wa'alaykumussalam warohmatullohi wabarokatuh,

Tentang itu (hadits riwayat bukhori ini) ana pernah baca mengenai penyimpangan 
Hizbut Tahrir yg memutar balikkan makna atau arti hadits ini. yg mereka jadikan 
dalil untuk meng-halalkan berjabat tangan / bersentuhan dengan  lawan jenis.

Antum bisa baca di 
http://abusalma.wordpress.com/2007/02/03/jabat-tangan-dengan-ajnabiyah-adalah-haram/

ana kutib sebagian

TKIH (Tim Konsultan Ahli Hayatul Islam) berkata:


Hadits ini menunjukkan bahwasanya kaum wanita telah berbai’at dengan berjabat 
tangan. Kata ‘qa ba dha’ dalam hadits ini memiliki arti menggenggam/melepaskan 
tangan. Seperti disebutkan di dalam kamus yang berarti menggenggam sesuatu, 
atau melepaskan (tangannya dari memegang sesuatu). (Lihat A.W. Munawwir, Kamus 
Al-Munawwir, hal. 1167). Hadits ini jelas-jelas secara manthuq (tersurat) 
artinya ‘menarik kembali tangannya’ menunjukkan bahwa para wanita telah 
berbai’at dengan berjabat tangan, sebab tangan salah seorang wanita itu 
digenggamnya/dilepaskannya setelah ia mengulurkannya
hendak berbai’at. Selain itu dari segi mafhum (tersirat) juga dipahami
bahwa para wanita yang lain pada saat itu tidak menarik (menggenggam)
tangannya, artinya tetap melakukan bai’at dengan tangan terhadap
Rasulullah Saw. Jadi hadits ini menunjukkan secara jelas –baik dari
segi manthuq (tersurat) maupun mafhum (tersirat)– bahwa Rasulullah Saw
telah berjabat tangan dengan wanita pada saat bai’at (Lihat Taqiyuddin 
An-Nabhani, Nidzham Ijtima’i Fil Islam, hal. 57 – 58, 71 – 72).

 Tanggapan : kesimpulan
TKAHI di atas terlalu prematur dan di’paksa’kan serta terkesan seolah
TKAHI sedang membela mati-matian pendapat pendahulu TKAHI, an-Nabhani 
ghofarallahu lahu. Kata qo ba dlo di dalam teks hadits faqobadlot imro’atun 
yadaha ditafsirkan oleh TKAHI secara bathil dengan makna berjabat tangan 
(Mushofahah), padahal penafsiran ini tidak tepat dari segi bahasa baik secara 
manthuq maupun mafhum-nya. Berikut ini akan saya nukilkan makna qo ba dlo dari 
beberapa kamus bahasa Arab yang menjadi pegangan.
Di dalam Mukhtaarus Shihhaahdikatakan :
Qobadlo asy-Sya’i maknanya akhodzahu = mengambilnya.
Wal Qobdlu aidhan dliddu al-Basthu = dan qobdlu juga merupakan lawan dari 
basthu (membentangkan).
Jika dikatakan : Shoro asy-Sya’i fi qobdlika wa fi qobdlotika maknanya adalah 
fi milkika (dalam kepunyaanmu/kepemilikanmu).

Di dalam kamus al-Mu’tamaddikatakan :
Qobadlo Qobdlon ar-Rajulu asy-Syai’a maknanya akhodzahu wa tanaawaluhu = 
mengambil dan menerimanya.
Qobadlo ‘ala asy-Syai’i maknanya amsakahu wa dlomma ‘alaihi ashobi’uhu = 
menggenggamnya dan merapatkan dengan erat jari jemarinya.
Qobadlo yadahu ‘an asy-Syai’i maknanya imtana’a ‘an imsaakihi = melepaskan dari 
genggaman.

Di dalam kamus al-Muhithdikatakan :
Qobadlohu yadahu yaqbidluhu maknanya tanaawaluhu biyadihi = menerima 
dengan/mengulurkan tangannya.
Qobadlo ‘alaihi biyadihi maknanya imsaakihi = menggenggamnya.
Qobadlo yadahu ‘anhu maknanya imtana’a ‘an imsaakihi = melepaskan genggamannya.

Di dalam kamus al-Munawwirdikatakan :
Qobadlo asy-Syai’a aw ‘alaihi maknanya menggenggam
Qobadlo wa Qobbadlo asy-Syai’a maknanya qollashohu = mengerutkan atau 
menguncupkan.
Qobadlo ‘anil Amri maknanya nahhaahu = menjauhkan
Qobadlo yadahu ‘ani asy-sya’i maknanya melepaskan
Qobadlo ‘anil Qoumi maknanya hajarohum = meninggalkan
Qobadlo ‘alaihi maknanya menangkap

Demikian pula di dalam kamus al-Mu’jamul Wasith, Laarus al-Mu’jam al-‘Arobiy 
al-Hadits, al-Waafi Mu’jamul Wasith lilughotil ‘Arobiyah, al-Mishbahul Munir fi 
Ghoribi asy-Syarhil Kabir ar-Rafi’idan al-Bustaan Mu’jamul Lughowi.

Jadi jika dikatakan qobadlo di
sini bermakna jabat tangan atau melepaskan genggaman dari jabat tangan
seperti yang diklaim TKAHI, maka ini adalah kebatilan yang dibangun di
atas zhan belaka yang mengandung ihtimalat (banyak kemungkinan-kemungkinan 
lainnya). Saya katakan, jika TKAHI mengatakan bahwa qobadlo di sini bermakna 
jabat tangan, maka perlu diketahui bahwa maf’ul (obyek) di dalam lafazh hadits 
tersebut adalah yadaha dimana ha adalah dhamir (kata ganti) untuk wanita, 
sehingga dhamir ha di sini mengandung ihtimal bisa jadi yang dimaksud adalah 
tangan wanita tersebut atau wanita lainnya!!

