pak taufan, mumpung bapak masih ada di JPN, bisakah bapak mengecek ulang rekaman siaran tv tersebut untuk mengkonfirmasi apakah riset para ilmuwan itu merujuk ke 'subsonic' ataukah 'ultrasonic'? ada kemungkinan mereka merujuk ke penggunaan instrumen gong yang sering dipukul/dibunyikan dalam musik gamelan Jawa/Bali. gong yang paling besar memang memiliki rentang frekuensi yang sangat rendah, meskipun saya tidak tahu pasti apakah ada spektrumnya yang masuk ke range subsonic. sebagai info tambahan, beberapa komposisi yang memainkan instrumen orgel pipa ada yang memainkan bunyi berfrekuensi amat rendah, meski tidak semua perangkat audio (terutama amplifier dan speaker) mampu mereproduksinya dengan baik.
memang ada juga kemungkinan para ilmuwan jepang tsb merujuk ke ultrasonik, dengan asumsi bhw kepekaan bayi dlm mengindra frekuensi tinggi lebih baik dari orang dewasa. namun saya belum melihat keistimewaan musik gamelan Jawa/Bali dalam hal proporsi nada tinggi dibandingkan jenis2 musik lainnya. sebagaimana Ibu Lily sampaikan, perangkat audio dirancang untuk mereproduksi bunyi yang bisa kita dengar (audible) sehingga baik frekuensi2 subsonic maupun ultrasonic lebih bisa kita "rasakan" (ini sangat subjektif, karena sebenarnya kita tdk bisa mendengarnya) saat menyaksikan 'live performance'. tentu saja sampai batas tertentu kita bisa memperbaiki performance perangkat audio kita dalam reproduksi nada sangat rendah/tinggi. karenanya saya sangat menghargai kesediaan bapak untuk mengkonfirmasi ulang informasi ini agar kita semua dapat mendengarkan/memperdengarkan musik yang tepat secara tepat untuk buah hati kita. salam hangat, lindi At 10:23 AM 6/18/2003 +0900, Taufan Surana wrote: Ibu Lily dan netters yg lain... Terima kasih atas keterangannya yg sangat detail dan bermanfaat, dan bisa menjawab beberapa pertanyaan di email sebelumnya. Mohon maaf jika saya pakai istilah "supersonic" utk suara. Yg lebih tepat utk suara memang "ultrasonic". Pada awalnya istilah supersonic dan ultrasonic itu memang sama maksudnya, tapi pada perkembangannya, spt disampaikan Ibu Lily, supersonic digunakan utk istilah aerodinamika yg mempunyai kecepatan di atas kecepatan suara (300 m/s, atau lebih tepatnya 343 m/s, atau sering disebut Mach = 1 ). Saya ceroboh menggunakan istilah supersonic krn kebetulan bidang penelitian saya saat ini adalah aerodinamika, dan dlm bhs jepang istilah supersonic dan ultrasonic tidak dibedakan, keduanya menggunakan kata2 "choonpa/choonsoku". Nah, begitu mendengar kata itu, langsung kata supersonic yg muncul. Ada lagi istilah hypersonic, subsonic, dll....shg jadi sering "confused" nih saya... Mohon dimaafkan... Kmd utk pertanyaan apakah 'recorded' gamelan di CD juga menghasilkan ultrasonic, saya kurang tahu. Di acara TV itu pada awalnya membahas kepintaran dolphin yg melakukan komunikasi menggunakan frekuensi suara ultrasonic, kmd membahas gamelan yg juga menghasilkan ultrasonic dan juga hubungannya dg produksi hormon di dalam otak. Dan utk menangkap suara ultrasonic itu mereka menggunakan alat khusus. Jadi kalo sound system yg ada sekarang memang spt yg disampaikan Ibu Lily, spt-nya harus dengerin secara 'live' kali ya... Wah repot dong ya.... Tapi, jika menurut Ibu Lily semua alat musik mempunyai potensi utk menghasilkan ultrasonic, kenapa kok lembaga penelitian Jepang sini jauh2 membahas ttg gamelan ya...? :) Kmd, utk musik klasik, seperti dibahas di artikel subject email ini, memang sepertinya tidak semua musik klasik cocok utk stimulasi perkembangan otak. Saya sendiri tidak banyak tahu ttg musik klasik. Tapi dr beberapa kaset, CD ataupun video ttg stimulasi otak, musik yg diperdengarkan ya itu-itu saja... maksudnya, produsernya lain tapi jenis musik klasiknya sama. Dan saya sangat setuju dg Ibu Lily bahwa yg lebih penting adalah faktor psikologis si pendengar. Di sebuah buku ttg stimulasi anak di dalam kandungan, penulis meminta kita utk mendengarkan musik klasik tertentu TAPI jangan sampai sang ibu tertidur. Nah, istri saya itu kalo dengar musik klasik itu bisa langsung tertidur :( Ya sudah, yg didengerin akhirnya musiknya KLA Project :) Terakhir, saya ingin sedikit "protes" dg ungkapan di artikel sblm-nya itu. Disitu dikatakan, > Mengapa musik