--- Begin Message ---
Sedikit Tambahan sbg Referensi :
Wanita Hamil dan Menyusui
* Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh
berbuka.
* Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari
dua dokter
yang terpercaya, berbuka untuk ibu ini hukumnya wajib, demi keselamatan
janin
yang ada dikandungannya.
* Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan
kesehatan
anak atau janin, mayoritas ulama' membolehkan ia berbuka, dan ia hanya
wajib
mengqodo' (mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang
sakit.
* Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau
anaknya
(setelah para ulama' sepakat bahwa sang ibu boleh berbuka), mereka
berbeda
pendapat dalam hal: Apakah ia hanya wajib mengqodo' ? atau hanya wajib
membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari
yang ia
tinggalkan) ? atau kedua -duanya qodho' dan fidyah (memberi makan):
* Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan memberi makan orang
miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
* Mayoritas ulama' mewajibkan hanya mengqodho'.
* Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho' dan fidyah.
* DR. Yusuf Qordhowi dalam Fatawa Mu'ashiroh mengatakan bahwa ia
cenderung
kepada pendapat yang mengatakan cukup untuk membanyar fidyah (memberi
makan orang setiap hari), bagi wanita yang tidak henti-hentinya hamil
dan
menyusui. Tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui, kemudian hamil dan
menyusui, dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesempatan untuk
mengqodho' puasanya. Lanjut DR. Yusuf al-Qordlowi; apabila kita
membebani
dengan mengqodho' puasa yang tertinggal, berarti ia harus berbuasa
beberapa
tahun berturut-turut sertelah itu, dan itu sangat memberatkan ,
sedangkan Allah
tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.
"Ucapan Ibnu Abbas: wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila
khawatir
atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak shaum dan cukup
membayar
fidyah memberi makan orang miskin " (Riwayat Abu Dawud). Shahih
"Diriwayatkan dari Nafi' dari Ibnu Umar: Bahwa sesungguhnya istrinya
bertanya
kepadanya (tentang shaum Ramadhan), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka
ia
menjawab: Berbukalah dan berilah makan sehari seorang miskin dan tidak
usah
mengqadha shaum ." (Riwayat Baihaqi) Shahih.
"Diriwayatkan dari Sa'id bin Abi 'Urwah dari Ibnu Abbas beliau berkata:
Apabila
seorang wanita hamil khawatir akan kesehatan dirinya dan wanita yang
menyusui
khawatir akan kesehatan anaknya jika shaum Ramadhan. Belberkata:
Keduanya
boleh berbuka (tidak shaum)dan harus memberi makan sehari seorang miskin
dan
tidak perlu mengqadha shaum" (HR.Ath-Thabari dengan sanad shahih di atas
syarat
Muslim , kitab AL-irwa jilid IV hal 19).
________________________________
From: [EMAIL PROTECTED]
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Mohammad Andri
Budiman
Sent: Sunday, September 16, 2007 1:37 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [daarut-tauhiid] Wanita Hamil & Menyusui: Qadha Puasa atau
Bayar Fidyah?
Sumber : http://almanhaj.or.id/ <http://almanhaj.or.id/>
<http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1113&bagian=0
<http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1113&bagian=0> >
---fatwa1 begins---
BILA WANITA HAMIL DAN WANITA MENYUSUI TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Wanita yang sedang hamil atau
menyusui yang khawatir pada dirinya atau anaknya jika berpuasa di bulan
Ramadhan, lalu karena itu ia tidak berpuasa, apa yang harus ia lakukan
nantinya. Apakah ia harus mengqadha serta memberi makan pada orang
miskin, atau ia harus mengqadha saja tanpa perlu memberi makan kepada
orang miskin, ataukah cukup baginya untuk memberi makan tanpa perlu
mengqadha puasanya ? Manakah yang benar diantara ketiga hal itu ?
