Dear All,

Ada informasi nih...mudah2an bermanfaat yaah...

sekarang kan banyak banget kasus mal praktek...nauzubillah himindalik...jangan 
sampe dech menimpa kita+anak .

Salam/Bunda Shafia

20 CARA HINDARI KESALAHAN MEDIS

Semakin sering kita mendengar, betapa pihak pasien dirugikan oleh pihak layanan 
medis. Kesalahan medis terjadi bila sesuatu yang sudah direncanakan sebagai 
bagian dari terapi pasien, tidak seluruhnya membuahkan hasil. Atau rencana 
terapi dokter sudah salah sejak awalnya, sehingga merugikan pihak pasien. 

Kesalahan medis dapat terjadi di bagian mana saja dari unit layanan medis, 
seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, praktik dokter, rumah bersalin, atau di 
apotek, yang bisa menyangkut urusan obat, tindakan bedah, diagnosis, alat 
periksa, dan laboratorium.
Di bawah ini, ada 20 cara praktis agar kesalahan medis tidak terjadi.

1. Merasa perlu terlibat atau dilibatkan pihak layanan medis untuk setiap 
keputusan yang akan diambil dalam upaya penyembuhan penyakit. Pasien punya hak 
untuk bertanya apa saja yang bersangkut-paut dengan kondisi kesehatan, dan 
setiap apa yang dokter pikirkan untuk melakukan suatu tindakan, pengobatan, 
atau apa pun lainnya.

Selama dokter dalam proses menuju pengambilan keputusan, jangan sungkan untuk 
ikut terlibat atau minta dilibatkan, betapa sederhana pun keputusan yang 
dokter, atau perawat, bidan, akan ambil. Tanyakan pula apa bahaya atau yang 
mungkin akan terjadi andai tidak diberi obat atau tidak dilakukan tindakan.

Keputusan dokter seberapa penting, dan seberapa risiko bahaya, serta efek 
samping yang diperkirakan bakal muncul. Adakah pilihan lain, dan seberapa 
daruratkah kalau masih ada waktu untuk menunggu.

2. Pastikan kembali bahwa dokter yang merawat mengetahui apa saja yang sudah 
pasien peroleh, baik dalam hal tindakan maupun obat-obatan sebelumnya. Kalau 
perlu, ulang kembali apa saja yang sudah diperiksa dan hasilnya, obatnya berapa 
macam, serta diet apa yang sudah ditempuh. Apakah ada obat lain, seperti jamu, 
obat alternatif (tidak boleh diam-diam kalau mengonsumsi obat Cina, misalnya).

Bisa terjadi, ibu hamil minum obat Cina atau arak penguat sebelum persalinan, 
yang bisa berisiko buruk jika dikonsumsi ibu dengan riwayat pernah sectio atau 
pernah robek rahim. Sebaiknya beri tahu dokter sebelum mengonsumsinya.

Jika berobat jalan, untuk pasien penyakit menahun, ada baiknya bawalah semua 
obat yang selama ini diminum agar dokter melihat sendiri, siapa tahu dokter 
sudah lupa atau luput harus memberi obat lain. Dengan demikian, dokter bisa 
membuat resume paling mutakhir rekaman medik obat dan pemeriksaan (tes) apa 
saja yang sudah pasien peroleh dan lakukan, sehingga tidak tumpang tindih, atau 
pasien luput mendapat obat atau pemeriksaan yang lengkap.

3. Pastikan pula dokter tahu persis apakah pasien mengidap alergi atau tak 
tahan terhadap obat-obatan tertentu. Tak jarang, apalagi di kita yang tidak 
memiliki "paspor kesehatan" dan belum memiliki dokter keluarga, biasa 
berpindah-pindah dokter, sehingga dokter belum tentu mengetahui seluruh kondisi 
pasiennya.

Pihak pasien-lah yang perlu lebih cerewet menjelaskan status tubuh maupun 
kelemahan serta kerentanan tubuhnya sendiri. Punya sakit mag, tidak kuat obat 
sesak, tak cocok minum obat anu, dan seterusnya. Kasus alergi hebat yang bisa 
mengancam nyawa bisa terjadi pada mereka yang berbakat alergi (kasus Steven 
Johnson syndroma), kulit sekujur tubuh tumbuh gelembung-gelembung beberapa saat 
setelah mengonsumsi sejenis obat yang ia tak tahan menerimanya. Jika pernah 
alergi, pasien harus memberi tahu secara aktif kepada dokter yang memeriksanya.

4. Jangan sungkan bertanya apa nama obat yang diresepkan, supaya jika pihak 
apotik juga kesulitan membaca resep, pasien bisa membantu. Tak sedikit korban 
kesalahan membaca resep, apalagi jika pihak apotik tidak minta konfirmasi 
kepada dokter, saking cakar ayamnya tulisan dokter di resep. Fatal jika orang 
dengan tensi normal mendapat obat darah tinggi, atau penderita kencing manis 
mendapat obat gula.

