Klo mau nyapih sih sebaiknya tjd kesepakatan ant ibu-anak-ayahnya..  pelan2 
aja Pak nyapihnya.. n jangan berpikiran nyapih itu susah..klo  anak udah bisa 
bicara n diajak bicara bs dg baik2 bicara ke anak..knapa  dia kok perlu 
menghentikan ASInya…
  
  Dulu wkt saya nyapih anak pertama..mulainya sejak dia satu setengah  tahun 
aka 18 bln..krn dah bisa diajak ngomong saya berusaha ngomong  baik2 ke dia klo 
ntar adiknya sudah lahirr minum ASInya gantian ya sama  adik… pelan2 banget sih 
ngomongnya n saya berusaha konsisten  mengingatkan ke dia ttg hal ini..
  
  Puji Tuhan tepat umur 2 th anak saya yg pertama saya ketauan  hamil..maunya 
sih sambil nyusuin juga..tapi klo saya nyusuin perut saya  melilit 
banget..takut klo kontarksi n sesuai saran DSOG saya saya  pelan2 hrs 
menghentikan menyusui..puji Tuahn krn omongan saya ke anak  pertama ttg 
perlunya dia gantian minum ASI dg calon adiknya pelan2 sih  anak saya bs lepas 
dr ASI tanpa paksaan… tp memang sihh gak lsg  lepas..misal minggu ini Asi full 
mgg depan kurangi 2 kali  minumnya..minggu depannya lagi kurangi lagi 
frekwnsianya pemberian  ASI..lana brenti sama sekali…
  
  Jd bener2 sepakat dehh utk nyapih anak..
  
  Ini yaaa ada sdikit tulisan ttg sapih menyapih n kualitas ASI buat anak dia 
tas 2 th
  
  
  ttp://www.tabloid-nakita.com/ahli.php3?edisi=07343&rubrik=ahli
  SURAT TERBUKA MENGENAI ASI DAN PENYAPIHAN ANAK
  
  Dear Redaksi Nakita Yth., Saya pembaca setia tabloid nakita.Pada edisi  
nakita No. 331 th VII, saya terusik dengan tulisan Ibu Dra. Mayke  Tedjasaputra 
sebagai psikolog di rubrik Konsultasi Ahli. Saat itu ada  seorang pembaca yang 
menanyakan apakah anaknya harus disapih saat  berumur 2 tahun. Jawaban Ibu 
Mayke: Justru bila anak disapih pada usia  yang seharusnya (maksimum 2 tahun) 
merupakan tindakan yang tepat,  karena pada saat ini orangtua sekaligus melatih 
anak untuk mandiri dan  anak belajar untuk tidak selalu mendapatkan apa yang ia 
inginkan.
  
  Ini bukan kali pertama saya membaca ulasan beliau atau ahli lain di  nakita 
tentang pentingnya menyapih anak di usia 2 tahun atau kurang  dari 2 tahun agar 
anak tidak manja dan lebih mandiri. Bahkan di artikel  "Saat dan Cara Tepat 
Menyapih Si Kecil" (nakita No.16/I) psikolog lain  menyampaikan agar anak 
disapih minimal di usia 1-2 tahun karena jika  terus disusui terutama lebih 
dari usia 2 tahun akan menyebabkan  gangguan psikis pada anak seperti 
penyimpangan seksual. Masih dalam  artikel yang sama seorang dokter anak juga 
menyampaikan bahwa menyapih  sebaiknya dilakukan minimal di usia setahun tapi 
jangan sampai lebih  dari usia 2 tahun. Sebab, semakin bertambah usia, kualitas 
ASI juga  sudah tak bagus lagi.
  
  Satu pertanyaan besar dalam benak saya, atas dasar apa para ahli  tersebut 
mengeluarkan pernyataan seperti itu? Apakah sudah pernah  dilakukan penelitian? 
Bukankah dalam dunia medis juga dunia  perkembangan anak, segala pernyataan 
harus didukung bukti-bukti akurat  sehingga tidak terjadi misconception di 
masyarakat?
  
