Betapa beruntungnya kita...

---------- Forwarded message ----------
From: annippe <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sep 22, 2005 1:38 PM
Subject: [Ida-Krisna Show] Fw: sebuah cerita dari buru
To: idakrisnashow@yahoogroups.com

Laporan ini ditulis oleh Sutikno yang bertugas di JRS di pulau Buru,
Maluku. Penulis bisa dihubungi di
[EMAIL PROTECTED]<http://aa.f521.mail.yahoo.com/ym/[EMAIL 
PROTECTED]&YY=49882&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b>

=======================
Sebuah cerita dari Buru,

Umurnya paling tua 12 tahun. Matanya yang lebar, bulu matanya yang
lentik dan kulitnya yang putih pasti membuat kalian tidak percaya
kalau dia orang asli Buru. Nama gadis kecil itu Nonce Nurlatu. Pertama
ku bertemunya di rumah sakit umum Ambon. Mata indahnya dipenuhi air.
Dokter sedang membersihkan luka di perutnya. Benang-benang hitam
berderet di sebelah kanan pusarnya, berpegangan erat berusaha sekuat
tenaga menyatukan kulit yang menganga.

Sekitar dua bulan sebelumnya, terjadi perang suku di kampungnya yang
bernama Italahin. 9 orang telah menjadi korban. Mati ditombak atau
dibacok parang. Dia sendiri terkena tombak di perutnya. Untung waktu
itu tangannya yang kurus mengalasi perut. Tombak itu menembus
tangannya dan terus melesak ke perutnya. (perang ini merupakan perang
turun temurun antara 2 marga, sejak jaman bahulak, Nurlatu dan Latbual
memang sudah saling menanam dendam. Mata balas mata, nyawa balas
nyawa. Membunuh lebih banyak lawan menjadi suatu prestasi. Kedua
keluarga besar ini berlomba untuk mengejar prestasi .... bunuh lawan
sebanyak mungkin. Konon masalahnya sederhana saja : pembayaran mas
kawin yang belum lunas

Nonce kecil harus menunggu di kampungnya tanpa pengobatan sama sekali
selama satu minggu, sebelum dia digotong dengan tandu menuju kampung
terdekat, dimana kendaraan yang lebih modern bisa melarikannya ke
rumah sakit. Perjalanan yang tidak gampang. Untuk mencapai dusun kecil
bernama waipcalit, satu hari satu malam, tandu sederhana itu dengan
sabar menahan tubuh mungilnya. Sebuah truk terbuka menolong gadis
malang itu menuju Namlea, ibu kota kabupaten yang berjarak 60 km.
Bersamanya ada 3 korban yang lain : Seorang ibu dengan rahim menganga,
setelah sebatang tombak memburaikan kandungannya dan merenggut janin
didalamnya keluar, dan dua lelaki yang masing2 luka di punggung dan di
dada.

Namun luka-luka menganga mereka telah menunggu terlalu lama. Ulat-ulat
gemuk yang entah dari mana datangnya telah berpesta dengan rakus
menggerogoti daging yang mulai membusuk. Dua hari berlalu, tubuh ibu
dengan rahim busuk itu tak kuasa mempertahankan nyawa melekat di
raganya.

Luka Nonce kecil ini telah dijahit. Dua bilah kulit mulai bersambung.
Namun apa boleh dikata, malang belum mau berlalu dari bayangannya.
Penanganan medis di kabupaten terpencil ini memang jauh dari standard.

Seminggu setelah dirawat, dia diijinkan pulang. Dari bekas jahitan di
perutnya menyembul segumpal daging sebesar jempol tangan orang dewasa.
Ternyata, ususnya 'mbrojol' keluar. Jahitannya kurang rapet ...

