surat dr om sebelah...

----- Forwarded by sefty YMKI/YAMAHA on 01/30/2007 02:43 PM -----

A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> 



To
lisi <[EMAIL PROTECTED]>, ppiindia@yahoogroups.com, 
ekonomi-nasional@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED]
cc

Subject
 Nasehat untuk Pemerintah






Assalamu’alaikum wr wb,
Pada tanggal 12 Januari kemarin di masjid At Taubah
saya mendengar ceramah yang disampaikan oleh Habib
Huud tentang kajian kitab seorang ulama yang memberi
nasehat ke berbagai kalangan termasuk pada rakyat,
ulama, dan umara/pemerintah.

Di antara isinya adalah, seorang pemimpin harus tahu
cara mensiasati manusia/rakyatnya. Maksudnya pemimpin
itu mengetahui sifat dan keinginan rakyatnya sehingga
bisa memuaskan/membuat senang rakyatnya. Tidak boleh 
ada rakyat yang tidak senang atau sebagian kelompok
yang kecewa.

Seorang pemimpin juga harus menghadapi langsung
aduan/keluhan dari rakyatnya yang mengadu. Di
negara-negara teluk dengan penduduk sampai 20 juta
jiwa, rakyat bisa mengadu langsung kepada pemimpinnya.

Jika tidak bisa, maka pemimpin tersebut harus
mendelegasikan ke wakilnya. Wakil ini haruslah orang
yang terpercaya dan juga pintar membuat kebaikan. Jika
dia berkata/bertindak maka semua menjadi baik.

Tidak bisa didelegasikan ke orang yang khianat, kalau
bicara selalu ditambah-tambahi sehingga akhirnya
suasana malah tambah keruh.

Seorang pemimpin juga harus cepat menyelesaikan satu
masalah. Tidak bisa masalah dibiarkan berlarut-larut
tanpa terselesaikan. Sebab jika begitu, maka masalah
baru akan muncul sehingga akhirnya masalah yang ada
jadi menggunung dan sulit diselesaikan.

Meski seorang pemimpin telah mendelegasikan wakilnya
untuk menyelesaikan masalah, tapi jika tidak kunjung
kelar, seorang pemimpin harus berani mengambil alih
untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin.

Sebagai contoh kasus Lapindo Brantas. Bagaimana
mungkin setelah 6 bulan terjadinya peristiwa, ribuan
rakyat harus tetap tinggal di kamp pengungsian? Itu
tidak boleh terjadi. Harusnya dalam waktu kurang dari
1 bulan pemerintah langsung menyediakan rumah yang
layak bagi mereka. Pemerintah tidak bisa bergantung
pada perusahaan untuk menyelesaikan hal itu.

Seandainya ada 2.000 keluarga pengungsi dan kontrak
rumah 1 tahun rp 10 juta, maka pemerintah cukup
mengeluarkan Rp 20 milyar untuk kontrak rumah selama 1
tahun. Jumlah itu sangat kecil dari pendapatan pajak
sebesar rp 400 trilyun yang diterima pemerintah dari
rakyat setiap tahunnya. Hanya 0,005%!

Tentu saja pemerintah tetap menuntut ganti rugi dari
perusahaan Lapindo dan memberi sanksi hukum yang
tegas. Tetapi selama PT Lapindo belum memberikan ganti
rugi, pemerintah tidak boleh membiarkan rakyatnya
terlunta-lunta di kamp pengungsian selama 6 bulan
lebih!

Begitu pula kasus rehabilitasi Aceh yang sudah 2 tahun
belum selesai juga. Itu harus cepat diatasi. Jika
tidak maka muncul masalah-masalah baru seperti
kecelakaan KM Senopati, pesawat Adam Air, Flu Burung,
kenaikan harga beras, dan sebagainya. Akhirnya karena
masalah-masalah menggunung karena tidak cepat
diselesaikan atau tidak diselesaikan sama sekali, akan
timbul kekecewaan rakyat.

Jadi seorang pemimpin harus cepat menyelesaikan
masalah dan tidak ragu-ragu/lamban.

Seorang pemimpin juga harus seperti pasar. Artinya
dapat memberikan apa saja kebutuhan rakyatnya. Jika
rakyat butuh minyak, dia bisa memberikannya. Jika
rakyat butuh beras, dia sanggup mencukupinya.

Tidak boleh rakyat sampai mengantri minyak karena
kekurangan atau harga beras melonjak tinggi karena
beras langka atau rakyat makan nasi basi/aking karena
tak mampu membeli. Kita tentu ingat kisah khalifah
Umar ra yang rela mengangkut karung makanan ke rumah
janda tua (rakyatnya) yang kelaparan.

Coba bayangkan, bagaimana Singapura dan Jepang yang
miskin beras dan minyak, toh rakyatnya tidak
kekurangan beras dan minyak. Sementara Indonesia yang
merupakan gudang minyak, gas, dan beras justru sering
kekurangan. Ini tentu ada sesuatu yang salah.

Seorang pemimpin juga harus memberikan yang terbaik
untuk rakyatnya. Habib Huud yang sering ke Arab
bercerita bahwa di Arab, sendal Made In Indonesia
bagus-bagus. Sementara di Indonesia justru
jelek-jelek. Minyak yang bagus diekspor ke luar
negeri, sementara yang jelek dijual di dalam negeri.
Itu tidak benar. Harusnya yang terbaik yang dijual di
dalam negeri untuk rakyatnya sendiri.

Jika kita beli produk-produk buatan di Jepang, maka
produk tersebut kualitasnya jauh lebih baik ketimbang
yang dijual di Indonesia meski mereknya sama. Itu
karena mereka mengutamakan bangsanya sendiri.

Wassalamu’alaikum wr wb

Kirim email ke