Jalan Alami Menjadi Ibu Ideal Perhiasan sejati bagi perempuan adalah watak dan kemurniannya.
(Mohandas K. Gandhi) Adakah sosok ibu ideal di dunia ini? Ibu ideal dalam arti, ibu yang sempurna tanpa kekurangan sedikit pun, jawabannya pasti tak ada. Tapi ibu ideal dalam arti "proses", jawabannya pasti ada. Seorang ibu yang selalu menyempurnakan diri, memperbaiki diri, mengubah diri, dan terus berusaha menambah nilai plus dalam peranannya untuk diri, keluarga dan masyarakatnya, sesuai keadaannya, adalah sosok ibu yang ideal. Meski dalam hidup ini ada perbedaan status sosial, ekonomi, intelektual, bahkan masalah yang dihadapi, tapi percayalah, setiap ibu memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi ibu ideal. Jangan pesimis. Lalu apa yang perlu dilakukan? Ketidakpuasan untuk Kebaikan Syarat untuk menjadi orang yang selalu menyempurnakan-diri adalah mampu menggunakan ketidakpuasan untuk kebaikan. Bagi Yuni (35), setelah gaji suaminya dirasa tak lagi ideal untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, ditambah lagi rapor anaknya yang menurun, semua itu ia dijadikan dorongan untuk menciptakan penghasilan tambahan plus lebih peduli lagi terhadap prestasi anaknya yang selama ini ia cuekin. Semua manusia pasti punya perasaan tidak puas. Bedanya, ada yang menggunakannya untuk kejelekan, ada yang untuk kebaikan. Kalau kita merasa tidak puas dengan ekonomi keluarga kita saat ini, tapi reaksi kita lebih sering kecewa, ngamuk, dan masa bodoh dengan prestasi anak, pasti ketidakpuasan itu akan mengantarkan kita pada keburukan. Padahal, kita punya kesempatan untuk menggunakannya sebagai dorongan ke arah yang baik. Gunakan ketidakpuasan Anda terhadap anak untuk lebih banyak peduli, lebih banyak berdoa, lebih banyak belajar, dan seterusnya. Pasti hasilnya akan lebih bagus. Berkomunikasilah dengan Diri Seperti diakui Rita (40), banyak perempuan yang memahami pernikahan sebagai akhir dari proses pengembangan-diri. Alasannya klasik: "Waktu saya habis untuk mengurus suami dan anak-anak". Padahal, jika sikap itu terus dilakukan, sama saja artinya dengan "bunuh diri". Kenapa? Jika seseorang tidak mengembangkan dirinya, dengan alasan apa pun, pasti tidak bisa mengembangkan anaknya dan tidak bisa mengikuti perkembangan suaminya. Yang lebih berbahaya lagi, jiwanya tidak berubah ke arah yang lebih baik dalam menghadapi persoalan hidup yang terus berubah. Karena itu, bagi Rita yang tidak bekerja di luar rumah, ia tetap memelihara kebiasaan membaca buku yang bermanfaat, mengikuti pengajian atau seminar, mengajak ibu-ibu lain mengadakan kegiatan sosial, dan mengurusi amanat suami yang diserahkan kepadanya. Yang tidak ia lupakan adalah berkomunikasi dengan diri, berdialog dengan diri, memikirkan apa saja yang bisa dilakukan untuk kebaikan dirinya, keluarga, dan lingkungannya. Tingkatkan Kontrol-Diri Ketika Nabi ditanya oleh seorang perempuan cerdas soal kenapa yang beliau lihat di neraka kebanyakan perempuan, Nabi menjawab bahwa ada dua sebabnya. Pertama, karena kurang mensyukuri jasa suami (mengingkari atau menuntut melebihi batas optimal sehingga suaminya nekat melakukan pekerjaan menyimpang), dan kedua, karena terlalu mudah melaknat (HR. Muslim). Supaya kita tidak termasuk kelompok yang disebut Nabi itu, syaratnya adalah meningkatkan kemampuan mengontrol-diri. Kemampuan ini adalah kunci agar kita terhindar dari berbagai kenekatan atau mudah melaknat. Untuk mengukur sejauh mana kemampuan kita di sini, mari kita lihat boks di bawah ini: Skala Kontrol-Diri kala Penjelasan 1 Anda mudah kehilangan kendali, mudah frustrasi, mudah meluapkan ekspresi emosi secara meledak-ledak sehingga kehilangan kendali. 