Kebetulan JRS (lembaga dimana aku bekerja) mendampingi penduduk asli
di Waipcalit setelah mereka kembali dari pengungsian pasca kerusuhan
di pulau yang terkenal dengan tapolnya ini. Kami memberi bantuan biaya
pengobatan di Ambon pada gadis mungil itu beserta seorang pasien yang
lain. Tanpa menghiraukan lelahnya sel-sel kulit yang telah
berhari-hari beregenerasi ini, pisau tajam dokter membedahnya kembali.
Dengan paksa, usus nakal itu dimasukkan ke rongga perut yang gelap dan
lembab. Kali ini lincah tangan ahli bedah Ambon merenda benang-benang
hitam yang lebih kuat di perutnya yang tipis.

Singkat cerita, setelah hari-hari membosankan dilewatkan di rumah
sakit, cucuran air mata yang tiap kali menghiasi kencan dengan ahli
bedah yang tanpa perasaan mengusap kuat-kuat jahitan di samping
pusarnya, tibalah saatnya Nonce kecil harus pulang kampung.

"Nonce seng usah kembali ke gunung lagi saja pak Kani. Biar dia
tinggal dan sekolah di Waipcalit saja" kataku pada Bapak Kani, kerabat
yang relatif lancar berbahasa Indonesia yang mengantarnya berobat ke
Ambon (Nonce itu sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia, jadi dia
perlu penerjemah ketika harus berkomunikasi dengan dokter) "Seng bisa
mas," Kata lelaki berambut gondrong ini. ( seng = tidak) "Barang
kenapa?" tanyaku ingin tau (barang kenapa =kenapa) "Kalo dia su
sembuh, berarti paituanya pasti jemput untuk dibawa kembali ke gunung
lagi" sahutnya. (paitua = suami ; su = sudah) "Paitua? Jadi Nonce ini
su kawin???" tanyaku tak percaya "Betul mas, su sejak kecil segini
(dia mengangkat tangannya menggambarkan tinggi anak itu ketika pertama
dikawinkan) dia dibawa paituanya ke gunung. Kawin piara toh," terang
dia kalem, seakan tak ada hal aneh di ceritanya.

Aku yang tinggal terbengong-bengong, asik bermain dengan pikiranku
sendiri. Memang sudah sering kudengar sejak masih anak-anak
perempuan-perempuan Buru dikawinkan. Bahkan ibu yang masih
mengandungpun, anaknya (kalo perempuan) sudah 'dibayar' lunas oleh
lelaki berduit di sana. 'Suami' yang telah membayar lunas anak
perempuan bisa memelihara 'istrinya' di rumah. Setelah siap dibuahi,
diadakan upacara kecil untuk mensahkan perkawinan mereka.

Perempuan di Buru pedalaman, pada dasarnya adalah budak lelaki. Suami
hanya duduk makan pinang, isap tembakau sementara istri setengah mati
cari makan, ma sak, urus anak ..., dipukul suami kalo suami lagi marah
...dll. Bahkan di beberapa tempat di pedalaman Buru, para ibu ini
melahirkan sendiri, tanpa ada pertolongan....ngeden sendiri, potong
tali puser sendiri, keluarin ari2 sendiri ...

Setelah kemerdekaannya yang 59 tahun, Indonesia masih menyisakan
cerita 'ngenes' tentang anak negrinya.

2 hari setelah ibu-ibu ini melahirkan mereka sudah harus cuci pakaian
sendiri sambil gendong bayinya dibelakang, lalu setelah itu cari kasbi
(ubikayu) dihutan, parut kasbi untuk dibuat papeda (pati yang dikasih
airpanas ... persiiss sekali dgn lem), masak untuk makan suaminya ...