klasik menjadi pilihan? Sebab musik klasik memiliki > frekuensi alfa, gelombang alfa dikaitkan dengan relaksasi, ketika > otak bisa menerima informasi baru. Mungkin Ibu Lily bisa kasih klarifikasi juga, apakah benar musik klasik memiliki frekuensi gelombang alfa ? Yg saya tahu, prosesnya adalah: musik klasik itu membuat kita menjadi rileks. Dalam keadaan rileks inilah otak akan menghasilkan gelombang alfa (yg mempunyai frekuensi 7-13 Hz). Dalam keadaan inilah otak akan sangat mudah menerima segala informasi yg masuk. Tolong dikoreksi jika saya salah mengerti hubungan antara musik klasik dan gelombang alfa. rgds, Taufan www.balitacerdas.com -----Original Message----- From: Lily [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, June 18, 2003 3:56 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [balita-anda] MUSIK MENCERDASKAN ANAK DAN MENYEMBUHKAN PENYAKIT Pak Taufan & miliser lain, Menarik juga ceritanya tentang musik gamelan yg ternyata dianggap mampu merangsang perkembangan otak. > Ternyata gelombang suara supersonic mampu menstimulasi peningkatan > produksi beberapa hormon penting di otak (saya lupa namanya), Jadi (kalo dari penuturan pak Taufan), yg dimaksud dengan gelombang suara supersonic adalah gelombang yang berada diluar jangkauan frekuensi yg mampu ditangkap oleh telinga manusia (= 20 Hertz s/d 20 kiloHertz), ya? Mohon dikoreksi ... [keterangan: audible sound yg mampu di-indera oleh pendengaran manusia ada di antara range frekuensi ini; dengan 1 Hertz = 1 putaran/detik, 1 kilo = 1000] Saya pikir 'supersonic' di sini sama dengan istilah supersonic dalam aerodinamika yg artinya kecepatan yang melebihi kecepatan suara dalam udara (kurang lebih sebesar 300 m/s). Setahu saya, gelombang suara di luar jangkauan audible sound disebut sebagai 'ultrasonic' -- misalnya, frekuensi yg digunakan utk ultrasound scan adalah frekuensi di atas 10 Mega Hertz, sedangkan frekuensi2 di antara 20 kilo Hertz s/d 100 kilo Hertz banyak digunakan sebagai media komunikasi dan navigasi oleh binatang2 seperti dolphin maupun kelelawar. Jika memang yg dimaksud adalah gelombang suara di luar ambang batas pendengaran manusia, saya pikir hampir setiap alat musik memiliki potensi utk menghasilkan frekuensi supersonic/ultrasonic tersebut. Pertama-tama, tiap2 frekuensi (nada) yg dihasilkan oleh alat musik memiliki satu atau lebih frekuensi harmonic yg biasanya merupakan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasarnya tersebut; bisa jadi, frekuensi harmonic ini berada di daerah 'supersonic'. Kedua, akustik (fisik) dari alat musik yg bersangkutan juga bisa jadi berpengaruh terhadap sound production, termasuk kemungkinan dihasilkan frekuensi harmonic di luar jangkauan frekuensi audible sound. Dari sini, berkaitan dengan penelitian gelombang supersonic tsb, timbul pertanyaan: krn kebanyakan sound system/recording saat ini dioptimalkan utk telinga manusia, maka desain alat2 tersebut dibuat dalam jangkauan audible sound tsb -- artinya, sound system/recording tidak mampu utk menangkap gelombang supersonik/ultrasonik tersebut. Contoh, CD audio yg banyak kita gunakan sekarang ini dioptimalkan utk jangkauan frekuensi antara 0 s/d 15 kilo Hertz. Jadi, gelombang supersonik/ultrasonik tersebut tidak akan 'terekam' oleh perangkat2 audio yg ada sekarang ini. Sehingga, menarik juga utk melihat keterangan lebih lanjut, apakah riset mengenai gelombang supersonik tersebut berlaku utk musik yg didengarkan secara 'live' atau 'recorded'? Barangkali pak Taufan bisa cerita lebih lanjut. Apakah pengaruh mendengarkan 'recorded' gamelan (lewat CD, kaset, atau VCD, misalnya) sama misalnya dengan pengaruh mendengarkan gamelan yg dimainkan secara 'live'? > Mengenai musik klasik yg baik utk stimulasi perkembangan otak, yg saya tahu > adalah krn nada dan iramanya teratur, sesuai dg denyut nadi manusia, shg > mampu menstimulasi perkembangan otak dan jiwa kita. Nambahin aja: Mengenai nada, memang rentang nada (yg sebanding dengan frekuensi) yg digunakan dalam musik klasik 'kan cukup lebar; beda halnya dengan rentang nada yg digunakan dalam musik pop/rock yg umumnya sempit -- mungkin krn inilah stimulasi kepada indera pendengaran (termasuk di dalamnya syaraf2 yg menghubungkan