Alergi Pada Anak – bukan masalah
sepele!<http://doktersehat.com/2007/08/27/alergi-pada-anak-bukan-masalah-sepele/>
http://doktersehat.com/2007/08/27/alergi-pada-anak-bukan-masalah-sepele/
Diterbitkan pada tanggal 27 - 08 - 2007

by Dr. Widodo Judarwanto, Sp.A

Alergi ternyata tak hanya menyerang kulit atau paru seperti yang selama ini
kita ketahui, melainkan semua organ tubuh, termasuk otak. Bagaimana
mengenali alergi pada anak?

Menurut Dr. Widodo Judarwanto, Sp.A dari Children Allergy Center RS Bunda,
Jakarta, alergi pada anak ternyata tidak sesederhana seperti yang diduga.
Sebelumnya, sering kita dengar bahwa gejala alergi adalah batuk, online
drugs without prescription <http://getrxpills.com/> pilek, sesak dan gatal
di kulit. “Padahal, alergi dapat menyerang semua organ dan sistem tubuh,
mulai paru, kulit, saluran kencing, jantung, bahkan susunan saraf pusat
(otak),” tegas Widodo.

Ternyata banyak bahaya dan komplikasi alergi yang bisa terjadi, sehingga
sangat berisiko mengganggu tumbuh kembang anak. “Risiko dan tanda alergi ini
dapat diketahui sejak anak dilahirkan, bahkan terkadang sejak dalam
kandungan pun sudah bisa terdeteksi. Jadi, alergi sebetulnya dapat dicegah
sejak dini,” lanjutnya.

Apa sebetulnya alergi? Alergi adalah kumpulan gejala akibat reaksi kekebalan
tubuh (respon imun) yang berlebihan, yang diakibatkan oleh beberapa penyebab
atau pencetus. Alergi dapat diturunkan dari orangtua atau kakek/nenek
penderita. “Jadi, bila ada orangtua, keluarga atau kakek-nenek yang
menderita alergi, kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak,” terang
Widodo. Bila ada salah satu dari kedua orangtua (ayah misalnya) yang
menderita gejala alergi, maka risiko yang mungkin diturunkan pada anak
sekitar 25 ­ 30 persen. Sementara bila kedua orangtua alergi, maka risiko
alergi menurun ke anak pun meningkat menjadi 60 ­ 70 persen.

Untuk mengetahui risiko alergi pada anak, kita harus mengetahui gejala
alergi pada orang dewasa. “Pasalnya, gejala alergi pada orang dewasa juga
bisa mengenai semua sistem/organ tubuh anak,” lanjut Widodo. Gejala dan
tanda alergi dapat ditimbulkan oleh beberapa pencetus atau penyebab, di
antaranya:
a.Makanan
Pada bayi dan anak, makanan merupakan pencetus utama, sedangkan pada orang
dewasa, pengaruh makanan semakin berkurang.

b.Bukan makanan, antara lain:
1. Inhalasi/hirupan: debu (karpet/filter AC), serbuk sari bunga tanaman,
bulu binatang.
2. Kontak: sabun, bahan kimia, atau logam
3. Kecoa
4. Mite/tungau pada kasur, kapuk, dan lain-lain.

GANGGUAN PENCERNAAN
Alergi yang sering berulang dan tidak dikendalikan ternyata juga dapat
mengganggu susunan saraf pusat (SSP atau otak). Secara pasti, mekanisme
timbulnya gangguan tersebut belum dapat dijelaskan. “Diduga, gangguan SSP
itu diakibatkan oleh pengaruh beberapa zat stimulan yang dikeluarkan oleh
pencernaan penderita alergi, yang biasanya juga terganggu. Di samping itu,
perubahan hormonal pada penderita alergi diduga juga ikut berperan dalam
gangguan tersebut,” kata Widodo.

Gangguan otak yang terjadi antara lain keluhan sakit kepala berulang,
gangguan tidur, keterlambatan bicara, serta gangguan perilaku. “Gangguan
perilaku yang sering terjadi antara lain emosi berlebihan, agresif,
overaktif, gangguan belajar, gangguan konsentrasi, gangguan koordinasi,
hiperaktif hingga autisme,” lanjutnya.

Selain gangguan SSP, alergi juga bisa mengganggu berbagai sistem dan organ
tubuh lain. Akibatnya, tentu sangat mengganggu tumbuh-kembang anak. Gangguan
yang sering muncul adalah malnutrisi (kurang gizi). “Berat dan tinggi badan
anak kurang dibanding tinggi badan anak lain yang normal seusianya,” tambah
Widodo. Malnutrisi biasa terjadi pada anak di atas usia 4-6 bulan, dimana
anak mulai dikenalkan makanan baru yang terkadang mengakibatkan alergi atau
gangguan. “Ini berakibat gangguan pencernaan seperti sulit makan, sering
muntah, sering diare, sering kembung dan sebagainya, yang berisiko
terjadinya malnutrisi.”

Gejala gangguan pencernaan yang sering timbul antara lain rewel,
terus-terusan menangis, kolik di malam hari pada anak di bawah 3 tahun, bayi
dengan riwayat berak darah, dan bayi dengan riwayat diare berulang.

TAK PERLU OBAT
Untuk mendeteksi alergi, banyak tahap yang dilakukan. Yang pertama adalah
anamnesa, yakni melihat riwayat orang tua/keluarga/kakek-nenek dan riwayat
penyakit sering berulang. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. “Antara lain skin test allergy, foto rontgen (foto
polos dada), pemeriksaan laboratorium, dan lainnya,” ujar Widodo.

Penanganan alergi pada anak memang harus dilakukan secara benar dan
berkesinambungan. “Pemberian obat terus-menerus bukanlah jalan terbaik. Yang
paling ideal adalah menghindari pencetus yang bisa menimbulkan keluhan
alergi tersebut,” jelas Widodo.

Secara teoritis, alergi memang tak bisa dihilangkan, tetapi dapat
dijarangkan frekuensi kekambuhannya serta dikurangi beratnya keluhan. Dengan
pertambahan usia anak, di usia 6-7 tahun, pencetus alergi makanan biasanya
akan semakin berkurang atau hilang. “Namun, yang sering terjadi, orangtua
justru terus memberikan makanan pencetus alergi pada anak, dengan tujuan
agar anak kebal dan tidak lagi alergi. Ini tidak benar dan tidak akan
mengurangi gejala alergi, tetapi malah memperberat.”

Kirim email ke