Kalo suami mati muda, sang istri yang sudah dibeli ini otomatis
menjadi 'milik' kakak atau adik almarhum suaminya. Dan jangan heran
bila bapak mertua mengambil alih peran anaknya untuk mengawini (baca :
menyetubuhi) mantunya dengan berbagai alasan, such as anaknya turun
gunung dan tidak pulang-pulang atau anak kandung mati muda dll

Nonce,........
Disaat gadis-gadis lain seusiamu mulai belajar berdandan, Engkau sudah
harus mulai belajar mencari ubi kayu di hutan, belajar memasak untuk
melayani laki-laki yang telah 'membelimu'

Nonce,.....
Disaat gadis-gadis lain seusiamu sedang hobi-hobinya mejeng di mall,
sibuk memilih baju2 mana yang fancy, Engkau tak punya pilihan ketika
'tuanmu' menggerayangi pucuk dadamu yang mulai belajar tumbuh....

Nonce, sudahkah benih 'tuanmu' membuahi telur beliamu?? Ketika riang
gadis seumuranmu bergema, dengan ransel baru di punggung
berjingkrak-jingkrak merayakan hari pertama mereka mamakai seragam
biru putih... Engkau tiap hari membanting tulang melayani 'tuanmu'
tanpa merasakan beratnya 'ransel' perut berisi keturunanmu yang
mangkin membuncit .... ...

Nonce, masih seberapa luaskah permukaan perutmu yang tidak dihiasi
bekas luka ... Karena runcing ujung tombak dan tajam parang m usuh
margamu selalu mengincar lembut dagingmu atas nama dendam orang
tua-tua mereka ...

Nonce, aku tak kuasa berbuat apa-apa, hanya meminta yang aku bisa,
semoga engkau diluputkan dari perang-perang berikutnya....

Sebuah Refleksi, Dengan berbagi cerita di atas, aku ingin membagi
usahaku dalam mengatasi masalah 'berkubang dalam kesedihan' ini.
Ketika kita terus mendongak dan melihat keberuntungan-keberuntungan
orang lain kita menjadi semakin terperosok dalam kubangan yang kita
gali sendiri ... tapi nek kita sesekali mau melihat ke bawah, semisal
membayangkan apa yang dihadapi Nonce .... betapa buruk nasib yang
menimpanya (at least dari sudut pandang kita ya).... kok yo kuwat urip
yo ... kadang aku mikir ngono... Kita menjadi sadar betapa
beruntungnya kita .... kita jadi mengerti bahwa kita masih punya
banyak hal yang bisa digunakan sebagai modal untuk memperbaiki hidup
ini .... yang akhirnya akan membangkitkan energi yang selama ini kita
pusatkan pada kesedihan semata ....

Buat rekan-rekan yang dikarunia telenta untuk selalu optimis
menghadapi kerasnya hidup ini, bisa selalu melihat masalah sebagai
tantangan, semoga cerita di atas bisa menjadi wacana yang mungkin bisa
membangkitkan kepedulian sosial kalian sebagai sesama manusia, sesama
warga Indonesia, sebagai sesama pribumi ..... Yah, paling tidak tau
lah bahwa di belahan bumi yang lain, ada gadis kecil bernama Nonce
Nurlatu dengan segala masalah yang ditanggungnya ...

Buat rekan-rekan yang mengaku feminis ... ato paling tidak mempunyai
teman yang feminis ... cerita ini bukan fiksi, banyak Nonce2 yang lain
yang butuh untuk diperjuangkan. Lebih baik berbuat sesuatu untuk
mereka walaupun itu keciiil daripada mengumpat-umpat lelaki Buru yang
memperbudak perempuan, paling nggak berdoa !!! semoga kemajuan dan
pendidikan cepat merubah budaya 'beli' perempuan di tempat itu.

Akhir kata : maap tidak bermaksud menggurui ... hanya ingin berbagi!!!!


 =================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================



 ------------------------------
YAHOO! GROUPS LINKS


   - Visit your group
"idakrisnashow<http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow>"
   on the web.
    - To unsubscribe from this group, send an email to:
   [EMAIL PROTECTED]<[EMAIL PROTECTED]>
    - Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of
Service<http://docs.yahoo.com/info/terms/>
   .


 ------------------------------

Kirim email ke