Memang anak sekitar umur segitu apa saja yg dilihat (bukan hanya lewat iklan di TV) 
dan mereka rasa "baru" pasti akan meminta untuk dibelikan atau dimiliki. ada baiknya 
dijelaskan manfaat / kegunaan dari barang2 / makanan tsb. jadi anak nantinya dapat 
memilih dan memprioritaskan apa saja yg mereka butuhkan.

Salam,

Ambar Wahyu


>>> [EMAIL PROTECTED] 06/10/03 10:48:22 >>>

waH...SEPERTINYA SAYA SETUJU DENGAN PENDAPAT YANG MENGATAKAN BAHWA ANAK USIA 3-7 THN 
BELUM KONSUMTIF, Kecuali jika orangtuanya membiasakannya untuk membeli.
Anak pertama saya (3.5 tahun setiap kali melihat iklan selalu saja minta belikan 
'Bu..zidan mau itu', dan selalu saya tanya apa sih itu? dia paling hanya menyebutkan 
nama produknya, tapi nggak tahu apa itu. Kadang juga saya jawab 'O iya nanti kita 
kalau belanja ke toko besar beli deh' Sudah begitu saja, dia lupa lagi dan kalau ada 
iklan itu dia minta lagi, terus begitu. Sengaja kalau belanja juga nggak saya 
tunjukkan produk yang dia lihat di iklan jadi dia nngak tahu dan tidak minta sama 
sekali.
"Lystin Y.Agustian" <[EMAIL PROTECTED]> on 10/06/2003 09:18:50 AM


Please respond to [EMAIL PROTECTED] 
To: [EMAIL PROTECTED]
cc: (bcc: Evi Eryani/ACC/JIEP/PAMA)

Subject: [balita-anda] Pengaruh Iklan Televisi pada Anak..!



Assalamu'alaikum wR. wB.

Pengaruh Iklan Televisi pada Anak..!

Jakarta, Senin

a..  "JIKA saya berbelanja di pasar swalayan dengan anak, mata saya harus waspada. 
Sering kali, anak saya memasukkan makanan yang tidak boleh dimakannya. Bukan karena 
dia ingin makan makanan itu, tetapi dia ingin hadiah yang ada di dalam kemasan makanan 
itu," kata Susan (31) tentang Rian, putranya yang berumur tujuh tahun.
MENURUT Susan, Rian termasuk "korban" iklan yang ditayangkan televisi. Setiap kali di 
televisi ada iklan tentang mainan, dia pasti ribut minta dibelikan. "Koleksi robot 
Digimon saja, dia punya 32 buah. Lengkap. Padahal, harga satu robot mencapai Rp 
100.000. Ayahnya yang membelikan. Saya hanya bisa mengomel karena barang telanjur 
dibeli," ujar Susan yang tinggal di kawasan Kramat, Jakarta Pusat.

Selain mainan, Rian juga menyukai barang-barang lain bergambar tokoh kartun idolanya. 
Rian mempunyai sepatu bergambar Spiderman. Dia juga memiliki dua pasang sepatu dengan 
model dan gambar yang persis sama, hanya warnanya yang berbeda. "Dia mempunyai sepatu 
berwarna biru dan merah. Kalau ada sepatu yang warnanya hitam, pasti dia minta 
dibelikan juga," kata Susan.

Menurut Susan, Rian mengetahui produk-produk itu dari iklan yang ditayangkan di 
televisi. Begitu banyak iklan di televisi yang diminta anaknya membuatnya sadar bahwa 
dia mesti mengontrol keinginan anaknya kalau tak ingin si anak tumbuh menjadi sosok 
yang konsumtif.

"Kalau dituruti, dia bisa minta semua barang yang diiklankan, dari makanan sampai 
sepatu. Akan tetapi, saya hanya mengizinkan dia membeli barang yang benar-benar 
diperlukannya. Kalau mainan yang merupakan hadiah dari sebuah produk, saya memilih 
yang ada unsur edukasinya. Misalnya robot bongkar pasang. Makanannya sendiri belum 
tentu dimakan karena Rian termasuk anak yang sulit makan," ujar Susan.

Fenny (34), warga Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, mengaku putranya, Nico (5), selalu 
meminta dibelikan susu dengan berbagai macam merek. Nico selalu tertarik dengan iklan 
susu, apa pun mereknya. "Wah, yang ini susunya enak, Ma." Atau, "Ma, beliin susu ini 
dong, ada gelas kocok-kocoknya," kata Nico.

Fenny biasanya mau membelikan apa saja merek susu yang diinginkan Nico asalkan 
putranya mau minum susu, meskipun sebenarnya dia khawatir berganti-ganti merek susu 
bisa mempengaruhi kesehatan anaknya.

TAYANGAN untuk pemirsa anak-anak di televisi sudah sering dibahas dan dikritik. 
Dilihat dari jam tayang acara anak, masih ada stasiun televisi yang tidak menyesuaikan 
jam tayangnya dengan umumnya waktu belajar anak. Hal ini mengakibatkan banyak kegiatan 
wajib anak, seperti sekolah, tidur siang, maupun belajar, menjadi terganggu karena 
anak ingin menonton acara televisi.

