Derita Amin Pupu, Istri dan Enam Anaknya Lumpuh Jakarta, Kompas Duduk berdampingan dengan Saidiyah (55) di sofa yang jok busanya sudah melempem, Amin Pupu (60) mencoba mengingat bagaimana istri dan enam dari delapan anaknya menderita kelumpuhan. Namun, ia tidak bisa mengingat lagi secara rinci. "Soalnya sudah lama sekali. Sudah bertahun-tahun anak kami lumpuh. Saya sendiri sudah pasrah," katanya. Saidiyah hanya mengangguk membenarkan keterangan suaminya itu. "Sebelum saya melahirkan Nyai, Marpuah sudah sakit lumpuh," tambah Saidiyah. Marpuah (38) adalah anak pertama mereka, kelahiran tahun 1966. Nyai (17) adalah anak ke delapan (bungsu) yang lahir tahun 1988. Di antara keduanya, ada enam anak lagi, yakni Suryadi (36), Hoirudin (31), Sapi'i (29), Tabroni (26), Halid (25), dan Pendi (19). Anak beranak ini tinggal di rumah sederhana di atas tanah warisan Amin di RT 05 RW 02, Kampung Warung Poncol, Desa Duren Mekar, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Amin dan Saidiyah mengaku tidak ada saudara kandung, orangtua, atau kakek neneknya yang menderita kelumpuhan, sebagaimana yang dialami Saidiyah dan enam anaknya. "Tiba-tiba saja anak saya, Marpuah, lumpuh. Ia tak sakit panas atau demam," kata Saidiyah tentang peristiwa yang lebih dari 17 tahun lalu itu. Begitu pun yang terjadi pada Suryadi. Anak keduanya itu tiba-tiba jatuh dan kakinya lemas tidak bisa menopang tubuhnya. Karena takut bernasib seperti Marpuah yang saat itu sudah terserang lumpuh, Amin membawa Suryadi berobat ke dokter. "Suryadi sempat dirawat di Rumah Sakit Fatmawati tiga bulanan. Karena tidak ada perubahan, akhirnya ia saya bawa pulang. Kami juga tidak punya biaya lagi. Karena itu, anak-anak saya lainnya juga tidak dibawa ke rumah sakit. Uang dari mana?" tutur Amin. Setelah Marpuah dan Suryadi lumpuh, penyakit itu memang kemudian berturut-turut menyerang Saidiyah, Hoirudin, Tabroni, Halid, dan Nyai. Saidiyah dan Amin tidak ingat berapa selang waktu penyakit itu menyerang anak- anaknya. Yang mereka ingat, kelumpuhan itu datang setelah masing-masing anaknya masuk SD. "Nyai kena ketika sudah kelas empat SD. Karena jalannya jadi cacat, dia berhenti sekolah. Semua anak saya yang kena lumpuh tidak ada yang tamat SD," kata Amin. Di antara yang terserang itu, Saidiyah, Tabroni, dan Nyai masih bisa berdiri dan berjalan. Namun, jika dari duduk akan berdiri, mereka membutuhkan waktu karena tidak serta-merta mereka dapat berdiri. Pertumbuhan tubuh Tabroni dan Nyai pun kurang sempurna. BAGAIMANA perasaan Amin menghadapi cobaan hidup yang tak ringan itu? Tahun-tahun belakangan ini ia memang sudah pasrah. Tetapi, sebelumnya, petani sederhana ini mengaku tidak pernah bisa tidur nyenyak pada malam hari. "Bayangkan saja, hanya dua anak saya yang sehat, Sapi'i dan Pendi," katanya. Ia lega Sapi'i sudah menikah dan memberi dua cucu yang sehat. "Ia kerja di lapangan golf Sawangan. Kalau Pendi masih masantren," katanya. Amin berharap pemerintah atau dermawan dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarganya. Namun, ia tidak bermaksud mengemis. "Apa pun saya kerjakan untuk bisa memberi makan anak- anak saya ini. Namun, saya memang tidak bisa meninggalkan rumah jauh-jauh karena sewaktu-waktu anak saya perlu pertolongan," katanya. Di antara anak Amin yang lumpuh itu, kadang masih ada yang tiba-tiba jatuh atau kejang. "Kalau tidak saya yang mengendong, siapa lagi," tambahnya. Anak-anaknya memang sangat bergantung kepada Amin. Nyaris tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk menghasilkan uang serupiah pun. Mereka hanya bisa bergerak dengan mengesot. Kedua tangan mereka pun lemas. Untuk menyuap makan ke mulutnya pun, mereka kesulitan. Anehnya, pada kartu keluarga tertulis pekerjaan mereka semua diisi dengan kata "karyawan". Sampai Sabtu lalu belum ada aparat Dinas Sosial Depok atau Dinas Kesehatan Depok, atau aparat terkait lainnya, yang menjanjikan bantuan kepada keluarga Amin. Bantuan ala kadarnya hanya datang dari sanak saudara atau warga yang bersimpati atas penderitaan anak-anaknya. "Kalau Pak Lurah, ya pasti tahu keadaan saya. Kan tinggalnya tidak jauh. Malah sering lewat depan rumah," katanya. Sekarang derita keluarga Amin itu sudah diketahui penjabat Wali Kota Depok Warman Sutarman. Bahkan, dia sudah berjanji akan berkunjung ke keluarga itu. Tentu yang diharap bukan sekadar kunjungan, melainkan bantuan konkret. (RTS) **** Kepada masyarakat berpunya yang ingin menyalurkan sumbangannya dapat mentransfer bantuannya melalui rekening atas nama PT Kompas Media Nusantara (penerbit Kompas) yang khusus diperuntukkan bagi Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) di dua bank. Masing-masing Bank BNI Jakarta Kota, Jl Lada No 1 Jakarta Kota rekening nomor 001-000004868-015, dan Bank BCA Cabang Gajah Mada, Jl Gajah Mada, rekening nomor 012300577.2 Bila berupa uang tunai, sumbangan dapat disampaikan ke Redaksi Kompas, Gedung Kompas Unit II Lantai IV, Jalan Palmerah Selatan 26-28, Jakarta Pusat, pada hari kerja.