Hi moms,
Kebetulan pernah baca artikel dari Tabloid Nakita yang bahas masalah yang 
hampir mirip.  Saya coba posting di sini , buat tambahan info.
Anyway, saya jadi ingat cerita teman saya yang punya anak usia 2 tahunan, dia 
bilang, “2-year-old children, they will become ‘Terrific’ and ‘Terrible’ TWO 
YEARS OLD at the same time and start driving you MAD... don’t be surprised!... 
it’s only ‘temporary’, they don’t stay too long ” :D)

Cheers,

Sylvia – Jovan’s mum

-------------------------------------------------------------------------------------

SEUSIA TAPI KOK BEDA CARA BERSELERA?

Ada batita yang sudah memiliki selera sendiri. Sementara batita lain masih 
sering ikut-ikutan selera lingkungan. Namun keduanya sama-sama wajar kok. 

Mutia bercerita kalau anaknya, Dipa, selalu menolak bila dipakaikan baju rumah. 
Si kecil yang berusia 2 tahunan itu akan berkata, "Enggak mau. Lek (maksudnya 
jelek)," dan lari ke lemari lalu memilih baju yang lebih rapi, lebih cling yang 
biasanya untuk bepergian. "Sepertinya dia kok sudah punya selera sendiri," ujar 
si ibu. 

Cerita itu langsung ditanggapi Ludi, yang anaknya, Doni, juga berusia tak jauh 
dari Dipa. "Kok beda ya? Anakku malah senang meniru temannya. Kalau temannya 
bawa bekal sekolah berupa roti, misalnya, dia juga ingin bekal yang sama. 
Sampai irisan potongannya juga mesti sama persis. Kalau tidak ia akan menolak. 
Istriku sampai pernah datang ke sekolah, cuma untuk melihat seperti apa sih 
bekal temannya itu. Ternyata roti temannya dipotong model segitiga sementara 
istriku memotong-motongnya jadi segiempat!"

KOGNITIF DAN OTONOMI

Perilaku yang diperlihatkan Dipa dan Doni bisa dikatakan unik. Mereka sama-sama 
berusia batita tetapi menunjukkan cara berselera yang beda. Bila dilihat dari 
tonggak perkembangan batita, mana sih yang lebih baik; perilaku Dipa yang punya 
selera sendiri atau Doni yang seleranya mengikuti teman? Menurut Maesera Idul 
Adha, Psi., keduanya sama baik dan sama-sama wajar. Tidak ada yang melenceng 
dari tonggak perkembangan. Baik Dipa yang punya selera sendiri maupun Doni yang 
ikut-ikutan teman, sebetulnya menunjukkan intelektualitas yang sudah semakin 
berkembang. Bukankah mereka, walaupun caranya berbeda, mampu menunjukkan 
pilihan.

Bagi Dipa, baju bepergian lebih bagus daripada baju rumah. Sementara Doni 
menginginkan roti berpotongan segitiga seperti yang dibawa temannya dan bukan 
roti berpotongan segiempat yang dibuat ibunya. "Ini berarti mereka sama-sama 
sudah dapat membedakan pilihan mana yang baik mana yang buruk atau mana yang 
jelek dan mana yang bagus menurut seleranya," komentar psikolog yang akrab 
disapa Sera. 

Ia juga menjelaskan kalau sebetulnya semenjak bayi, si kecil sudah punya selera 
sendiri. Penelitian membuktikan, bayi akan memilih gambar orang yang berwajah 
menyenangkan, bukan yang menakutkan. Begitu pun soal pilihan makanan. Anak bisa 
menerima rasa tertentu yang dia sukai dan menolak rasa yang baginya tidak enak.

Ketika memasuki usia batita, anak mulai memasuki suatu tahap perkembangan yang 
disebut otonomi. Mengutip Erik H. Erikson, pakar psikologi perkembangan anak, 
dikatakan pada tahap ini anak sedang belajar mengenai apa yang dia mau sesuai 
keinginannya sendiri. Anak pun mulai menunjukkan perilaku yang tak mau terlalu 
banyak diatur oleh orang tua. "Perilaku anak yang punya selera sendiri baik 
untuk pembentukan self esteem dan rasa percaya diri akan kemampuan dan 
kemandiriannya," kata psikolog dari RS Fatmawati, Jakarta ini. 

BUKAN PENGEKOR SELAMANYA

Lalu bagaimana dengan anak seperti Doni yang seleranya mengikuti selera teman? 
Sekali lagi Sera menandaskan bukan berarti perkembangannya tidak sebaik anak 
yang sudah punya selera sendiri. Jangan lupa, perilaku batita juga masih kental 
dengan peniruan. Jadi wajar saja kalau Doni kerap menginginkan apa yang 
dilihatnya menarik, termasuk bekal si teman sekolah. "Di usia batita, terlalu 
dini bila kita mengatakan anak yang sekadar ikut-ikutan selera teman ini kelak 
akan selalu menjadi 'pengekor'. Sementara anak yang punya selera sendiri 
berarti sudah punya nilai-nilai atas suatu pilihan. Tak bisa dibilang begitu," 
ujar Sera.

Lagi pula anak-anak batita belum begitu banyak bertemu teman atau belum terikat 
dengan norma kelompoknya. Mereka masih semau-maunya sendiri. Tak heran kalau 
mereka dibilang masih bersifat egosentris karena tak begitu peduli akan apa 
yang dimiliki ataupun dilakukan teman. Jadi kalau ia menginginkan sesuatu 
seperti milik temannya, itu karena sekadar ingin meniru atau ada sesuatu yang 
menarik dan ia menginginkannya. "Orang tua jangan khawatir. Kebiasaan meniru 
selera teman ini tidak akan berlangsung selamanya kok. Lagi pula bukan berarti 
mereka yang ikuit-ikutan selera teman tidak percaya diri atas pilihannya. Masih 
terlalu dini untuk mengatakan itu!" 

YANG PERLU DILAKUKAN ORANG TUA

Yang jelas, bagaimanapun cara berselera si kecil, hargai pilihannya. Bahkan, 
Sera menandaskan, orang tua mesti mendukung tonggak perkembangan ini dengan 
menstimulasinya dengan cara:

* Selalu tawarkan pilihan - "Adek mau pakai baju yang mana?" Sambil orang tua 
menunjukkan baju yang bisa dipilih. Prinsipnya, dengan semakin diberi kebebasan 
memilih maka perkembangan anak akan semakin baik. Dari situ anak belajar 
berpikir untuk mengambil keputusan atas beberapa pilihan yang ada. Jangan lupa, 
kebebasan dalam menentukan pilihan akan membentuk self esteem atau keyakinan 
pada dirinya. 

* Beri penghargaan - Setelah ia menentukan pilihannya, beri penghargaan berupa 
pujian. "Pintar ya Adek sudah bisa memilih mana yang bagus." Hindari kata-kata 
seperti, "Jangan pakai yang merah itu dong, Dek. Yang biru kan lebih bagus." 
Jika terus diperlakukan seperti itu anak akan merasa seleranya tak dihargai. Ia 
akhirnya berkembang menjadi anak pemalu, penakut, dan ragu-ragu dalam mengambil 
suatu keputusan atau pilihan.

* Beri penjelasan - Tak masalah jika pilihan anak merupakan hasil "ikut-ikutan" 
selera teman. Turuti saja pilihannya sejauh tak merugikan atau membahayakan. 
Namun, tetap tawarkan pilihan lain, "Adek ingin kue seperti yang dibawa Lina? 
Boleh saja. Tapi, Mama juga beli yang lain. Coba deh rasakan dulu!" Atau untuk 
kasus seperti Doni, orang tua bisa berkata, "Memang sih roti buatan Mama enggak 
persis sama dengan bekal bawaan Iqbal. Apa Doni mau coba? Rasanya sama enaknya 
kok." 

* Dukung kemandirian yang lain - Agar si batita semakin mandiri, beri 
kesempatan padanya untuk melakukan segala sesuatunya sendiri. Misalnya, bila ia 
tak mau pakai baju pilihan kita biarkan ia berusaha membuka baju tersebut, 
memilih bajunya sendiri dan berusaha mengenakan baju pilihannya. 
Keterampilan-keterampilan seperti ini perlu diajarkan sejak usia batita.

* Tak perlu memaksakan kehendak - Di atas semua itu, hindari memaksakan 
kehendak atau selera kita pada si kecil. Anak yang terlalu dikekang atau harus 
selalu mengikuti selera dan kemauan orang tua, bisa tumbuh menjadi anak yang 
selalu ikut ke mana lingkungan mempengaruhinya. 

Kebiasaan Membentuk Selera 

Dari mana sih selera si kecil tumbuh? Menurut Sera, selera anak juga 
dipengaruhi kebiasaan yang selama ini diterimanya. Selera makan anak, 
contohnya, tergantung pada kebiasaan makan yang diterapkan orang tuanya. Kalau 
ia senang makan manis-manis mungkin itulah yang paling sering diberikan orang 
tua kepadanya. 

Begitu pun soal selera lain. Pilihan busana yang dianggap bagus. Bisa saja 
selama ini orang tua memang sering memakaikannya baju yang bagus, karena 
sehabis mandi, umpamanya, anak selalu diajak berjalan-jalan ke luar rumah. 
Jadi, wajar saja kalau ia menolak ketika dipakaikan baju yang menurutnya tak 
seperti biasa atau jelek.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Discover all that’s new in My Yahoo!

Kirim email ke