"...Dokter sendiri menegaskan bahwa kasus seperti ini umumnya hanya 
punya kemungkinan sebesar dua persen untuk selamat. Hanya kuasa 
Tuhanlah yang membuat Aini luar biasa kuat dan bisa terus bertahan..."

********

"Anakku Lahir Tanpa Tulang Kepala..!"

Kecurigaan Eni Kusrini muncul ketika dokter memberinya obat 
antibiotok sebelum melahirkan. Tak banyak penjelasan yang ia 
peroleh. Dokter hanya mengatakan, bayinya mengalami kelainan di 
kepala. Ia segera berjuang mencari terapi terbaik bagi si kecil, 
meski belum pulih dari sakit karena bersalin.
Kehamilan kedua tentu disambut pasangan Eni Kusrini dan Andi Suyitno 
dengan gembira. Supaya lengkap, mereka berharap dikarunia anak 
perempuan. Seperti saat mengandung anak pertama, kali ini pun kaki 
Eni membengkak. Anehnya bengkak itu tampak keterlaluan besarnya, dan 
dari pori-pori kakinya sampai keluar banyak cairan serupa keringat. 
Ia masih belum merasakan adanya kelainan karena hasil pemeriksaan 
USG juga tidak mengarah pada kondisi yang mengkhawatirkan. 

Menjelang waktu melahirkan seperti biasa Eni yang tinggal di 
Denpasar, Bali, pulang ke kampung halamannya di Pati, Jawa 
Tengah. "Biar dekat dengan ibu dan saudara," ujar ibu dua anak ini. 

Ia sebetulnya merasa curiga waktu dokter memberinya obat antibiotika 
sebelum melahirkan. Sayangnya, dokter tidak memberikan penjelasan 
apa pun. 

"Mungkin dokter sudah tahu adanya kelainan ketika bayi masih dalam 
kandungan, tapi saya tidak dikasih tahu apa-apa," tuturnya dengan 
nada heran.

Lembek dan Rentan 

Tepat seperti perkiraan dokter pada hari Rabu, 15 April 1998, ia 
melahirkan. Proses yang dilaluinya cukup berat. 
Meski bisa melahirkan lewat jalan normal, keluarnya bayi harus 
dibantu dengan alat vakum sampal dua kali. 

Mestinya, ia bahagia ketika bayi perempuan yang didambanya akhirnya 
hadir, tapi justru kesedihan yang dirasa. Bagaimana mungkin ia bisa 
tersenyum senang jika tulang kepala bayinya tidak sempurna. 

Di puncak kepala itu nyaris tidak ada tulang tengkorak, sehingga 
jadi lembek dan rentan. Parahnya lagi di kepala itu juga terdapat 
cairan yang berlebihan, sehingga terdapat semacam benjolan.

"Menurut dokter, bayi saya kemungkinan terkena hidrochepalus," 
kisahnya. Diduga Eni terkena virus toksoplasma ketika sedang 
mengandung. 

Kondisi bayi seperti itu masih langka, apalagi di daerah Pati. 
Kontan saja orang-orang jadi penasaran dan ingin melihatnya. Eni 
sampai harus meminta pihak rumah sakit untuk rnenyembunyikan 
bayinya, supaya tidak jadi tontonan orang. 

Sehari setelah melahirkan, meski masih mengalami perdarahan, ibu 
muda ini meminta berkonsultasi dengan dokter ahli bedah dan dokter 
anak. Dokter menyarankannya membawa si kecil ke rumah sakit besar 
yang memiliki fasilitas lengkap di Semarang. 

Jumat pagi, Eni pun nekat memboyong buah hatinya ke rumah sakit 
swasta terbesar di Semarang, tak peduli kesehatannya sendiri belum 
pulih, bahkan masih terjadi perdarahan. "Saya ingin ada penanganan 
segera untuk bayi saya," tekadnya. 

Sendirian ia mengurus semua urusan. Sang suami sempat  menjenguk, 
tapi tak bisa terlalu lama karena harus bekerja. Pasangan ini sadar 
tentang banyaknya biaya yang dibutuhkan, tapi apa pun akan mereka 
lakukan demi hidup si kecil. 

Karena tak ada saudara di kota itu, Eni mencari kamar kos di dekat 
rurnah sakit. Sekali waktu, ia sampai didera rasa sedih, khawatir, 
dan sakit campur aduk jadi satu. Ingin rasanya berteriak, tapi ia 
tak, mampu. "Akhirnya saya memukul pintu kamar mandi di tempat kos 
itu, sekuat tenaga," ucapnya.

Kepalanya Teriris 

Diusia 15 hari bayi yang kemudian diberi nama Aprila Nuraini itu 
menjalani operasi pertama. Ada semacam kulit di kepalanya yang harus 
dipotong. 
Hari-hari yang berat selanjutnya dilalui Eni dengan tabah. 

Ia tak tega saat menyaksikan bayinya diinfus untuk mendapat tambahan 
darah dan albumin, tapi jarum dan selang-selang itulah harapan hidup 
bagi Aini. Tak jarang di tengah malam buta, Eni harus bolak-balik ke 
PMI dan rumah sakit untuk mendapatkan darah donor. 

Sebelum pembedahan, sempat terjadi peristiwa yang mengecewakan. 
Perawat kurang hati-hati mencukur rambut si kecil, sehingga benjolan 
di kepala itu sempat teriris. Meski sedikit, adanya luka itu tetap 
membahayakan. Buktinya, bayinya kemudian mengalami panas tinggi, 
mungkln karena infeksi. 