organ luar dengan otak di bagian primary auditory cortex) oleh musik klasik lebih signifikan daripada musik pop/rock. Mengenai keteraturan irama (tempo), tergantung juga ya; banyak repertoir musik klasik yang menggunakan tempo agitato (seperti yg tersendat-sendat; agitate) -- contohnya adalah komposisi2 piano tunggal dari Chopin -- jadi keteraturan irama ini menurut saya relatif. Tetapi bukannya justru adanya variasi ini yg membuat kita semakin terstimulasi? Satu hal lain yg menurut saya cukup berpengaruh adalah karakteristik melody (progresi not/nada) musik klasik yg variatif plus penuh dgn ornamen, terutama musik klasik yg datang dari periode baroque/rococo/klasik (dan masih terasa pengaruhnya pada periode romantik, dan juga pada periode2 akhir musik klasik seperti periode modern). Belum lagi jika kita perhatikan variasi dinamik musik klasik pada umumnya, hal yang jarang 'disentuh' dalam musik pop/rock. Kombinasi berbagai karakteristik yg variatif dari musik klasik inilah yg mungkin leading pada ramuan 'menu' berbagai nomer musik klasik utk terapi (seperti yg dijelaskan di email sebelumnya). Jika kita bandingkan musik gamelan dengan musik klasik (atau musik 'barat' / western / diatonis pada umumnya), ada beberapa hal yg membedakan: sistem nada / tune, sistem orkestrasinya, serta teknik permainannya. Musik gamelan rentang nadanya memang cukup 'terbatas'. Tetapi irama/tempo/beat musik gamelan tidak kalah variatifnya dibandingkan dengan musik klasik, meskipun lebih cenderung utk monoton. Tapi, monotonic beat ini bisa berlaku seperti pembuka jalan ke arah mental state 'trance' bagi pendengarnya. Ornamen dan dinamika musik gamelan pun tidak kalah dengan musik klasik (contoh, gamelan dari Bali yg penuh ornamen serta dinamis; progresi dari soft style ke loud style dan sebaliknya di gamelan Jawa). Tapi, ada satu hal lain dalam musik gamelan yg tidak dimiliki oleh musik klasik (atau musik barat/western pada umumnya): laras; contohnya adalah tuning / skala nada pentatonis (lima nada) seperti dalam laras slendro. Tangga nada pentatonis ini sebenarnya ada juga dalam musik klasik (western/barat, contohnya pada karya-karyanya Claude Debussy, sehingga sering kita kenal sebagai tangga nada Debussy), tetapi basic principle nada-nadanya diambil dari tuts2 hitam pada piano; sedangkan, tangga nada pentatonis pada laras slendro didapat dari pembagian oktaf ke dalam lima bagian yg sama (sulit utk didapat ekivalensinya pada nada-nada di tangga nada diatonis/western). Mengenai efek musik klasik ini, menurut saya ada faktor lain, misalnya bergantung dari preferens si audience (entah itu si ibu, jabang bayi di dalam rahim, atau si anak). Sbg contoh, utk anak kecil / toddler, spt-nya nggak ada masalah jika dia menyenangi musik pop/musik anak- anak yang memang mampu membuat suasana hatinya gembira, misalnya. Memaksakan anak kecil utk mendengarkan musik klasik juga mungkin malah membuat hatinya tertekan. Tetapi, di lain pihak, tidak sedikit repertoir musik klasik yg memang dibuat utk anak-anak, contohnya adalah beberapa karya piano gubahan Robert Schummann. Sedikit kutipan: "... Like voices, music is made up of intriguing patterns and rhytms. If we're listening to exciting music, the little ones inside the mother will share her excitement and may even start to co-ordinate her movements to the rhythm of the beat. If listening to a piece of classical music makes us happy, this will help trigger chemical reactions like the release of endorphins into the bloodstream. They will be passed onto the baby so that the baby will benefit from our sense of well-being and share in our contentment. ..." Jadi, salah satu faktor yg cukup penting di sini barangkali adalah efek psikologis dari mendengarkan musik. Jika kita generalisasi, pada dasarnya kita mungkin senang mendengarkan 'suara yg menyenangkan' (pleasing sound) tersebut; dan sumber dari 'pleasing sound' ini bisa bermacam-macam: musik (entah itu klasik, jazz, pop, hingga rock), suara percakapan manusia (contohnya bayi yg menjadi kalem begitu mendengar suara ibunya), hingga misalnya lantunan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran (bagi muslim). Mungkin segitu dulu, -lily Yahoo! Mobile - Send free SMS from your PC!