5. Jangan pula sungkan berdiskusi dengan dokter, kendati dalam praktiknya tak 
mudah. Paling tidak, bertanya tentang obat yang diresepkan. Pasien berhak tahu, 
untuk apa obat yang diberikan, kenapa harus obat itu, berapa lama harus 
dikonsumsi, serta apa efek sampingnya. Apa pula yang harus dilakukan sekiranya 
efek samping muncul? Apakah boleh dicampur dengan obat atau diet lain. Makanan, 
minuman, dan kegiatan apa yang tak dibolehkan sehabis mengonsumsi obat?

6. Tanyakah pula kepada petugas apotik, apakah obat yang diberikan sesuai 
dengan resep dokter. Sekiranya ada obat yang diganti, sudahkah pihak dokter 
diberi tahu. Sebagian besar kesalahan ihwal obat terjadi di apotik. Kelalaian 
petugas apotik, kurang dihormatinya sikap patuh pada resep, dan tidak cermat 
menjelaskan pemakaian obat merupakan hal-hal yang perlu pasien cereweti.

7. Bila kurang mengerti membaca label pada kemasan obat, jangan ragu untuk 
bertanya. Tidak sedikit pasien yang kurang memahami instruksi yang tertulis 
pada label obat, seperti 3 X 2 tablet/sehari, atau 4 X 3 tetes telinga 
kanan/sehari, atau 2 X 2 kapsul/sehari. Kesalahan membaca instruksi akan 
berarti tidak tepatnya obat digunakan. Selain mengurangi efek kesembuhan, bukan 
tak mungkin kelebihan dosis.

8. Demikian pula dalam hal membaca takaran obat, khususnya obat dalam bentuk 
cairan. Yang sering terjadi, takaran sendok makan, sendok teh, dan berapa kali 
diminum sehari. Ukuran sendok rumah tangga tidak sama dengan ukuran sendok 
obat. Maka, lebih baik gunakan sendok obat (jika ada) daripada sendok dapur. 
Sendok makan obat berarti 15 ml dan sendok teh berarti 10 ml.

9. Dalam hal peringatan efek samping obat, sebaiknya pasien mencatat, efek 
samping apa saja yang mungkin muncul. Tidak semua orang sama respons tubuhnya 
terhadap obat yang sama. Ada yang lebih peka, ada yang tidak mengganggu, 
sehingga pengalaman orang lain belum tentu layak didengar.

Yang punya sakit mag sebaiknya waspada jika diberi obat encok atau obat pereda 
nyeri. Tak salah untuk selalu memberi tahu kondisi lambung setiap berobat ke 
dokter yang belum mengenal kita. Tak jarang, mendadak mag kambuh sehabis minum 
obat dari dokter, karena kita tidak cerewet memberi tahu, sementara dokternya 
sendiri tidak berusaha untuk tahu.

10. Dalam hal memilih rumah sakit untuk melakukan tindakan medis apa pun, 
pikirkan untuk memilih rumah sakit yang sudah berpengalaman dalam tindakan yang 
harus kita tempuh. Misal untuk tindakan bedah tulang, carilah rumah sakit yang 
sudah sering melakukan tindakan tersebut. Demikian pula untuk tindakan-tindakan 
yang lebih khusus, lebih spesial, dengan risiko kegagalan yang tinggi. Tak ada 
salahnya selalu meminta pendapat kedua kepada dokter ahli lain.

11. Rumah sakit merupakan sumber berkumpulnya berbagai jenis kuman penyakit. 
Tak sedikit jenis kuman ganas yang sudah tak mempan dengan antibiotika biasa 
(nosocomial infections). Pastikan sewaktu pulang dari perawatan rumah sakit 
kita tidak membawa pulang kuman ganas ke rumah. Caranya, basuh tangan lebih 
bersih dengan antisepsis saat meninggalkan rumah sakit, termasuk berkeramas, 
menukar pakaian rumah sakit, dan langsung menukar pakaian lalu mencucinya 
setiba di rumah.

12. Sebelum pulang dari rumah sakit, tanyakan lebih rinci kepada dokter yang 
merawat, apa obat yang harus diminum di rumah, sampai berapa lama, dan apa yang 
harus dilakukan dengan bekas operasi, bekas tindakan. Apa yang harus dilakukan 
jika terjadi sesuatu dan kapan kembali kontrol, juga apa yang akan terjadi 
sehubungan dengan tindakan medis atau mengonsumsi bekal obat yang dibawa pulang.