Juga perlu diketahui bahwa makna mengenggam (amsaka) adalah jika qobadlo 
diiringi oleh asy-Sya’i(sesuatu) atau muqoron (gandeng) dengan ‘ala maka bisa 
dibawa kepada makna mengenggam. TKAHI juga berasumsi bahwa makna qobadlo adalah 
imtana’a ‘an imsakiha (melepaskan tangannya dari genggamannya), padahal tidak 
ada shilah ‘an (qobadlo ‘an) di dalam lafazh ini. Oleh karena itu asumsi TKAHI 
bahwa qobadlo di sini bermakna “menggenggam” ataupun “melepaskan tangan dari 
jabat tangan” adalah sangat tidak tepat. Yang benar adalah bermakna tanaawala 
atau mengulurkan tangan yang bermaksud meminta izin dari prosesi baiat ketika 
saat itu.

Mari
kita lihat pula penjelasan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani yang jauh
lebih ‘alim daripada Taqiyudin an-Nabhani, DR. Mahmud Khalidi (penulis
buku Baiat versi HT), Abdurrahman al-Baghdadi, Syamsudin Ramadhan dan
orang-orang semisal mereka dari kalangan kholaf, sehingga ketika para
imam terdahulu semacam al-Hafizh Ibnu Hajar dan semisalnya menyebutkan
hadits Ummu Athiyah ini, tidak terbetik satupun pemahaman sebagaimana
pemahaman yang ‘sakit’ orang-orang belakangan ini.

Al-Hafizh berkata : “Sabda nabi : “faqobadlot imro’atun yadahaa” di dalam 
riwayat ‘Ashim berbunyi : “aku (Ummu Athiyah) berkata : Wahai
Rasulullah sesungguhnya keluarga fulan telah membahagiakanku di masa
jahiliyah maka aku harus membahagiakan mereka”, aku (al-Hafizh) tidak
tahu siapakah keluarga fulan yang ditunjuk dalam riwayat ini. Di dalam
riwayat Nasa’i berbunyi : “Aku (Ummu Athiyah) berkata : sesungguhnya
ada seorang wanita yang membahagiakanku di masa jahiliyah” dan aku
(al-Hafizh) tidak mengetahui siapa nama wanita yang dimaksud dan
jelaslah bahwa Ummu Athiyah di dalam riwayat Abdul Warits memubhamkan 
(menyembunyikan identitas) dirinya.”

Dari
penjelasan al-Hafizh rahimahullahu di atas, tampak dengan jelas bahwa
wanita yang diceritakan oleh Ummu Athiyah adalah dirinya sendiri, namun
beliau menceritakan dengan lafazh mubham, dan ini adalah
suatu hal yang lazim di dalam menceritakan tentang diri namun dengan
menggunakan lafazh yang menunjukkan orang lain. Dan al-Hafizh sama
sekali tidak menyinggung adanya mushofahah di dalam syarah beliau. Sekiranya 
ada pemahaman mushofahah dalam
hadits tersebut, niscaya al-Hafizh akan menyinggungnya, karena beliau
adalah orang yang paling alim terhadap syarah hadits Bukhori dan paling
alim bahasa Arab ketimbang Hizbut Tahrir.

Namun
anehnya, TKAHI dan HIzbit Tahrir yang datang berabad-abad kemudian,
membawa pemahaman ‘sakit’ terhadap hadits ini dan seakan-akan merasa
bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui ketimbang para
salaf ini. Padahal al-Hafizh di dalam syarah hadits sebelumnya,
menyebutkan hadits-hadits shohih tentang haramnya menyentuh wanita ajnabiyah, 
namun TKAHI datang berabad-abad kemudian dengan membawa pemahaman baru yang 
sakit, yang tidak dikenal oleh ulama muhadditsin maupun fuqoha’ yang 
mutamakkinin (mumpuni).

Pernyataan TKAHI : “Jadi
hadits ini menunjukkan secara jelas –baik dari segi manthuq (tersurat)
maupun mafhum (tersirat)– bahwa Rasulullah Saw telah berjabat tangan
dengan wanita pada saat bai’at” adalah kesimpulan yang bathil dan sembrono, 
zhalim (menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya) dan syadz (ganjil menyelisihi 
pendapat yang lebih kuat), akan saya terangkan lebih rinci setelah ini.



----- Pesan Asli ----
Dari: Fatchur Berlianto <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: assunnah@yahoogroups.com
Terkirim: Kamis, 9 Oktober, 2008 01:52:00
Topik: [assunnah] Tanya Hadits Ummu Athiyyah


Asalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Mohon penjelasan dari hadit ini:

"Kami membai'at Rasulullah Saw, lalu Beliau membacakan kepadaku 'Janganlah 
kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu', dan melarang kami melakukan 
'nihayah' (histeris menangis mayat), karena itulah seorang wanita dari kami 
menggenggam (melepaskan) tangannya (dari berjabat tangan) lalu wanita itu 
berkata: 'Seseorang (perempuan) telah membuatku bahagia dan aku ingin (terlebih 
dahulu) membalas jasanya' dan ternyata Rasulullah Saw tidak berkata apa-apa. 
Lalu wanita itu pergi kemudian kembali lagi." [HR. Bukhari].
_


      
___________________________________________________________________________
Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang juga.
http://id.toolbar.yahoo.com/

Kirim email ke