parents ... ada yg pernah denger berita ini sebelumnya ?? mohon cek dan riceknya apakah ini hanya sekadar hoax atau benar adanya ? ini mungkin merupakan akibat dari irational used drugs kali ya ??? mudah2an jadi pembelajaran untuk semua ya... -----Original Message----- From: Deny (F&A, PKP-HO)
Perih luarbiasa, itu yang dirasakan seorang ibu ketika dengan susah payah mengandung bayinya 9 bulan, kemudian melahirkan bayi sehat, namun 36 jam kemudian kebahagiaan itu direnggut begitu saja. Itulah petaka buruk yang dialami ibu muda, Shattered Glynis Day (17 tahun) dan suaminya Kevin Fenton (24). Luke, bayi mungil yang dilahirkan Glynis meninggal karena rumah sakitnya jorok. Pasangan belia Inggris ini secara tragis kehilangan Luke -- yang seharusnya masih hidup dan sehat walafiat-- seandainya ruang perawatan tempatnya dilahirkan bersih dan tidak menjadi sarang bakteri ganas MRSA atau Methicilline Resistant Staphylococcus Aureus. MRSA merupakan salah satu jenis bakteri patogen yang sudah resisten terhadap segala macam antibiotik. Bakteri ini disebut-sebut sebagai salah satu bakteri paling berbahaya saat ini karena mengancam jiwa manusia dengan menurunkan sistem ketahanan tubuh, mirip yang terjadi pada pengidap HIV/AIDS. Pasien yang terserang kuman MRSA tidak menunjukkan tanda infeksi, namun dalam 24- 36 jam langsung parah penyakitnya bahkan meninggal. Dengan terisak Glynis berujar, Aku masih tidak percaya bagimana MRSA dapat membunuh bayi yang begitu mungil dan sehat. Aku ingin semua orang tahu hal-hal mengerikan semacam ini bisa terjadi. Sesuatu harus dilakukan untuk menindak rumah sakit yang tidak memperhatikan kebersihan. Mereka harus lebih banyak membayar petugas kebersihan ketimbang hanya duduk-duduk di kantor, lanjutnya. Luke lahir secara natural 2 Februari lalu di Orwell Ward, Ipswich Hospital NHS Trust, pukul 6.53 pagi. Namun peristiwa membahagiakan itu berubah menjadi kepedihan luar biasa ketika Luke meninggal di ranjangnya pada pukul 6.55 petang, keesokkan harinya. Rumah sakit di Inggris harus segera dibersihkan sebelum kuman ganas ini membunuh lebih banyak ko rban lagi, kata Kathy Day (55), nenek si bayi. Sang ayah pun tak kalah sedihnya. Ketika Kevin datang pertama kali ke ruang perawatan untuk melihat bayinya, dokter tengah sibuk berjuang menyelamatkan nyawa Luke. Aku senang menjadi seorang ayah, dan tak sabar ingin melihat Luke. Apakah dia memiliki mata atau rambutku..., tetapi aku bahkan tak punya kesempatan melihatnya hidup, katanya sembari terisak. Kevin mengaku terkejut dengan standar kebersihan di rumah sakit tersebut. Glynis dirawat di rumah sakit sampai empat hari setelah Luke meninggal, dan aku mengunjunginya setiap hari --tetapi aku tak sekalipun melihat seorang petugas kebersihan di sana. Waktu aku melihat ke bawah tempat tidurnya untuk memeriksa adakah barang yang tertinggal, aku sangat terkejut. Benar-benar jorok, debunya tebal dan ada gumpalan bulu seperti kapas. I would never go to Ipswich Hospital, ujarnya geram. Bakteri MRSA ditemukan dalam darah L uke pada pemeriksaan mayat di rumah sakit anak Great Ormond Street, London. Seorang petugas medis senior di rumah sakit tersebut mengatakan kepada pihak keluarga, bakteri MRSA kemungkinan besar masuk ke tubuh Luke melalui luka setelah pemotongan tali pusar. Keluarga terdekat si bayi, seperti ayah-ibunya, nenek dan keluarga lainnya sudah diperiksa dengan seksama namun sama sekali tak ditemukan kuman MRSA pada tubuh mereka. Pihak rumah sakit melalui jurubicaranya Mark Prentice mengakui, tahun lalu antara bulan April- September ada 23 pasien di rumah sakit tersebut yang terinfeksi MRSA. Tetapi, kami masih tidak mengerti bagaimana tragedi ini bisa terjadi karena ruang perawatan dan melahirkan benar-benar sudah bebas bakteri MRSA, sanggahnya. Seperti disinggung sebelumnya, MRSA adalah kuman paling berbahaya saat ini. Kuman yang dapat mengubah protein ini tidak dapat lagi diobati dengan antibiotik. Penggunaan obat antibio tik yang tidak terarah dan semakin berlebihan menimbulkan berbagai efek samping di antaranya resistensi kuman terhadap obat ini. Beberapa survei menyimpulkan pemberian antibiotik sebanyak 60 persen tergolong tidak rasional. Menurut Dr Rianto Setiabudy, dosen Farmakologi Program Pascasarjana UI, saat ini kuman memang sudah semakin canggih. Hal ini ditunjukkan dengan beragam mekanisme resistensinya, yaitu mulai dari menghasilkan enzim yang merusak antibiotik, meningkatkan permeabilitas membran sel kuman, mengubah reseptor, mengubah dan meningkatkan produksi enzim target, sampai mengeluarkan antibiotik dari sel kuman. (ZRP, thesun)