 
seorang isteri untuk mengunjungi suaminya yang berada di tempat i'tikaf, dan 
suami diperbolehkan mengantar isteri sampai ke pintu masjid. Shafiyyah 
Radhiyallahu 'anha berkata.

"Artinya : Dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam (tatkala beliau sedang) i'tikaf [pada sepuluh (hari) terkahir di bulan 
Ramadhan] aku datang mengunjungi pada malam hari [ketika itu di sisinya ada 
beberapa isteri beliau sedang bergembira ria] maka aku pun berbincang sejenak, 
kemudian aku bangun untuk kembali, [maka beliaupun berkata : jangan engkau 
tergesa-gesa sampai aku bisa mengantarmu] kemudian beliaupun berdiri besamaku 
untuk mengantar aku pulang, -tempat tinggal Shafiyyah yaitu rumah Usamah bin 
Zaid- [sesampainya di samping pintu masjid yang terletak di samping pintu Ummu 
Salamah] lewatlah dua orang laki-laki dari kalangan Anshar dan ketika keduanya 
melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka keduanyapun bergegas, kemudian 
Nabi-pun bersabda : "Tenanglah[8], ini adalah Shafiyah binti Huyaiy", kemudian 
keduanya berkata : 'Subhanahallah (Maha Suci Allah) ya Rasullullah". Beliaupun 
bersabda : "Sesungguhnya syaitan itu menjalar (menggoda) anak Adam pada aliran 
darahnya dan sesungguhnya aku khawatir akan bersarangnya kejelakan di hati 
kalian -atau kalian berkata sesuatu"[9]

[b] Seorang wanita boleh i'tikaf 
dengan didampingi suaminya ataupun sendirian. berdasarkan ucapan Aisyah 
Radhiyallahu 'anha : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam i'tikaf pada sepuluh 
hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian 
isteri-isteri beliau i'tikaf setelah itu".[Telah lewat 
takhrijnya]

Berkata Syaikh kami (yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin 
Al-Albani Rahimahullah, -pent) :"Pada atsar tersebut ada suatu dalil yang 
menunjukkan atas bolehnya wanita i'tikaf dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu 
dibatasi (dengan catatan) adanya izin dari wali-wali mereka dan aman dari 
fitnah, berdasarkan dalil-dalil yang banyak mengenai larangan berkhalwat dan 
kaidah fiqhiyah.

"Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil 
manfaat"


[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, 
terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak 
Ata]
_________
Foote Note.
[1]. Riwayat Bukhari 4/226 dan Muslim 
1173
[2]. Yakni "Janganlah kami mejimai mereka" pendapat tersebut merupakan 
pendapat jumhur (ulama). Lihat Zaadul Masir 1/193 oleh Ibnul Jauzi
[3]. 
Hadits tersebut shahih, dishahihkan oleh para imam serta para ulama, dapat 
dilihat takhrijnya serta pembicaraan hal ini pada kitab yang berjudul Al-Inshaf 
fi Ahkamil I'tikaf oleh Ali Hasan Abdul Hamid
[4]. Dikeluarkan oleh Abdur 
Razak di dalam Al-Mushannaf 8037 dan riwayat 8033 dengan maknanya dari Ibnu 
Umar 
dan Ibnu Abbas.
[5]. Hadits Riwayat Bukhari 1/342 dan Muslim 297 dan lihat 
Mukhtashar Shahih Bukhari no. 167 oleh Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah dan 
Jami'ul Ushul 1/3452 oleh Ibnu Asir
[6]. Sebagaimana dalam Shahih Bukhari 
4/226
[7]. Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 642-zawaidnya dan Al-Baihaqi, 
sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Bushiri dari dua jalan. Dan sanadnya 
Hasan
[8]. Janganlah kalian terburu-buru, ini bukanlah sesuatu yang kami 
benci.
[9]. Dikeluarkan oleh Bukhari 4/240 dan Muslim 2157 dan tambahan yang 
terkahir ada pada Abu Dawud 7/142-143 di dalam Aunul Ma'bud 

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1146&bagian=0





Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke