Pokoknya ibu itu numero uno deh!!! (dari milis tetangga..) ---------- Forwarded message ---------- Oleh : DR HC Anni Iwasaki. Pendiri Anni Iwasaki Foundation
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Salam Sejahtera. Assalamualaikum wr wb. Wanita (baca: ibu) adalah tiang negara. Sekarang negaranya ambruk dimanakah para wanitanya? (Ibu Suparti Amir Salim dalam Temu Wicara AIF & Department of Architecture ITB pada Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2006 di Bandung.) Sebelumnya kami ucapkan terima kasih Kepada Yang Kami Hormati Ibu Siti Zaenab Jusuf, Ibu Paskah Suzetta dan Ibu Djoko Kirmanto juga Ibu-Ibu Dharma Wanita Kementerian Negara Perumahan Rakyat beserta para undangan. Atas kesempatan presentasi memperingati kelahiran serta menggali ide-ide Pahlawan Pergerakan Nasional R A Kartini tgl 21 April 2006 sekaligus memperingati Hari Pendidikan Nasional. Para Hadirin Yang Kami Hormati, Bertolak bersamaan tahun kira-kira tahun 1945, rakyat Indonesia berhasil merebut kemerdekaannya. Pada tahun itu pulalah rakyat Jepang merdeka dari cengkeraman pemerintahan feodal Kekaisaran Jepang. Menyongsong abad ke XXI, nasib kita bangsa Indonesia yang kaya akan sumber daya alam semakin terpuruk, sementara rakyat Jepang dengan kondisi alam yang kaya bencana, gempa, tsunami dan taifun, diumumkan oleh PBB sebagai bangsa tersejahtera serta memiliki harapan hidup tertinggi di dunia. Usia harapan hidup pria Jepang adalah 78,25 dan wanitanya 85,23. Sedangkan untuk Indonesia, menurut berita koran, kurang lebih memiliki harapan hidup usia 64 tahun. Apa yang dapat kita simpulkan dari perbandingan sederhana ini? Bukankah yang diketahui oleh umum bahwa wanita Jepang adalah wanita yang tertindas, ketinggalan jaman, alias hanya berkutat di ranah domestik saja? Dari rilis PBB tentang wanita yang berhasil menduduki jabatan publik, mendudukkan wanita Jepang hanya di urutan di atas 30. Wanita Jepang yang duduk di parlemen hanya 7.5%, terendah di antara negara industri maju. Lalu bagaimana wanita Jepang dalam segala keterbatasannya itu justru memiliki harapan hidup terlama dunia 85.23 tahan? Para Hadirin Yang Kami Hormati, Mari kita simak cuplikan surat Kartini ini: ¡È Pekerjaan memajukan peradaban itu haruslah diserahkan kepada kaum perempuan, jika sudah demikian peradaban itu akan amat deras majunya dalam kalangan bangsa Jawa. Adakanlah ibu yang cakap serta berpikiran; tanah Jawa pasti akan mendapat pekerja yang cakap memajukannya. Peradaban dan kepintarannya pasti akan diturunkannya kepada anak-anaknya; anak-anaknya perempuan yang akan menjadi ibu pula, anak-anaknya laki-laki yang akhir kelaknya mesti menjadi penjaga kepentingan bangsanya¡É (4 Okt 1902 Kepada Tuan Anton dan Nyonya). Sebagai perbandingan, mari pula kita lihat kembali profil wanita dan pria Jepang. Persentasi wanita Jepang yang mengenyam pendidikan D3-SI pada tahun 1955 naik 5%, tahun 1995 naik 47,5%. Pada tahun 2001, 97.6% gadis Jepang tamat SMU. Sejumlah 48,5 % dari jumlah itu melaju ke D3 dan SI. Pria Jepang tamat SMU sebanyak 96.3%, dan yang melanjutkan dan selesai D3-S1 sebanyak 48.7% (About Japan Series 5, Fact & Figure of Japan 2002, Foreign Press Center Japan). Dari data ini kita bisa simpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Jepang sudah tinggi, hampir 100 % sudah menamatkan SMU, baik wanita dan prianya, sama. Kesamaan tingkat pendidikan antara pria dan wanita Jepang ini juga ada di tingkat pendidikan tinggi, yang berarti separuh penduduk jepang berpendidikan tinggi. Juga, baik wanita dan prianya, sama. Melihat data di atas tentunya anggapan awam tentang wanita Jepang yang selalu tertindas, terbelakang, perlu dikoreksi. Kita dapat melihat profil pendidikan wanita Jepang yang berperan sebagai ibu. Dengan pendidikan wanita Jepang yang semakin tinggi maka kesempatan bekerja di lapangan kerja publik akan semakin besar. Dari rilis Kementrian Kesehatan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang tanggal 17 Maret 2004, diungkapkan bahwa dari 73% responden wanita memiliki pekerjaan diluar rumah sebelum melahirkan anak pertama. Sebanyak 53 % keluar dari tempatnya bekerja sesaat sebelum melahirkan dan tidak kembali ke lapangan kerja kembali selama masa tertentu. Ditambah dengan yang keluar dari pekerjaannya setelah melahirkan, jumlah seluruhnya menunjukkan *61% calon ibu Jepang keluar dari pekerjaannya menjelang kelahiran anak pertama untuk membesarkan buah hatinya *. Dari masa ke masa, grafik pekerja wanita Jepang (usia menikah 27 tahun) yang keluar dari lapangan kerja terus meningkat (untuk membesarkan anak). Kemudian di usia 40 tahun keatas, dimana anak-anaknya sudah besar dan biasanya paling kecil smu, grafik wanita memasuki lapangan kerja mulai meninggi kembali. Hal ini dikarenakan adanya kelahiran dan masa membesarkan anak-anak oleh ibu-ibu Jepang. Tahun fiskal 2003 mencatat jumlah seluruh angkatan kerja wanita di jepang sebanyak 25.5 juta yang 41.4% (9.3 juta) adalah pekerja wanita paruh waktu, bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu. Dan dari seluruh total lapangan kerja paruh waktu, 77.4 persen diduduki oleh tenaga kerja wanita (Japan A Pocket guide 2004, FPC Japan). Bagaimana pula dengan dunia industri yang utamanya digerakkan pria-pria Jepang? Pria-pria Jepang yang berperan sebagai penjaga kepentingan bangsanya tetap mendudukkan teknologi Jepang pada ranking teratas (laporan Global Competitiveness dari World Economic Forum Geneva September 2005). Hak cipta intelektual (patent) luar yang dipergunakan di dalam Jepang berjumlah 51.586. Sedangkan ekspor patent Jepang ke luar (ke AS, Jerman, Inggris, Swedia, Spanyol, Swiss, Denmark, Austria, Perancis, Italy dsb) berjumlah 743.932(sumber: Japan Patent Office Facts & Figure of Japan 2004, FPC Japan). Sebanyak 58% dari 711.436 pabrik yang dioperasikan oleh robot di seluruh dunia, adalah milik Jepang. Selebihnya milik AS sebanyak 10.8 %, Jerman 9.4, Italy, Rusia, Korea dst. Lalu mari kita lihat profil kesejahteraan bangsa Jepang. Jika dilihat secara regional (seringkali dilakukan perbandingan antara AS, Uni Eropa dan Jepang), Jepang sebenarnya adalah bangsa tersejahtera di dunia. Dengan jumlah 126 juta jiwa, yang memiliki GDP tertinggi dunia sebesar US$ 4.760milyar (GDP US$ 37.800 per kapita). Bandingkan dengan AFTA (AS, Canada, Mexico) dengan 411 juta jiwa dan GDP US$11.100 milyar (GDP US$ 27.000 per kapita). Uni Eropa (Austria, Belgiun, Denmark, Finland, Irlandia, Italy, Luxembourg, Netherlands, Portugal, Spain, Sweden) 376 juta jiwa US$7.837 milyar (GDP US$ 20.840 per kapita). Cina 1.266 milyar jiwa US$1.080 milyar (GDP US$ 853 per kapita). Asean (Indonesia, Malaysia, Pilipina, Singapore, Thailand, Brunei, Vietnam, Laos, Myanmar, Cambodia) 548 juta jiwa US$ 646 milyar (GDP US$ 1.179 per kapita). (sumber: METI Japan 2004). Pertanyaan logis dari data di atas adalah, apa hubungan kondisi kesejahteraan bangsa Jepang ini dengan profil wanita (baca:ibu) nya? Yang mencengangkan dan patut dicatat, ibu-ibu Jepang yang telah berhasil mengantarkan Jepang kepada kesejahteraan serta kejayaannya saat ini sebetulnya adalah generasi ibu Jepang sepantaran almarhumah ibu mertua penulis, hingga ibu-ibu sebelum tahun 1955, yang justru umumnya tidak memiliki gelar akademis. Karena itu, perlu diperhatikan dalam sepuluh atau duapuluh tahun mendatang, apakah Jepang akan terus maju dengan semakin banyaknya generasi ibu Jepang dengan pendidikan akademik? Kini rata-rata usia menikah wanita Jepang adalah 27 tahun. Semakin banyak yang menikah di umur lanjut atau bahkan gamang menikah Angka kelahiran terus menurun, yang kini mencapai 1,29 (setiap wanita Jepang melahirkan 1,29 anak). Jika angka ini gagal ditingkatkan bahkan diprediksi seratus tahun lagi bangsa Jepang akan 'punah'. Penulis pernah membaca bahwa puncak keunggulan bayi-bayi adalah pada usia ibu mengandung 18-22 tahun. Ibu-Ibu Peserta Seminar Yang Kami Hormati, Ternyata untuk bisa mewujudkan cita-cita R A Kartini maupun kaum wanita (baca:ibu), tidak cukup melalui himbauan saja. Untuk lebih jelas dan mempersingkat waktu dalam upaya mewujudkan cita-cita R A Kartini sekaligus cita-cita kita semua kaum ibu, tentang kemajuan bangsa Indonesia dengan inspirasi dari Jepang, akan kami paparkan melalui presentasi power point dan film tentang permukiman sewa untuk keluarga muda Jepang. Presentasi yang menggambarkan kehidupan permukiman masyarakat kelas menengah Jepang ini dapat menunjukkan salah satu bentuk kebijakan Jepang di sektor perumahan dan permukiman yang bersifat pro-keluarga. Ini contoh dukungan negara terhadap berkembangnya kehidupan dunia domestik, yang memberikan respek yang tinggi dan menempatkan peran penting kaum ibu di tengah masyarakat. Kaum Ibu Jepang memiliki peran sentral dalam pembangunan karakter bangsanya. Ibu Jepang memberi pelajaran sekaligus bukti peran kaum ibu sebagai tiang negara. Kini pertanyaannya, bagaimana bangsa Indonesia bisa mengambil inspirasi dari pengalaman Jepang ini? Kebijakan perumahan dan permukiman yang pro-keluarga ini sebenarnya sangat sejalan dengan rumusan yang sudah tertera dalam dokumen Kebijakan dan Strategi Nasional Permukiman & Perumahan (KSNPP) Indonesia tahun 2002; yaitu hakikat ¡Ærumah sebagai pendidikan keluarga, persemaian budaya dan pemantapan jati diri bangsa...¡Ç. Namun yang menjadi tantangan ke depan adalah, bagaimana operasionalisasinya dalam tataran kebijakan, strategi dan program pembangunan perumahan dan permukiman di tanah air, yang belum ditemui di dalam dokumen KSNPP itu sendiri ? Jakarta, Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat 11 Mei 2006 Tema: "Menjadi Ibu adalah Pilihan & Amanah" - AIF. (tulisan ini diedit oleh Jehan Siregar atas persetujuan penulis) --------------------------------- Get amazing travel prices for air and hotel in one click on Yahoo! FareChase [Non-text portions of this message have been removed]