Jawaban
Jika wanita hamil itu khawatir kepada dirinya atau anaknya jika berpuasa
di bulan Ramadhan, maka hendaknya ia tidak berpuasa dan wajib baginya
untuk mengqadha puasanya saja. Statusnya saat itu adalah seperti orang
yang tidak kuat untuk berpuasa atau takut akan timbulnya bahaya pada
dirinya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajib baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" [ Al-Baqarah : 185]
Begitu juga halnya wanita yang menyusui, jika ia khawatir pada dirinya
bila menyusui anaknya sambil berpuasa di bulan Ramadhan, atau khawatir
pada anaknya jika ia berpuasa lalu tidak dapat menyusui, maka boleh
baginya berbuka, dan wajib baginya mengqadha saja.
[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, edisi 14, halaman 109-110]
---fatwa1 ends---
---fatwa2 begins---
TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN KARENA HAMIL KEMUDIAN BERPUASA SEBULAN
PENUH SEBAGAI PENGGANTINYA DAN BERSEDEKAH PULA
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Saya hamil di bulan Ramadhan
maka saya tidak berpuasa, dan sebagai pengantinya saya berpuasa sebulan
penuh dan bersedekah, kemudian saya hamil kedua kalinya di bulan
Ramadhan maka saya tidak berpuasa dan sebagai gantinya saya berpuasa
sebulan sehari demi sehari selama dua bulan dan saya tidak bersedekah,
apakah dalam hal ini diwajibkan bagi saya untuk bersedekah .?
Jawaban
Jika seorang wanita hamil khawatir pada dirinya atau khawatir pada
janinnya jika berpuasa lalu ia berbuka, maka yang wajib baginya hanya
mengqadha puasa, keadaannya saat itu adalah seperti orang sakit yang
tidak kuat berpuasa atau seperti orang yang khawatir dirinya akan
mendapat bahaya jika berpuasa, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpusa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yag lain" [Al-Baqarah : 185]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya
Al-Wazan, terbitan Darul Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
---fatwa2 ends---
---fatwa3 begins---
BAGAIMANA HUKUMNYA JIKA WANITA MENYUSUI TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Istri saya belum mengqadha
puasanya selama kurang lebih tiga atau empat kali Ramadhan, ia belum
mampu melaksanakan puasa qadha itu karena hamil atau menyusui, dan kini
ia dalam keadaan menyusui. Istri saya bertanya kepada Anda ; apakah ia
bisa mendapat keringanan (rukhsah) dengan memberi makan kepada orang
miskin, sebab ia menemukan kesulitan yang besar dalam mengqadha puasa
sebanyak tiga atau empat kali Ramadhan .?
Jawaban
Tidak ada masalah baginya untuk menunda qadha puasanya yang disebabkan
adanya kesulitan pada dirinya karena hamil atau menyusui, dan kapan ia
sanggup maka hendaklah ia bersegera melaksanakan qadha puasanya, karena
ia dikenakan hukum sebagai orang sakit, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah berfirman.
"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 184]
Tidak ada kewajiban memberi makan orang miskin atasnya
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 10/221, fatwa nomor 6608]
---fatwa3 ends---
---fatwa4 begins---
BOLEHKAH WANITA HAMIL TIDAK BERPUASA
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah ada rukhsah bagi wanita
hamil di bulan Ramadhan untuk tidak berpuasa, jika rukhsah itu ada
baginya, apakah itu berlaku pada bulan-bulan tertentu saja di masa hamil
yang umumnya sembilan bulan itu, ataukah keringanan itu hanya berlaku
pada masa hamil. Jika rukhsah itu ada baginya, apakah wajib qadha
baginya ataukah boleh memberi makan orang miskin dan berapakah ukuran
memberi makan itu ? Kemudian, karena kita tinggal di daerah yang panas,
apakah puasa itu dapat berpengaruh terhadap wanita hamil .?
Jawaban
Jika seorang wanita hamil khawatir adanya bahaya terhadap dirinya atau
terhadap janinnya jika ia melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, maka
hendaknya ia tidak berpuasa dan wajib baginya untuk mengqadha puasa itu,
baik ia tinggal di daerah panas ataupun di daerah dingin. Hal itu tidak
dibatasi pada umur kehamilan tertentu, karena ia sama kedudukannya
dengan orang sakit, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.
"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebayak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 148]
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, halaman 222, fatwa nomor 7785]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya
Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 228 - 232, penerjemah Amir Hamzah
Fakhruddin]
---fatwa4 ends---
[Non-text portions of this message have been removed]
--- End Message ---