  Saya mencoba browsing di internet ternyata apa yang saya dapatkan  sangat 
berbeda dengan yang disampaikan para pakar di nakita. Saya yakin  Redaksi 
nakita ingin memberikan yang terbaik bagi pembacanya. Karena  itu izinkan saya 
menyampaikan hasil browsing dari berbagai sumber  terpercaya mengenai "Benarkah 
anak yang disusui lebih dari usia 2 tahun  akan menjadi tidak mandiri dan 
mengalami gangguan psikis dari segi  medis ataupun psikologis?"
  
  Fakta 1. WHO & UNICEF tidak pernah mengeluarkan pernyataan bahwa  menyusui 
anak lebih dari usia 2 tahun akan berdampak buruk bagi anak.  Pada 2001 di 
Geneva, WHO & UNICEF menyampaikan satu statement resmi  agar tiap ibu menyusui 
bayinya secara eksklusif pada 6 bulan pertama  kehidupannya. Kemudian ASI 
dilanjutkan bersamaan dengan MPASI hingga  anak berusia 2 tahun atau LEBIH, 
SELAMA IBU & ANAK SALING  MENGINGINKANNYA.
  
  Dalam tiap bahasan artikel WHO tentang ASI & menyusui, pernyataan  tersebut 
selalu diulang-ulang. Tidak pernah ada batasan khusus bahwa  ASI harus distop 
saat anak masuk usia 2 tahun. Jika menyusui anak lebih  dari usia 2 tahun 
memiliki dampak buruk (seperti anak jadi manja bahkan  mengalami gangguan 
psikologis, gizi ASI untuk anak lebih dari usia 1  tahun jelek, dan sebagainya) 
tentu WHO TIDAK AKAN mengeluarkan  statement seperti di atas.
  
  Saya yakin tiap statement yang dikeluarkan WHO & UNICEF bukan  sekadar hasil 
pemikiran satu atau sekelompok orang saja tetapi didukung  berbagai penelitian 
yg dapat dipertanggungjawabkan.
  
  Fakta 2. Tidak benar jika kualitas ASI lebih dari 1 tahun sudah tidak  bagus 
lagi. Memang betul saat anak lebih dari 1 tahun, ASI bukan lagi  kebutuhan 
utama baginya. Namun bukan berarti tidak ada nilai gizinya.  Berdasarkan 
penelitian pakar-pakar laktasi di WHO ASI lebih dari 1  tahun tetap kaya akan 
nutrisi yang tidak ternilai harganya. Bahkan  menurut penelitian Goldman et. 
Al, kandungan zat imun dalam ASI makin  tinggi seiring dengan bertambahnya usia 
bayi. Menyusui untuk anak lebih  dari usia 1 tahun atau lebih dari usia 2 tahun 
tetap memberikan manfaat  tidak hanya untuk anak, tetapi juga ibu.
  
  Fakta 3. Tidak benar bahwa secara psikologis, menyusui lebih dari 2  tahun 
akan membuat anak jadi tidak mandiri, apalagi berisiko mengalami  penyimpangan 
seksual. Tidak pernah ada penelitian yang berhasil  membuktikan statement di 
atas. Bahkan American Academy of Pediatrics  (AAP) , semacam IDAI-nya Amerika, 
merekomendasikan: "Susuilah anak di  tahun pertamanya dan susuilah terus selama 
ibu dan anak saling  menginginkannya. Makin lama ibu menyusui anaknya, makin 
memberikan  keuntungan bagi ibu dan anak dari segi kesehatannya dan  
perkembangannya. Tidak ada batasan pasti kapan anak harus berhenti  menyusu 
dari ibunya. Dan TIDAK ADA BUKTI bahwa menyusui anak-anak lebih  dari usia 2 
tahun akan membuatnya terganggu secara psikologis." (AAP  2005).
  
  Sementara itu penelitian yang dilakukan Sally Kneidel dalam "Nursing  Beyond 
One Year" (New Beginnings, Vol. 6 No. 4, July-August 1990, pp.  99-103) 
menyimpulkan anak-anak yang menyapih dirinya sendiri memiliki  rasa sosial dan 
kemandirian yang jauh lebih baik dari mereka yang  disapih secara paksa. 
Ferguson et al 1987 juga melakukan penelitian  pada anak usia 6-8 tahun, bahwa 
ternyata anak-anak yang disusui ibunya  hingga usia lebih dari 2 tahun memiliki 
social adjustment (adaptasi  sosial) yang sangat baik.
  
