Hallo Mbak Monica, kebetulan aku nyimpen artikel ttng indigo dari milist Balita Anda.
Regards, Bunda Farhan-S > Indigo children > > Berbeda, tetapi Bukan Anak "Aneh" > SEPANJANG perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut > saja begitu, seperti tidak > bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi > telinganya. Sang ibu tak berani > mengusik anak sulungnya. "Saya sebenarnya heran, kok > Ardi nangisnya sampai begitu > waktu mendengar kabar ibu saya meninggal. Enggak > seperti anak kecil lain yang > kehilangan neneknya. Sedih ya sedih, tapi enggak > gitu-gitu amat," ujar Dewi. > > BEGITU turun dari mobil, Ardi seperti terkesima > melihat sesuatu di pintu masuk. Ketika > mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali > menutupi telinganya dan tampak > ketakutan. Pandangannya terus menuju ke luar pintu. > Setelah itu Ardi mengatakan > kepalanya sakit, dan tidak ikut ke makam. > > Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya > mendengar suara petir siang > tadi. Sang ibu menjawab, "Tidak." "Masak Mama enggak > dengar, kan keras sekali dan > terus- terusan, Ma," kata Dewi menirukan ucapan Ardi > saat itu. "Sehabis itu Ardi > menceritakan semuanya," lanjut Dewi. Selain petir, > Ardi melihat burung besar di pintu > rumah sang nenek. "Burung itu enggak pergi-pergi," > ujar Ardi seperti ditirukan Dewi. > > Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek > berjalan menuju sebuah gerbang. Saat > itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih keras > dari sebelumnya, dan ia > menyaksikan neneknya melangkah melewati gerbang, terus > berjalan menuju tempat yang ia > katakan "indah sekali". > > Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan > suaminya tidak lagi terkejut > mendengar penuturan anak mereka. "Dia sering melihat > macam- macam, tetapi biasanya > diam. Ia hanya mau berbicara sesudahnya, pelan-pelan > dan hanya kepada orang tertentu," > sambung Dewi. > > Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia > termasuk cerdas. IQ-nya antara > 125-130. "Tapi gurunya bilang ia suka bengong di > kelas," sambung Dewi. Kepada ibunya, > ia bercerita melihat macam-macam di sekolah, yang > tidak bisa dilihat orang lain, di > antaranya anak tanpa anggota badan, dan ia merasa > sangat kasihan. > > Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika > ditanya oleh sang ibu, ia > mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari > berikutnya ia bercerita, anak > itu datang di sekolahnya. Ketika ditanya di mana ia > tinggal, anak itu menjawab, "Di > sana," sambil telunjuknya menunjuk ke arah atas. "Ada > apa di sana?" tanya Ardi. Anak > itu menjawab, "Ada orang gede- gede buanget. Anak itu > omongnya juga medhok lho Ma, > kayak aku, persis," tutur Ardi seperti diceritakan > kembali oleh Dewi. Tentu tak ada > orang lain melihat "anak itu" kecuali Ardi. > > Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi > dan juga adiknya. Beberapa > anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih > dibandingkan dengan orang kebanyakan. > Pada Ardi hal itu sudah terdeteksi saat masih bayi. > "Kalau dengar suara azan, Ardi > tampak mendengarkan dengan penuh konsentrasi," kenang > Dewi. Menjelang usia 1,5 tahun, > Ardi membaca kalimat syahadat secara > sambung-menyambung seperti wirid. Sesudah bisa > jalan, sebelum usia dua tahun, ia mulai mengambil > sajadah sendiri, memakai sarung > sendiri dan membuat gerakan seperti orang shalat, > meskipun bukan waktu shalat. > > Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau. > "Ia melihat dan mendengar apa > saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak bisa > dengar," katanya. Ia tidak > menceritakan situasi anaknya itu pada setiap orang di > luar keluarga. "Kalau enggak > percaya bisa-bisa anak itu dianggap berkhayal," > lanjutnya. > > Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam > beberapa hal ia juga memiliki > kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat tertentu. > "Suatu sore, sehabis shalat, saya > merasa ada bayangan putih. Ardi rupanya juga melihat > karena ia tersenyum. Dia bilang, > 'Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi orangnya baik > sekali.' Ketika saya tanya > siapa, Ardi tidak menjawab." > > Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang > tanda-tanda anak indigo. "Lha > saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu saya > berusaha menemui dr Erwin di > Klinik Prorevital." > > ANAK-ANAK dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang > baru di dunia, tetapi > fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. > Beberapa film mengisahkan kemampuan > anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu, > di antaranya The Sixth Sense, > dan film-film seri seperti The X Files. > > Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang > menaruh perhatian pada masalah > spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin muncul di > mana-mana di dunia, melewati > batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan batas > apa pun yang dibuat manusia > untuk alasan-alasan tertentu. > > Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena > dalam paradigma psikologi manusia, > anak-anak itu dianggap "aneh". Pandangan ini muncul > karena selama ini kemanusiaan > telanjur dianggap sebagai hal yang statis, tak pernah > berubah. "Padahal, semua ciptaan > Tuhan selalu berubah," ujar dr Erwin. > > Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi > tapi hanya untuk yang berkaitan > dengan masa lalu. "Fenomena munculnya anak-anak dengan > kemampuan seperti itu merupakan > bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang > secara perlahan muncul di bumi, > terutama sejak awal milenium spiritual sekitar tahun > 2000 yang disebut Masa Baru, The > New Age, atau The Aquarian Age. Semua ini merupakan > wujud kebesaran Allah," tegas > Erwin. > > Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya, > tetapi batinnya tua (old soul) > sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang > sudah dewasa atau tua. Sering kali > ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau > mengikuti tata cara maupun > prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga > memiliki indra keenam yang lebih kuat > dibanding orang biasa. Kecerdasannya di atas > rata-rata. > > Istilah "indigo" berasal dari bahasa Spanyol yang > berarti nila. Warna ini merupakan > kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra > tubuh yang memiliki spektrum > warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah "anak > indigo" atau indigo children juga > merupakan istilah baru yang ditemukan konselor > terkemuka di AS, Nancy Ann Tappe. > > Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna > aura manusia dan memetakan artinya > untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis > buku Understanding Your Life > Through Color. Penelitian lanjutan untuk > mengelompokkan pola dasar perangai manusia > melalui warna aura mendapat dukungan psikiater Dr > McGreggor di San Diego University. > > Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna > nila yang muncul kuat pada hampir > 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah tahun > 1980. Warna itu menempati urutan > keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan > vertikal cakra, dalam bahasa > Sansekerta disebut cakra ajna, yang terletak di dahi, > di antara dua alis mata. > > "Itulah mata ketiga," ujar dr Erwin. The third eye > itu, menurut dia, berkaitan dengan > hormon hipofisis (pituary body) dan hormon epificis > (pineal body) di otak. Dalam peta > klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura > dominan nila dikategorikan sebagai > manusia dengan intuisi dan imajinasi sangat kuat. > > "Letak indigo ada di sini," jelas Tommy Suhalim sambil > menjalankan perangkat teknologi > pembaca aura, aura video station (AVS). Alat yang > protipenya dibuat oleh Johannes R > Fisslinger dari Jerman tahun 1997 ini lebih canggih > dibandingkan perangkat teknologi > serupa yang ditemukan Seymon Kirlian tahun 1939, dan > Aura Camera 6000 yang dibuat Guy > Coggins tahun 1992 berdasarkan Kirlian Photography. > > Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua, > sangat jelas di antara kedua mata > Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA di > Gandhi International School itu > sudah menulis buku pada usia 14 tahun dan bukunya > diterbitkan oleh penerbit terkemuka > di Indonesia. Buku Berlindung di Bawah Payung itu > merupakan refleksi, berdasarkan > kejadian sehari- hari yang sangat sederhana. > > Pergulatan pemikiran yang muncul dalam > tulisan-tulisannya kemudian seperti datang dari > pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan pembicaraan. > Pemilihan angle-nya tidak biasa, > dan hampir tidak terpikir bahkan oleh orang dewasa > yang menekuni bidang itu. > Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun > tetap dilihat dalam konteks ilmiah > dan rasional. > > Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia > tulis-menulis, Vincent tidak > terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di > sekolahnya. Orangtuanya yang > tergolong demokratis pun sering tidak mengerti apa > yang diingini anaknya yang ber-IQ > antara 125-130 ini. "Dia keras kepala. Kemarin ia > tidak mau ikut ujian matematika," > sambung Liong, ayahnya. > > Vincent mengaku "takut" pada matematika sejak kecil, > tapi mengaku disiplin pada aturan > mainnya sendiri. "Sejak kecil aku bingung pada dogma > satu tambah satu sama dengan dua. > Aku juga bingung dengan ilmu ekonomi karena dalam > realitas sosial berbeda," tegas > Vincent. > > Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya > sejak bayi. Waktu SD, Vincent biasa > bergaul dengan gurunya, dan orang-orang setua gurunya. > Pertanyaannya banyak dan sangat > kritis. "Saya langganan dipanggil guru bukan hanya > karena anak itu sulit. tetapi juga > karena karangan-karangannya membuat guru-gurunya > kagum," ujar Ny Ina. > > Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan > pengamatan dan referensi pada usia > SD. "Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar- besar > itu ke kamarnya," ujar Ny Ina. > "Kamarnya kayak kapal pecah. Tidurnya dini hari karena > menulis," sambung Liong. "Saya > sering meminta agar ia menyelesaikan pendidikan > formalnya dulu, karena bagaimanapun > itu sangat penting," lanjut Liong. > > "PENDIDIKAN formal sangat penting karena anak-anak > indigo harus membumikan 'ilmu > langitnya' untuk kebaikan manusia. Bukan sebaliknya," > ujar Rosini (40). Ia > menganjurkan, agar anak-anak yang memiliki kemampuan > berbeda itu tidak dieksploitasi > oleh orangtua dan lingkungannya untuk mencari nomor > togel atau menjadi dukun atau > klenik. "Bukan itu misi anak-anak indigo," tegas Rosi. > > Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya > sendiri. Annisa, misalnya. > Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba berbicara > dalam bahasa Inggris beraksen > Amerika begitu ia bisa bicara pada usia 2,5 tahun. > Padahal orangtuanya tidak berbahasa > Inggris dengan baik. Meski tampak menggemaskan, dalam > banyak hal ia berbicara dan > bersikap seperti orang dewasa, bahkan menyebut dirinya > "orang Amerika" karena "datang > dari Amerika". Nisa menyebut ibunya, Yenny bukan > dengan panggilan mama. > > Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada > pukul 23.00 sampai dini hari. > Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan > kemampuannya, ia akan menolak > dengan tidak memperlihatkan kemampuan itu sehingga ia > tampak seperti anak-anak > lainnya," ujar Yenny. Kata sang ibu, Nisa tidak mudah > bersalaman dengan orang. Ia > seperti tahu orang yang suka pergi ke dukun atau > memakai jimat. Namun sebagai > anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain. > > Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski > memiliki kepekaan yang kuat, > kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang tidak > didengar dan dilihat orang > kebanyakan, berbeda-beda gradasinya. > > Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi > di Klinik Prorevital, mengutip > dr Erwin, "Ada tipe humanis, tipe konseptual, tipe > artis, dan tipe interdimensional. > Pendekatan terhadap mereka juga berbeda-beda," > sambungnya. > > Namun karena dianggap "aneh", tak jarang diagnosisnya > keliru dan penanganannya lebih > bersandar pada obat-obatan. "Ada anak indigo yang > dianggap autis, ADHD > (Attention-Deficit Hyperatictve Disorder) maupun ADD > (Attention Deficit Disorder). > Padahal tanda-tandanya berbeda," sambung Erwin. > Kekeliruan semacam ini juga terjadi di > AS, karena banyak ahli menganggap anak-anak itu > menderita "gangguan" yang harus > dihilangkan. > > "Saya beberapa kali pergi ke psikolog dan psikiater," > ujar Rosini. Profesional di > suatu perusahaan swasta terkemuka itu suatu saat dalam > hidupnya merasa sangat > terganggu oleh suara-suara itu. Orangtuanya juga > merasa anaknya "aneh" karena kerap > memberi tahu peristiwa yang akan terjadi, tetapi > menolak mengakui kemampuan anak itu. > > "Dalam tes yang dibuat oleh mereka, saya dinyatakan > sehat. Tidak ada gangguan apa > pun," sambung Rosini. Sebaliknya, ia melihat psikolog > dan psikiater yang melakukan tes > terhadap dirinyalah yang bermasalah. Ia juga pernah > mencoba mencari paranormal untuk > membuang kemampuannya itu, meski suara-suara itu > mengatakan "jangan". > > Akhirnya Rosi berdamai dengan dirinya dan > mengembalikan kemampuannya sebagai wujud > kebesaran Allah SWT, dengan berusaha untuk terus > mendekatkan diri pada Sang Pencipta. > Karena itu ia ingin membantu orangtua dengan anak-anak > indigo agar anak- anak itu > tidak melewati masa pencarian yang rumit seperti > dirinya. > > Indigo children, menurut Erwin, bukan fenomena > terakhir, karena akan lahir anak-anak > yang disebut sebagai crystal children. "Anak-anak > dengan warna dasar aura, bening dan > lengkap. Mereka lahir dari orangtua yang spiritual." > > Mungkin Cita (9) termasuk anak itu. Keluarganya, > sampai nenek-neneknya, spiritualis. > Ia bisa melihat sinar dan malaikat di rumah ibadah, > khususnya ketika orang-orang > sedang berdoa. Ini hanya salah satu kemampuan > "melihat" milik anak yang selalu > mendapat rangking di sekolah itu. Cita tahu kapan > hujan akan turun hari itu dan > sebaliknya, meskipun mendung sudah menggantung. > > "Ia menjadi teman dan penasihat kami, bapak-ibunya. Di > sekolah, di keluarga besar > kami, terasa ia menebarkan aura kedamaian dan > kebahagiaan. Anak itu sangat tenang dan > pemaaf," ujar ibunya, Ny Dita. (MH) > > > > Sumber: > http://www.kompas.com/kompas-cetak/0406/27/keluarga/1111602.htm > > > > > > > > > ________________________________________________________________________ > Yahoo! Messenger - Communicate instantly..."Ping" > your friends today! Download Messenger Now > http://uk.messenger.yahoo.com/download/index.html > > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! > ================ > Kirim bunga, http://www.indokado.com > Info balita: http://www.balita-anda.com > Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]