http://djualankaos.tripod.com
Bandung bukan saja ibu kota Priangan, tetapi juga ibu kota
per-kaos-an. Di ibu kota Provinsi Jawa Barat ini, kaos oblong alias
T-shirt telah menjadi industri rakyat. Kaos menjadi penghidupan ribuan
orang yang terlibat dalam proses
pembuatannya. Mulai dari pabrik-pabrik textile yang bertebaran
dipinggiran kota Bandung, toko bahan-bahan textile di sepanjang jalan
Otto Iskandardinata dan Tamim. Belum termaksud usaha kecil dan
perorangan yang menawarkan
jasa(maklon) potong, sablon, jahit, bordir, packing, dll. Ditambah
lagi dengan menjamurnya Factory Outlet dan Distro disekitar kawasan
Dago dan jalan Riau, dari yang bermodal besar, sedang, kecil sampai
yang bermodal dengkul semua
berkumpul di kota ini dengan tujuan yang sama, mencari penghidupan
dari yang namanya kaos.

Sungguh suatu potensi yang besar dari kota ini yang tak dimiliki oleh
kota lain di Indonesia, tak salah jika Bandung dijuluki Paris Van Java
menggingat perkembangan akan mode fashionnya yang begitu cepat.
Industri kaos di Bandung tumbuh sejak tahun 1980-an. Pada awal era
itu, usaha kaos dikerjakan beberapa produsen saja, seperti C59,
Christine Collection, dan Q. Setelah krisis moneter tahun 1997, kaos
impor dari mancanegara semakin mahal. Akhirnya banyak yang memproduksi
sendiri untuk dijual di pasar dalam negeri. Tahun 2000-an, berkembang
kaos yang diproduksi di rumahan untuk dipasarkan di jaringan distro,
seperti dengan merek 347, Ouval, Airplane, Evile, Eat, dll.

Jika kita tengok kawasan Suci, sentra industri kaos di seputar Jalan
Surapati- Cicaheum, Bandung. Dikawasan ini tak kurang dari 300
produsen kaos skala usaha kecil. Industri kaos di daerah Suci ini
tumbuh justru ketika krisis ekonomi tengah melanda negeri ini tahun
1998. Orang-orang yang kehilangan pekerjaan saat itu bertahan hidup
dengan menyablon kaos dan mendirikan warung kaos di
sekitar Suci. Dan terbukti kaos memberi mereka kehidupan sampai hari ini.

Jumlah perajin kaos rumahan di Bandung sekitar 800 orang. Adapun
jumlah produsen kaos pabrikan di Bandung sekitar 100 pabrik. Kelompok
distro di Jalan Sultan Agung-Trunojoyo sekitar 20-an toko distro. Itu
belum termasuk di pelosok
lain Bandung seperti Jalan Riau, Sultan Agung, dan lainnya. Soal merek
yang banyak beredar dan dikenal di Bandung, mungkin jumlahnya mencapai
500 merek.

Hal inilah yang menjadikan inspirasi bagi anak-anak muda diluar kota
Bandung untuk mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Bandung. Di
Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia mulai berdiri Distro -
Distro dengan konsep yang sama seperti di Bandung, dan sebagian besar
dari mereka tetap mendapatkan stock toko dari Bandung. Kenapa Bandung?
karena Bandung sudah menjadi acuan, tidak hanya karena mode tapi juga
dari segi kualitas bahan, sablon dan kreatifitas anak-anak mudanya.

Dikutip dari: KOMPAS CETAK dan berbagai sumber.

Kirim email ke