  Banyak ahli laktasi menyarankan agar menyusui anak lebih dari 1 tahun  karena 
akan membantunya menemukan rasa percaya diri. Jadi menyusui di  usia ini justru 
memenuhi kebutuhan psikologisnya. Tentu saja komunikasi  selama masa menyusui 
ini adalah kunci dari ikatan kuat antara ibu-anak.
  
  Fakta 4. Karena tidak ada batasan kapan anak harus disapih, maka  biarkanlah 
ibu & anak yang memutuskannya. Yang dapat dilakukan para  ahli medis & ahli 
laktasi adalah memberikan saran bagaimana cara  menyapih yang terbaik. Bahwa 
menyapih dengan memberikan jamu pahit ke  puting payudara ibu, atau melarang 
anak untuk menyusu lagi secara  drastis, dan berbagai cara menyapih yang sering 
disampaikan hanya akan  menodai bonding yang begitu indah terjalin selama masa 
menyusui. Bahwa  betul nakita pernah menulis tentang cara menyapih secara 
perlahan  seperti yang ditulis dalam artikel "Lewat Usia 2 Tahun Masih Menyusu  
Ibu". Namun cara menyapih yang paling tepat adalah dengan strategi  "Jangan 
menolak jika anak ingin menyusu, tapi jangan tawarkan jika ia  tidak ingin 
menyusu." Hal yang paling penting tapi sering terlupakan  dalam masa menyapih 
adalah KOMUNIKASI. Ajaklah anak berdiskusi tentang  rencana menyapih, berapa 
pun kecil usia si anak.
  
  Semoga ulasan tersebut dapat membantu menyeimbangkan informasi yang  telah 
ada. Semoga nakita makin berjaya dan makin memberikan yang  terbaik bagi 
pembacanya.
  Terima kasih.
  
  Luluk Lely Soraya Ichwan
  Pemerhati masalah ASI & kesehatan keluarga
  
  Mengenai Jawaban Saya di TJP 336
  
  Menyapih adalah suatu tahap yang terjadi dalam kehidupan seorang anak,  
dimana berlangsung transisi dari minum ASI (breast-feeding) ke  perolehan makan 
dari makanan lain. Kapan penyapihan dilakukan? Oleh  American Academy of 
Pediatrics (AAP) dianjurkan agar anak diberikan ASI  secara penuh pada usia 6 
bulan pertama, setelah itu kombinasi antara  makanan padat dan ASI dapat 
diberikan sampai setidaknya bayi berusia 1  tahun. Penyapihan sangat bergantung 
pada keputusan pribadi dan  dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kapan ibu 
harus bekerja  kembali, bagaimana kesehatan ibu-anak, atau feeling ibu bahwa 
ini  adalah saat yang tepat untuk menyapih.
  
  Beberapa ahli menyatakan sebaiknya setelah anak berusia 1 tahun, mulai  
dilakukan peralihan dari puting susu ibu. Sebab pada umumnya di usia  ini anak 
akan lebih mudah beradaptasi, ketimbang dilakukan misalnya  pada usia 2 tahun 
sebab anak sudah lebih attached pada susu ibu dan  makin sulit untuk disapih. 
Alasan lain adalah agar anak terbiasa  mengonsumsi makanan padat dan mulai 
mengurangi minatnya pada susu ibu.  Beberapa ahli juga setuju bahwa bila anak 
belum siap untuk disapih,  tidak usah dipaksa.
  
  Apa yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan anak lebih mudah disapih?
  
  * AAP menganjurkan agar di sekitar usia 4­7 bulan (atau lebih awal bila  ibu 
memutuskan untuk menyapih anak lebih dini) bayi mulai diberi ASI  perah. Cara 
pemberian ASI perah sebaiknya dengan sendok untuk  menghindari bayi mengalami 
bingung puting. Sementara itu, di  waktu-waktu tertentu ibu dapat terus 
menyusui (breast- feeding). Cara  ini akan memudahkan ibu yang harus bekerja 
kembali atau perlu mengajak  anak ke tempat-tempat umum.
  