13. Jika harus menjalani pembedahan, pastikan dokter, perawat, dan petugas 
kamar bedah tahu bagian tubuh dan sisi yang mana yang akan dibedah. Tak jarang, 
operasi dengkul sebelah kanan, dokter membedah dengkul yang kiri, atau dokter 
masih bertanya mau membedah apa setelah berada di kamar operasi, sehingga bikin 
pasien jadi sangsi. Etisnya, sehari sebelumnya dokter sudah memberi penjelasan 
rinci ihwal tindakan bedah yang akan dilakukan, berapa lama, dan apa yang akan 
terjadi sehubungan dengan tindakan bedah itu. Baru setelah itu surat pernyataan 
setuju pasien ditandatangani.

14. Apabila masih ada yang meragukan, belum jelas, atau ada kesangsian terhadap 
dokter, jangan ragu bertanya ulang sampai jelas benar. Misal, apakah pembedahan 
memang satu-satunya pilihan. Jika tidak dilakukan, apa akibat buruk medisnya? 
Tak jarang, sehabis dilakukan tindakan bedah atau tindakan medis, keadaan 
menjadi bertambah buruk. Bisa jadi malah sampai merenggut nyawa. Orang yang 
semula sehat, iseng-iseng diperiksa dan dilakukan tindakan (invasif) untuk 
memeriksa jantung, malah pulang tinggal nama.

15. Pastikan dokter yang merawat terus memonitor pasien sehabis melakukan 
tindakan medis. Di kita, dokter cenderung berpraktik pada lebih satu rumah 
sakit. Baru selesai membedah di rumah sakit A, sudah langsung pindah ke rumah 
sakit B. Tak jarang komplikasi suatu tindakan luput termonitor sebab dokter 
sudah tidak berada di tempat lagi. Perdarahan pascaoperasi, misalnya.

Untuk itu, kita perlu memiliki informasi jadwal praktik dokter yang merawat 
kita setiap hari, di alamat mana saja, selain bisa dikontak di telepon atau 
ponsel berapa saja, untuk jaga-jaga seandainya terjadi sesuatu yang tak 
diinginkan.

16. Selain dokter yang melakukan tindakan medis, pastikan semua perawat, 
petugas kamar bedah, dan semua yang terlibat, mengetahui segala hal-ihwal yang 
sudah dilakukan terhadap pasien. Maksudnya, agar sekiranya ada hal-hal atau 
komplikasi yang timbul beberapa waktu setelah tindakan medis, tak sulit 
menelusurinya. Rekam medik saja sering tidak cukup.

17. Pastikan ada yang mendampingi pasien saat komunikasi dengan dokter yang 
akan melakukan tindakan medis. Perlu dijalin komunikasi yang lancar dengan 
dokter sehubungan dengan tindakan medis yang akan dilakukan. Sehingga sekiranya 
terjadi penyimpangan, kejadian di luar rencana atau prosedur tidak akan sampai 
menimbulkan salah paham atau kecurigaan. Komunikasi dokter dengan pasien dalam 
transaksi medis
akan menentukan kualitas layanan medis yang akan dihasilkan.

18. Jangan beranggapan bahwa semakin banyak tindakan, semakin banyak jenis obat 
diberikan atau pemeriksaan dilakukan, akan memberikan kebaikan bagi kesehatan. 
Sebaliknya, seberapa bisa sebaiknya membatasi tindakan medis, terlebih yang 
bersifat invasif (bedah, tindakan suntikan, pemeriksaan dengan radioaktif, 
pemeriksaan dengan cairan kontras, pemeriksaan dengan manipulasi bagian dalam 
tubuh). Kalau boleh tidak dilakukan, sebaiknya tidak dilakukan. Betapa enteng 
dan sederhana pun setiap tindakan invasif, seperti memasukkan pipa, selang, 
atau bahan pemeriksa ke dalam tubuh, selalu ada risiko jeleknya.

19. Setiap kali dokter meminta pemeriksaan, baik laboratorium, pemotretan 
organ, atau apa saja, pasien harus tahu hasilnya. Tentu perlu bertanya sebelum 
semua anjuran pemeriksaan itu dilakukan, apa tujuannya, dan apa yang 
diharapkan. Orang yang sudah jelas kanker paru-paru, buat apa diperiksa 
teropong bronchoscopy lagi, yang selain menambah biaya, berisiko memperburuk 
kondisi pula. Tanpa kabar medis dari dokter, bukan berarti selalu berita baik.

20. Kalau dokter melakukan tindakan medis atau pemberian obat yang merupakan 
penemuan baru atau peralatan medis baru, pastikan apakah temuan itu sudah aman 
dan menempuh uji klinis atau uji aman berdasarkan laporan ilmiah, dan sudah 
disetujui Badan Pengawasan Obat setempat atau internasional.

Banyak kali terjadi, pasien menjadi kelinci percobaan untuk obat, teknik, atau 
cara pemeriksaan baru yang belum tentu aman dan sahih secara medis. Perlu bukti 
mutakhir bahwa apa yang dokter lakukan, kerjakan, dan berikan betul legal 
secara medis dan dinilai aman.

Kirim email ke