"Saya takut sekali kalau cairan itu sampai masuk ke otak. Kata 
dokter bisa fatal akibatnya," tutur Eni. 

Setelah luka itu sembuh, giliran bayinya mengalami kondisi kuning 
dan harus dirawat di dalam inkubator. Supaya tubuh Aini tetap 
mendapat kekuatan, sang ibu bersikeras untuk tetap memberikan air 
susu ibu (ASI). 

Dengan tekun, ia memompa ASI di tempat kos dan dibawanya ke rumah 
sakit. Namun, hanya satu bulan ia bisa melakukan hal itu karena 
kondisi yang tidak memungkinkan. Aini harus selalu berada di ruang 
isolasi yang steril. 

Sesudah operasi pertama, anehnya si kecil jadi sering menangis. 
Dengan kondisi kepala benjo1, tentu saja bayi itu tak bisa tidur 
telentang. Dan karena harus tidur miring, wajahnya tampak gepeng. 
Keadaan itu, juga menarik perhatian orang. 

Kalau selimut yang menutup tubuhnya dibuka, banyak mata akan 
menatapnya dengan pandangan heran dan aneh. "Saya sedih sekali kalau 
bayi saya jadi tontonan," ujarnya. Tiga bulan lamanya si kecil 
menghabiskan waktu di rumah sakit sebelum ia dibawa ke Denpasar 
untuk berkumpul dengan Erik, si kakak, dan ayahnya. 

Sering Kejang 

Kelainan waktu lahir membuat perkembangan Aini terganggu. Di usia 
satu tahun gigi-geliginya belum ada yang tumbuh. 
Di usia itu ia kemudian menjalani pemeriksaan CT-Scan untuk 
memastikan kondisi hidrochepalus-nya. 

Dokter lalu memutuskan untuk melakukan operasi pemasangan selang. 
Manfaat selang itu untuk membantu mengeluarkan cairan yang 
berlebihan. Selang akan dipasang di kepala dan memanjang ke perut, 
supaya cairan bisa dikeluarkan melalui air kencing (urin). Sesudah 
menjalani operasi pemasangan selang, ia kemudian bisa berjalan dan 
kemampuan bicaranya juga lancar. 

Selama bagian kepalanya yang tak sempuma itu belum dikoreksi, Aini 
harus tidur tengkurap. Jika telentang, kepala lembeknya akan 
tertindih, dan kalau ada saraf yang terjepit ia bisa mengalami 
kejang. Karena tidur tengkurap terus, aliran napasnya jadi kurang 
bagus. 

Kejang-kejang memang kerap terjadi padaAini. Ada kalanya ia mendadak 
seperti orang terkena serangan epilepsi, walaupun dari mulutnya 
tidak keluar busa. Ketika sedang berlari-larian, bisa saja tiba-tiba 
ia pingsan atau kejang tanpa sebab yang jelas. Matanya akan membalik 
dan hanya kelihatan putihnya. 

Biasanya ia bakal jatuh terkapar dan tangannya menggaruk-garuk tanah 
atau tempat di mana ia tergeletak. Mungkin itu karena ia menahan 
sakit. Beberapa detik kemudian biasanya secara perlahan ia siuman 
dengan sendirinya. Mula-mula ia akan mengatur napas dan pelan-pelan 
kondisinya kembali normal. 

Setiap kali ia mendapat serangan kejang, orang yang melihatnya pasti 
akan menangis karena iba.

Karena Mukjizat 

Usia Aini terus bertambah, namun tulang di kepalanya tidak mau 
tumbuh juga. Di usia tiga tahun ia harus menjalani operasi 
pemasangan tulang. 
Semula bagian itu akan ditutup dengan tulang rusuk. Tapi karena 
lubangnya terlalu besar, maka diputuskan untuk menggunakan silikon.

Operasi itu, berlangsung dengan baik, tapi penderitaan Aini ternyata 
belum usai. Tak lama kemudian dadanya tampak memerah dan setelah 
diperiksa dengan cermat itu terjadi karena ada infeksi. 

Menurut dokter, hidrochepalus yang dialami Aini sudah hilang. Selang 
yang semula akan dipasang seumur hidup di tubuhnya tidak lagi 
berguna, sehingga malah menimbulkan gangguan. 

Apa mau dikata, Aini harus kembali berurusan dengan kamar bedah 
untuk melepas selang tersebut. Kala itu, ia harus dirawat di rumah 
sakit selama dua minggu. "Badannya bengkak sampai bentuk tubuhnya 
jadi tidak karuan," ujar Eni mengenang. 

Salah satu efek pemasangan tulang di kepalanya yakni mata menjadi 
juling. Selain juling, ia juga sering muntah-muntah, kejang, dan 
suhu tubuhnya tinggi. Dokter mengatakan bahwa mata juling itu bisa 
berlangsung selama enam bulan. 

Syukurlah Tuhan berkehendak lain. Belum sampat enam bulan mata Aini 
sudah pulih seperti semula. Apa yang terjadi pada anak ini  memang 
tak bisa dilepaskan dari mukjizat Tuhan. 

Dokter sendiri menegaskan bahwa kasus seperti ini umumnya hanya 
punya kemungkinan sebesar dua persen untuk selamat. Hanya kuasa 
Tuhanlah yang membuat Aini luar biasa kuat dan bisa terus bertahan. 
@ Endang Saptorini

Sumber: "Anakku Lahir Tanpa Tulang Kepala..!" - KCM 






Kirim email ke