  * Jangan menyapih anak karena ia akan dititipkan di tempat penitipan  anak 
(TPA) atau gara-gara ia suka menggigit puting susu ibu, karena hal  itu akan 
membuat anak mempunyai persepsi buruk bahwa dirinya ditolak  oleh ibu.
  
  * Lakukan kegiatan bersama yang menyenangkan untuk anak di luar situasi  
menyusui, sehingga dalam diri anak akan muncul persepsi bahwa rasa  nyaman 
tidak hanya diperoleh melalui menyusu dari puting susu ibunya  saja dan 
kelekatan ibu-anak tetap terbina.
  
  Menurut Wayne Ho, MD (dalam http://weaning-health.co.uk; reviewed  November 
2001) dinyatakan hal penting yang perlu diingat adalah ASI  saja tidak akan 
memenuhi semua kebutuhan nutrisi anak yang sedang  bertumbuh, dan makanan padat 
menjadi bagian dari asupan makanan untuk  anak. Selanjutnya dikatakan bahwa 
bila anak sudah tidak mau minum ASI  lagi, maka pemaksaan minum ASI akan 
memberikan dampak yang tidak sehat,  baik secara emosional maupun faali.
  
  Perlu menjadi perhatian orangtua, bahwa setelah usia 6 bulan bayi perlu 
belajar untuk mencoba makanan baru (selain ASI).
  
  Mengapa? Ada beberapa alasan:
  
  * Cadangan zat besi yang ada dalam tubuh bayi sudah berkurang sehingga ia 
memerlukan zat besi dari makanan lain
  
  * Susu (ASI) merupakan 'makanan' yang selalu ada, sehingga bayi ingin  
mendapatkannya lagi dan lagi untuk memenuhi kebutuhannya (kalau  dibiarkan, 
anak cenderung enggan makan makanan padat dan tidak terbiasa  mencicipi 'rasa' 
lain sehingga akan merugikan perkembangan indra kecap  yang pada akhirnya 
menimbulkan gejala sulit makan).
  
  * Rahang dan lidah bayi sudah siap untuk menyesuaikan diri dengan  makanan. 
Hal ini akan membantu perkembangan mulut (otot-otot mulut)  serta lidah bayi 
dan mempersiapkannya untuk mampu berbicara (dengan  mengunyah dan menelan 
makanan, otot-otot mulut dan lidah akan lebih  terlatih).
  
  * Sebagian besar bayi sudah tumbuh giginya di usia 6 bulan (berarti  puting 
susu ibu bisa menjadi sasaran untuk digigit oleh bayi)
  
  * Sebagian besar bayi mulai suka mengambil benda (mencomot makanan) dan  
memasukkannya ke dalam mulut dan hal ini menjadi pertanda bahwa ia  sudah siap 
untuk bereksperimen dengan 'rasa-rasa' baru.
  
  * Sekalipun dari keterangan yang dikutip oleh Ibu Luluk dari WHO  setelah 
anak berusia 1 tahun ASI tetap memenuhi kebutuhan anak akan  protein, energi, 
vitamin A dan C, namun tidakkah lebih baik jika anak  mendapatkan asupan gizi 
dari makanan padat? Lagi pula makanan padat  lebih bervariasi sehingga lebih 
kaya akan berbagai vitamin dan mineral,  sekaligus memenuhi kebutuhan anak usia 
balita untuk mau bereksplorasi.
  
  Sebagai keterangan tambahan yang diperoleh dari DR. dr. Damayanti,  Sp.A.; 
ada kecenderungan jika anak minum ASI secara berkepanjangan akan  menimbulkan 
kebiasaan mengempeng puting susu ibu, dan mengakibatkan  perut kembung sehingga 
anak kurang nafsu makan, pada akhirnya menjadi  kurus (berat badan di bawah 
normal).
  
