Berdoa bersama kalau yang dimaksud adalah  satu orang berdoa sedangkan yang 
lain mengamini, maka ini ada 2 keadaan:

Pertama: Hal tersebut
dilakukan pada amalan yang memang disyariatkan doa bersama, maka berdoa
bersama dalam keadaan seperti ini disyariatkan seperti di dalam shalat
Al-Istisqa’ (minta hujan), dan Qunut.
Kedua: Hal tersebut
dilakukan pada amalan yang tidak ada dalilnya dilakukan doa bersama di
dalamnya, seperti berdoa bersama setelah shalat fardhu, setelah majelis
ilmu, setelah membaca Al-Quran dll, maka ini boleh jika dilakukan
kadang-kadang dan tanpa kesengajaan, namun kalau dilakukan terus-menerus
 maka menjadi bid’ah.
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya:
يكره أن يجتمع القوم يدعون الله سبحانه وتعالى ويرفعون أيديهم؟
“Apakah diperbolehkan sekelompok orang berkumpul, berdoa kepada Allah subhanahu 
wa ta’ala, dengan mengangkat tangan?”

Maka beliau mengatakan:
ما أكرهه للإخوان إذا لم يجتمعوا على عمد، إلا أن يكثروا
“Aku tidak melarangnya jika mereka tidak berkumpul dengan sengaja,
kecuali kalau terlalu sering.” (Diriwayatkan oleh Al-Marwazy di dalam Masail 
Imam Ahmad bin Hambal wa Ishaq bin Rahuyah 9/4879)
Berkata Al-Marwazy:
وإنما معنى أن لا يكثروا: يقول: أن لا يتخذونها عادة حتى يعرفوا به
“Dan makna “jangan terlalu sering” adalah jangan menjadikannya
sebagai kebiasaan, sehingga dikenal oleh manusia dengan amalan
tersebut.” (Masail Imam Ahmad bin hambal wa Ishaq bin Rahuyah 9/4879).
Adapun dzikir bersama, dipimpin oleh seseorang kemudian yang lain
mengikuti secara bersama-sama maka ini termasuk bid’ah, tidak ada
dalilnya dan tidak diamalkan para salaf. Bahkan mereka mengingkari
dzikir dengan cara seperti ini, sebagaimana dalam kisah Abdullah bin
Mas’ud ketika beliau mendatangi sekelompok orang di masjid yang sedang
berdzikir secara berjamaah, maka beliau mengatakan:
مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ
تَصْنَعُونَ ؟ … وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ، مَا أَسْرَعَ
هَلَكَتِكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صلى الله عليه وسلم
مُتَوَافِرُونَ ، وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ ، وَآنِيَتُهُ لَمْ
تُكْسَرْ ، وَالَّذِي نَفْسِي فِي يَدِهِ ، إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ
 أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ؟! أَوْ مُفْتَتِحُوا بَابَ ضَلاَلَةٍ ؟
“Apa yang kalian lakukan?! Celaka kalian wahai ummat Muhammad, betapa
 cepatnya kebinasaan kalian, para sahabat nabi kalian masih banyak, dan
ini pakaian beliau juga belum rusak, perkakas beliau juga belum pecah,
demi Dzat yang jiwaku ada di tangannya, kalian ini berada dia atas agama
 yang lebih baik dari agama Muhammad, atau kalian sedang membuka pintu
kesesatan? (Diriwayatkan oleh Ad-Darimy di dalam Sunannya no. 2o4, dan 
dishahihkan sanadnya oleh Syeikh Al-Al-Albany di dalam Ash-Shahihah 5/12)
Berkata Asy-Syathiby rahimahullahu:
فإذا ندب الشرع مثلا إلى ذكر
الله فالتزم قوم الاجتماع عليه على لسان واحد وبصوت أو في وقت معلوم مخصوص
عن سائر الأوقات ـ لم يكن في ندب الشرع ما يدل على هذا التخصيص الملتزم بل
فيه ما يدل على خلافه لأن التزام الأمور غير اللازمة شرعا شأنها أن تفهم
التشريع وخصوصا مع من يقتدى به في مجامع الناس كالمساجد
“Jika syariat telah menganjurkan untuk dzikrullah misalnya, kemudian
sekelompok orang membiasakan diri mereka berkumpul untuknya (dzikrullah)
 dengan satu lisan dan satu suara,atau pada waktu tertentu yang khusus
maka tidak ada di dalam anjuran syariat yang menunjukkan pengkhususan
ini,justru di dalamnya ada hal yang menyelisihinya, karena membiasakan
perkara yang tidak lazim secara syariat akan dipahami bahwa itu adalah
syariat, khususnya kalau dihadiri oleh orang yang dijadikan teladan di
tempat-tempat berkumpulnya manusia seperti masjid-masjid.” (Al-I’tisham 2/190)
Wallahu a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com

Kirim email ke