Selasa, 28 Februari 2006

Produsen Obat Wajib Cantumkan HET 




JAKARTA -- Masyarakat kini tak perlu bingung lagi dengan variasi harga 
obat-obatan yang beredar di pasaran. Pasalnya, pemerintah mulai saat ini 
mewajibkan produsen obat untuk mencantumkan harga eceran tertinggi (HET) pada 
setiap label obat.

''Untuk memberikan informasi harga obat yang benar dan transparan bagi 
masyarakat, maka perlu mencantumkan HET pada label obat,'' tegas Menteri 
Kesehatan, Siti Fadilah Supari, dalam siaran pers Departemen Kesehatan, yang 
diterima Republika, Senin (27/2).

Aturan pencantuman HET pada label obat dituangkan dalam Kepmenkes RI No 
069/Menkes/SK/II/ 2006 tertanggal 7 Februari 2006. Pencantuman HET, menurut 
Menkes, juga untuk menciptakan iklim usaha kompetitif, terbuka, dan lebih sehat.

''Perlu ada kejelasan mengenai harga obyek (obat) yang diperdagangkan, baik 
bagi provider maupun masyarakat konsumen,'' kata Menkes. Ia menilai, banyaknya 
variasi harga obat di apotek dan pasar umum menimbulkan ketidakpastian bagi 
masyarakat dalam memproleh obat yang dibutuhkan. ''Setiap barang mempunyai 
harga dan masyarakat konsumen berhak mendapatkan informasi mengenai harga 
tersebut,'' tandasnya.

Pencantuman HET diterapkan sampai pada satuan kemasan terkecil. Berlaku baik 
untuk obat bebas maupun ethical (obat yang hanya diperoleh dengan resep dokter).

''HET yang dicantumkan pada label obat merupakan harga maksimum per kemasan,'' 
ungkap Menkes. Ia mencontohkan, untuk kemasan satuan seperti satu botol sirup, 
satu tube krim kulit, satu ampil obat suntik atau satu botol inpus harus 
dicantumkan HET-nya.

Agar mudah dibaca, HET harus dicantumkan dengan ukuran cukup besar, dan warna 
jelas, dan pada tempat yang mudah terlihat. ''Gunakan tinta permanen yang tak 
dapat dihapus atau dicetak pada kemasan,'' pinta Menkes. HET harus sudah 
dicantumkan pada label obat yang diproduksi dan diedarkan dalam jangka waktu 
enam bulan sejak Kepmenkes diberlakukan. Sedangkan apotek dan pedagang besar 
farmasi yang memiliki obat tanpa label HET, masih boleh menjualnya paling 
lambat enam bulan sejak ditetapkannya Kepmenkes tersebut. 

Menkes pun mengeluarkan Kepmenkes No 068/Menkes/SK/II/2006 tentang pedoman 
pencantuman nama generik pada label obat. Penandaan obat harus berisi informasi 
lengkap dan obyektif, sehingga dapat menjamin penggunaan secara tepat, 
rasional, dan aman.

Menkes mengungkapkan, saat ini jumlah obat yang beredar di Indonesia mencapai 
180 ribu merek dagang sehingga tak mungkin provider mengingat zat berkhasiat 
dari setiap obat. ''Kalau terjadi kekeliruan dapat menimbulkan dampak yang tak 
diinginkan,'' katanya.

Pencantuman nama generik pada label obat sampai pada satuan terkecil, menurut 
Menkes, berlaku baik untuk obat bebas maupun ethical. Ukuran huruf nama generik 
harus 80 persen lebih tinggi dan tebal dibanding ukuran huruf nama dagang. 
Jenis warna dan huruf pun harus sama dengan merek dagang.

(hri ) http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=237306&kat_id=6

Kirim email ke