  Kesimpulan:
  
  Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Ibu Luluk, maka memang  benar WHO 
tidak pernah membatasi usia untuk menyapih anak, namun tidak  juga berarti para 
ibu dianjurkan untuk membiarkan anaknya mendapat ASI  berlarut-larut. Tetap 
saja diperlukan berbagai pertimbangan untuk  memutuskan kapan seorang anak 
perlu disapih. Harus dilihat keadaannya  kasus per kasus, sebab apa yang 
dikemukakan oleh WHO sifatnya sangat  umum (untuk populasi manusia). Selain itu 
menurut pendapat saya secara  pribadi, apa yang dikemukakan WHO merupakan 
policy yang terutama  ditujukan untuk penduduk di negara dunia ketiga (negara  
berkembang/kurang berkembang). Demi child survival maka ASI adalah  salah satu 
media yang paling praktis, karena orangtua yang miskin sulit  untuk memenuhi 
kebutuhan makanan bergizi bagi anak-anaknya hingga  setelah masa pemberian ASI 
eksklusif.
  
  Dari sisi pertumbuhan emosi dan psikososial anak, secara pribadi saya  tetap 
tidak menganjurkan anak terlalu lama menyusu pada ibu. Yang  paling utama 
adalah bagaimana proses penyapihan dilakukan dan bagaimana  ibu (orangtua) 
dapat memenuhi kebutuhan anak untuk diperhatikan,  dikasihi, dipahami melalui 
kegiatan di luar minum susu dari puting susu  ibunya.
  
  Berkaitan dengan pertanyaan Ibu Ulil di TJP 336, maka saya mengakui  bahwa 
penjelasan saya kurang teperinci. Dalam surat tersebut tidak  secara jelas 
terungkap apakah putranya mengonsumsi makanan padat  lainnya dan apakah ASI Ibu 
Ulil masih cukup produksinya. Namun dari  pernyataan;
  
  "Memang selama saya tinggal bekerja dia tidak ada masalah dengan minum  susu 
botolnya, akan tetapi sepulang dari kantor atau waktu hari-hari  libur dia 
terbiasa minum ASI lebih banyak" saya berasumsi bahwa putra  Ibu Ulil lebih 
banyak mengonsumsi susu, ketimbang makanan padat.  Berdasarkan ulasan yang 
telah saya sampaikan di atas, maka sebaiknya  frekuensi minum ASI maupun susu 
botol dikurangi, agar putra Ibu Ulil  dibiasakan makan makanan padat, kecuali 
jika berat badannya di bawah  normal dan hendaknya Ibu Ulil berkonsultasi pada 
ahli gizi anak.
  
  Pemberian ASI bisa diprioritaskan pada saat menjelang tidur, sedangkan  di 
saat "jaga", lebih baik diisi dengan kegiatan bermain dan lain-lain  yang dapat 
memberikan perasaan nyaman serta dikasihi pada diri anak.  Saya juga masih 
bertanya-tanya mengenai kualitas hubungan ibu  (orangtua) dengan anak, apakah 
selama ini kurang berlangsung dengan  baik, sehingga anak masih mengutamakan 
minum ASI (breast feeding).  Jangan sampai timbul perasaan bersalah dalam diri 
Ibu Ulil karena  hendak menyapih anak. Sebaliknya jangan pula ibu sampai merasa 
tidak  nyaman (terpaksa) karena harus memberikan ASI di saat-saat tertentu.
  
  Bagi para ibu lainnya, mudah-mudahan ulasan ini dapat menjadi bekal di  kala 
Anda sekalian akan melakukan penyapihan pada putranya  masing-masing. Terima 
kasih atas tanggapan yang diberikan oleh Ibu  Luluk, yang membuat saya harus 
lebih teliti dan jeli dalam menganalisa  suatu kasus. Salam dari saya.
  

"Hardiandika.P" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:  Ngomong2 masalah nyapih, anakku 
udah 2 tahun lebih satu bulan belum bisa
disapih juga nih....? gimana yah...?Terus kandungan ASI nya masih bagus
gak sih kalo udah diatas 2 tahun? PLUS....GAK TEGA DENGER TANGISANNYA
WAKTU MINTA NENEN......HEHEHEHEHHEH



Regards,
Uci mamaKavin+Ija
http://oetjipop.multiply.com
       
---------------------------------
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers

Kirim email ke