2 Anda tahan terhadap berbagai tekanan atau godaan. 3 Anda sudah bisa mengontrol emosi, tapi belum bisa menggunakannya secara konstruktif, misalnya lebih memilih diam. 4 Anda sudah sanggup memberikan respons dengan tenang dan mendiskusikan persoalan secara fair dan terbuka. 5 Anda sudah bisa mengelola tekanan secara efektif, tidak memengaruhi hasil dan proses pekerjaan, serta pengasuhan. 6 Anda bisa memberikan respons secara konstruktif, yaitu bisa membangun dengan lebih positif dan mengantisipasi problem. 7 Anda sudah bisa menenangkan diri Anda dan orang lain, atau sanggup memainkan peranan sebagai teladan (ummun dan imaamun). *) Diolah dari Competence At Work, Models for Superior Performance, 1993. Berdialoglah Hindari Debat Ibu Lara, psikolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, menyesal setelah memenangkan perdebatan dengan anaknya. Si anak yang kalah debat akhirnya masuk ke kamar dan tidur. Melihat anaknya yang tidur pulas itu, ia menyesali kenapa tadi berdebat. Lebih-lebih setelah si anak bangun, ia mengetuk pintu kamar ibunya untuk meminta maaf. "Bercampur baur deh rasanya," akunya dalam sebuah talk show. Dalam mengasuh anak atau berinteraksi dengan suami, sering kali kita sulit menghindari perdebatan. Meski begitu, jangan sampai kebablasan atau selalu berdebat. Debat di sini adalah mempertahankan kebenaran-sendiri melawan kebenaran-sendiri milik anak atau suami. Yang perlu kita lakukan adalah menumbuhkan kesadaran untuk membuka dialog, dimulai dari kita dulu. Kalau kita belum mampu langsung berdialog, hendaknya kita mengerem perdebatan yang bakal berkepanjangan. Bangunlah Hubungan Positif Menyikapi maraknya aksi kekejaman yang dilakukan ibu terhadap anaknya, Elly Risman berpendapat pentingnya menghidupkan jalinan sosial yang saling memperkuat di masyarakat kita. Jalinan sosial ini bisa kita bentuk, baik dalam lingkungan keluarga besar maupun lingkungan sekitar. Hal ini penting, sebab kalau kita punya masalah lalu kita kembangkan berbagai pendapat negatif atas masalah itu, maka setan pun akan mudah memasuki jiwa kita. Namun kalau kita mau bertukar pendapat dan pengalaman, pasti akan ada pandangan yang lebih mencerahkan. Jalinan sosial juga menjadi kontrol sosial. Peranan Pemerintah dan Suami Meski di dunia profesional perempuan sering dinomersatukan, tapi secara kultural, perempuan sering dinomerduakan. Sampai-sampai banyak yang berpendapat, "Biar dikata bagaimanapun, perempuan mah tetap tak bisa ngalahin laki-laki." Sebagian perempuan memprotes kultur ini dengan cara negatif, tapi sebagian lagi menggunakan cara positif. Agar kultur itu tidak sampai merusak peradaban, peranan pemerintah sangat dibutuhkan di sini. Pemerintah bisa berperan dengan menegakkan hukuman yang setimpal bagi sebagian laki-laki yang menggunakan kultur itu sebagai alat melegitimasi kesewenang-wenangannya. Tapi, tentu mengharapkan peranan pemerintah saja masih jauh dari cukup. Justru yang paling dibutuhkan adalah perubahan kesadaran suami untuk meninggikan derajat para istri dan menghormati peranan dan perasaannya. Seorang kiai yang sangat menghormati istrinya, mengatakan, hanya laki-laki yang terhormat yang bisa menghormati istrinya. AN. Ubaedy dan Luqman Hakim Arifin Kutipan: Hadiah terbaik untuk: Teman Anda-setia kawan Musuh Anda-maaf Atasan Anda-jasa Anak Anda-teladan yang baik Orangtua Anda-rasa terima kasih dan bakti pasangan Anda-cinta dan kesetiaan (A.Bhuwanapralaya) http://edukasia.com/index.php/Terbaru/Pertolongan-Pertama-pada-Trauma-Anak-Apaan-tuh.html Triagus "Nothing is Easy, but Nothing is Impossible" http://ww3.yuwie.com/profile/?id=803389 http://triagus.multiply.com