Misalnya ada stasiun televisi yang memutar acara anak pada pukul 14.00 saat anak harus 
tidur siang. Ada juga stasiun televisi menyajikan acara anak pada pukul 17.30 sampai 
19.30 saat anak harus belajar. Hal itu mengakibatkan konsentrasi anak terpecah, antara 
ingin menonton dan keharusan belajar.

"Memaksa anak belajar pada jam-jam tayang tersebut juga percuma. Anak menjadi tidak 
bisa berkonsentrasi karena memikirkan film itu terus," kata Susan yang berusaha selalu 
mendampingi putranya menonton acara televisi.

Orangtua sebaiknya mendampingi anak ketika mereka menonton televisi. Dari pengalaman 
Susan, anak bukan hanya cepat terpengaruh oleh cerita film yang ditayangkan, tetapi 
juga iklan-iklan yang disisipkan pada acara untuk anak-anak itu.

"Pada acara untuk anak sering ditayangkan iklan komersial yang tidak ada hubungannya 
dengan anak. Misalnya, slot iklan film Mega Ranger yang ditayangkan RCTI beberapa 
waktu lalu, dimunculkan iklan pemutih wajah. Pesan iklan itu, â€*hanya mereka yang 
kulit wajahnya putih yang disebut cantikâ€*. Ini kan tidak benar," cetus Susan.

Ada juga iklan minuman sari buah yang melarang anak memilih buah asli dan mengatakan 
sari buah buatan itu jauh lebih baik daripada buah asli karena sudah ditambahkan 
vitamin lain ke dalamnya.

TELEVISI yang menjadi hiburan gratis untuk setiap rumah tangga merupakan media yang 
sangat efektif untuk iklan. Iklan bisa disisipkan pada slot iklan dalam tayangan untuk 
anak. Iklan semacam ini bisa efektif sebab anak bisa menjadi salah satu pendorong 
keputusan belanja orangtuanya.

Dalam penelitian yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), bekerja 
sama dengan Consumer International-Regional Office for Asia and the Pacific (CI-ROAP) 
tahun 2002, disebutkan bahwa anak menduduki posisi kedua dalam mempengaruhi seseorang 
untuk membeli produk makanan yang diiklankan.

Apa pun tingkat keuangan keluarga, rendah, menengah, maupun tinggi, anak menduduki 
posisi kedua sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan orangtua untuk membeli sesuatu 
barang. Posisi pertama diduduki oleh diri sendiri dan tempat ketiga adalah pasangan 
(suami/istri) atau anggota keluarga yang dewasa.

Banyak faktor yang membuat anak ingin membeli produk yang diiklankan. Faktor tertinggi 
sebab mereka memang memerlukan produk tersebut (37 persen), kemudian menyukai produk 
yang diiklankan (32 persen), iklannya menarik (21 persen), dan sebab model pada iklan 
tersebut (13 persen).

Ada juga anak yang ingin membeli produk karena merek, pengaruh teman sebaya, iklan 
yang diulang-ulang, kemungkinan menang undian, adanya penawaran hadiah langsung yang 
menarik, dan gengsi.

Menurut Harry Susianto, psikolog konsumen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 
iklan memang dibuat agar produk tersebut dibeli oleh konsumen. Namun, Harry 
mengatakan, iklan yang dilihat oleh seorang anak berusia 3-7 tahun tidak akan 
mengakibatkan anak menjadi konsumtif.

Jika melihat iklan televisi, anak usia tersebut belum bisa membedakan antara kenyataan 
yang sebenarnya atau buatan. Anak usia 3-7 tahun memang akan meminta orangtua untuk 
membelikan produk itu. Namun, jika orangtua tidak membelikannya, hal itu tidak menjadi 
masalah.

"Semuanya tergantung pada orangtuanya. Jika orangtua membiasakan, atau memandang 
produk itu memang diperlukan, ia pasti akan membelikannya. Namun, itu berarti orangtua 
yang membiasakan anak berbelanja produk yang diiklankan," ujar Harry.

Harry mencontohkan, ada orangtua yang memborong sebuah produk karena iklannya 
mengatakan produk itu sedang menyelenggarakan undian berhadiah. "Melihat orangtua 
memborong barang hanya untuk mengejar undian tersebut, anak pun akan belajar seperti 
itu," kata Harry.

Menurut Harry, sebaiknya orangtua dan guru memberikan penjelasan yang benar kepada 
anak tentang iklan. Misalnya, jika ada sebuah produk baru yang ditawarkan, tanyakan 
kepada anak, apakah produk itu benar-benar diinginkan anak? Apakah makanan itu 
benar-benar seenak yang tampak di televisi? "Tidak ada salahnya jika orangtua atau 
guru mengambil waktu sejenak untuk menjelaskan soal iklan kepada anak."

Anak usia di atas tujuh tahun, menurut Harry, biasanya sudah bisa menentukan sendiri 
apakah produk yang diiklankan itu benar-benar dibutuhkannya. "Anak-anak itu sebenarnya 
sudah tahu mana hal yang nyata dan mana yang bukan. Misalnya, produk makanan, kalau 
dia ingin membeli, bisa berarti hanya ingin mencoba atau dia memang sudah tahu 
bagaimana rasanya," kata Harry menambahkan.



Wassalamu'alaikum wR.wB.

Regards,
=Lystin=


--------------------------------------------------------------------------------

Kirim email ke